daring, hingga saat ini terdapat 15 tanda baca yang digunakan ketika berbahasa. Mulai dari tanda titik (.), koma (,), seru (!), tanya (?), dan kesebelas lainnya.
Berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) versiTitik merupakan tanda yang digunakan di akhir kalimat berita, biasanya menandakan pernyataan. Koma terletak di tengah kalimat, berarti kalimat belum selesai dan masih ada lanjutannya. Seru sering digunakan untuk memperingatkan dan memberi perintah. Sementara tanya, akan kita bahas di sini.
Bertanyalah Ketika.... Hanya artikel ringan yang menguraikan pandangan saya tentang seyogianya bertanya di saat yang tepat. Ini adalah kelanjutannya.
Seputar tanya bertanya pernah saya ulas di artikelMenurut saya, tanda paling fenomenal dari semua adalah tanda tanya, ketika menjadi sebuah kalimat. Iya, tanda tanya bila bertemu dengan kata tanya menghasilkan kalimat tanya.
Apa kamu sudah sarapan hari ini?
Bisa juga dikembangkan ke kalimat tanya berikutnya. Siapa yang menemanimu sarapan? Dimana kamu sarapannya? Bagaimana rasa makanannya? Yang sarapan pun seketika bingung.Â
Sekadar sarapan, pertanyaannya bisa bejibun begitu. Mengurangi kenikmatan sarapan, wakakaka. Memang di saat tertentu, pertanyaan barang sedikit dan sepele bisa memancing emosi.
Di sisi lain, kalau tidak ada yang bertanya, sepi juga kadang. Pertanyaan bisa menjadi salah satu bukti perhatian. Bagaimana kabarmu sekarang? Senang bukan kalau ada yang merhatiin, cie cie...
Kalimat tanya diakui dekat sekali di sekitar kita. Tidak usah jauh- jauh, judul tulisan yang mengandung pertanyaan rata-rata banyak pembacanya. Iya, judulnya berhasil memancing rasa penasaran orang untuk lebih lanjut membacanya.
Semisal lagi dalam rapat. Ketika pemimpin rapat selesai menjelaskan bahan rapat, pasti dibuka sesi tanya jawab. Sesi di mana orang bertanya akan bahan yang belum dimengerti dan ada yang menjawab untuk menjelaskan kembali.
Maaf Pak, saya kurang jelas. Apa boleh diulang kembali?
Kalau tidak terjawab, biasanya ditampung dan dilanjutkan dibahas dalam rapat berikutnya. Diberi waktu untuk menjawab.
Kritik pun begitu. Ketika kritikus memulai kritik atas sebuah ide, pasti diawali dengan kalimat tanya. Bertanya karena tidak sesuai dengan logikanya, sehingga butuh pencerahan dari si pembuat ide. Bila belum terpuaskan, kritik tak akan berhenti. Masih menggantung.
Filsafat apalagi. Ilmu yang dianggap sebagian orang adalah sumber dari segala ilmu, terus dan tiada henti bertanya. Mempertanyakan kebenaran dari segala sesuatu, hingga tertemukan jawabannya. Kalau bingung di tengah jalan, hmm.... Jangan sampai tersesat yak, hehe...
Seandainya dunia tanpa pertanyaan, berarti manusia gampang sekali menerima kenyataan. Tapi sayang, ilmu pengetahuan tidak akan berkembang dan hidup menjadi begitu-gitu saja.
Alhasil, temannya, tanda seru pun seakan tak berguna. Tidak akan ada yang berceletuk Wow!. Terpesona karena jawaban yang mencerahkan.
Kurang fenomenal apalagi coba? Hehehe...
...
Selamat beraktivitas kawan,Â
Semoga sehat selalu.
...
Jakarta,
14 Agustus 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H