Berdamai dengan diri dapat disingkat dengan satu kata "ikhlas", menerima diri sendiri apapun keadaannya. Dan saat yang tepat untuk ikhlas ada dua, ketika:
Kita berhasil menemukan kelemahan dalam diri
Saat di mana kita tahu bahwa kita punya kelemahan, maka saat itu pulalah berikan ikhlas untuk masuk ke dalam hati. Semisal contoh, penulis. Gampangnya, ketika penulis menemukan diri penulis tidak tampan berdasarkan standar ketampanan kebanyakan orang, penulis menerimanya.Â
Tetapi, apakah itu dipakai penulis untuk merenungi lama-lama ketidaktampanan itu? Tidak sama sekali. Penulis ikhlas. Karena penulis yakin, masih ada kelebihan yang dimiliki, yang bisa bermanfaat bagi diri dan sesama.Â
Apalagi kalau, kelemahan bisa digunakan sebagai sebuah kelebihan, itu lebih dahsyat lagi. Semisal, ketidaktampanan digunakan sebagai modal untuk melucu, bermanfaat bukan? Setidaknya, ada orang yang menjadi terhibur, hehe.Â
Kenyataan tidak sesuai dengan harapan
Sering sekali situasi ini nyata dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dunia pekerjaan, ketika kita telah bekerja susah payah, hasil yang diterima tidak sesuai dengan jumlah keringat yang dikeluarkan.Â
Contoh gampangnya, ketika penjual sayur mayur telah mendorong gerobaknya susah payah di bawah terik matahari, namun jualannya tidak laku habis sampai hari berakhir. Wajar kita kecewa, tetapi biarlah kecewa itu cukup berakhir di hari itu, tidak perlu dibawa lanjut ke hari berikutnya.
Nah, di sinilah kehadiran si ikhlas wajib diperlukan. Karena memang, hidup ini masih ada misteri yang belum terpecahkan, oleh sebab itu adalah ranah dari Yang Maha Kuasa. Terima saja dan lanjutkan perjuangan.
Demikianlah, pandangan tentang saat yang tepat untuk kita melawan dan berdamai dengan diri sendiri. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terutama bagi penulis sendiri, ini menjadi sebuah catatan yang membangun diri.
Sabtu,
11 Juli 2020
Sang Babu Rakyat.