Inilah tulisan yang ditulis sebagai kelanjutan cerita dari tulisan 9 Jawaban atas Teka-Teki Diam. Bukan menerangkan jawaban kesepuluh, tetapi menjelaskan kalimat penutupnya.
Tulisan tersebut secara garis besar menggambarkan sembilan aktivitas apa sih yang dilakukan orang dalam diam. Lalu ditutup dengan kalimat "diam itu emas", ketika saatnya tepat.
Nah, berhubung diam itu emas, pastinya bisa membuat kaya. Kita tahu, emas mahal harganya dan dicari oleh banyak orang. Bisa juga untuk meningkatkan derajat status sosial di tengah masyarakat.
Apakah kita bisa kaya gegara hanya diam? Bisa, tetapi tidak di semua saat. Ketika kita diam saja, tidak berbuat apa-apa, tidak mencari pekerjaan dan tidak bekerja, emas itu tidak akan datang dengan sendirinya. Tidak ada orang menjadi kaya materi hanya dengan duduk diam di dalam rumah. Menjadi tua, iya. Hehe...
Emas itu tidak jatuh dari langit, kawan. Kalau mau kaya, ya kerja, jangan diam saja.
...
Di sisi lain, ada pula saatnya "emas" dari diam, membuat kaya. Bukan kaya materi, tetapi kaya reputasi, nama baik. Dengan dikenal sebagai orang baik, maka banyak orang akan suka bergaul dengan kita.
Catatan besarnya adalah status orang baik atau tidak, bukan dibaca dari kacamata pribadi, melainkan hasil dari penilaian orang lain. Oleh sebab itu, adalah tidak pantas didengar, ketika kita berujar bahwa kita orang baik, sementara orang lain berkata sebaliknya.
Kapan kekayaan nama baik itu bisa diperoleh dari diam? Hanya ketika:
Mendengarkan tanpa menyela;
Saat ini, kemampuan mendengarkan perkataan rasa-rasanya lebih jarang dipunyai ketimbang kemampuan berbicara. Memberikan waktu kita untuk mendengar dengan berbekal tabungan kesabaran menunggu orang lain tuntas berucap adalah skill yang makin jarang dijumpai.Â
Memang, skill ini bukan instan seperti mi instan. Perlu selalu diasah. Kesabaran tidak tercipta karena sekali atau dua kali proses, namun berkali-kali. Nah, orang langka seperti ini, yang mau mendengarkan orang berbicara tanpa menyela, namanya dipandang baik oleh kebanyakan orang.
Tidak mencampuri urusan orang lain;
Memilih diam untuk tidak mencampuri urusan orang dipandang baik oleh sebagian orang. Kita bukanlah orang tuanya, bukan pula keluarganya, yang memiliki kewajiban untuk menasihatinya.Â
Sejalan dengan poin satu, kita hanya perlu diam dan dengar ketika mereka berbicara, selebihnya bila dimintakan masukan, baru kita berikan dengan cara baik-baik.
Contoh kasus yang masih hangat di media, tidak pernah namanya pelakor (perebut lelaki orang) atau pebinor (perebut bini orang) mendapatkan reputasi baik di mata masyarakat. Mereka pasti tertempel stigma negatif karena telah mencampuri urusan orang. Rumah tangga orang.
Tidak bisa berbuat baik
Di saat tidak bisa berbuat baik, adalah lebih baik kita mengambil sikap diam, daripada berbuat sesuatu namun berdampak buruk bagi orang. Ibaratnya, kalau tidak bisa bantuin, jangan ngerecokin. Nah, kira-kira begitulah yang familiar terdengar.
Dengan tidak ngerecokin, secara tersirat kita telah berbuat baik sebetulnya, pasif, bukan aktif. Karena diam. Dengan ini, nama akan tetap baik di mata orang.Â
Akhirnya, penulis semakin yakin bahwa diam itu emas dan bisa membuat kita kaya.
Ketika dipergunakan tepat pada saatnya.
...
Jakarta,
29 Juli 2020
Sang Babu Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H