Nah, oleh sebab berita telah seirama dengan pola pikir, sama-sama bernuansa negatif, maka mulailah kenyamanan dalam membaca berita negatif muncul. Ah, udah biasa kok, hehe.Â
- Tertarik dengan sisi negatif tokoh yang diberitakan
Kebetulan mungkin, sosok yang sedang diberitakan adalah idola yang disukai oleh si penikmat berita. Kalau sudah berbicara idola, sampai kapanpun, kemanapun, segala seluk beluk aktivitas idola pasti dibuntutin oleh mereka, penggemar. Mulai dari yang positif sampai negatif, semua berita tidak pernah lewat untuk dikonsumsi.
Idola di sini tidak terbatas hanya kalangan selebritas, tetapi juga publik figur lainnya, seperti tokoh pejabat, influencer, dan lainnya. Bila fanatik akan idola berlebih, maka mereka akan mencari seribu satu cara untuk menyemangati idola dan berpihak bahwa berita negatif tentang idola tidak benar adanya. Terkadang memang, orang menjadi "buta" ketika cinta berlebihan datang.
- Penikmat berita termakan judul clickbait
Kejahatan yang aneh-aneh mulai bermunculan. Mulai dari kejahatan pelecehan seksual yang dilakukan dalam keluarga, pembunuhan berencana yang terorganisir dengan baik, penipuan uang, kekerasan dalam rumah tangga, dan lainnya.
Karena ada unsur terbarukan dalam kreasi kejahatannya, dan dikemas dalam judul berita yang unik, semakin membuat penikmat berita terpancing untuk "memakannya" dan langsung klik. Betul sih semakin kreatif, sayangnya negatif.
- Menguntungkan bagi media
Ini bukanlah alasan utama, melainkan efek domino dari seringnya berita negatif diklik untuk disimak. Semakin naiknya tingkat konsumsi publik atas berita negatif, yang gampangnya terlihat dari populernya berita itu, secara langsung akan menambah pundi-pundi penghasilan media. Iya, klik memang menghasilkan uang bagi media.
Menguntungkan, satu kata yang menggiurkan, yang tetap menyemangati media untuk menyajikan berita negatif. Oleh sebab itu, berita negatif tetap populer.
- Sedikitnya jumlah berita baik yang tersiar
Hanya ada dua sebab mengapa alasan ini bisa diterima. Satu, karena memang jumlah orang yang berbuat baik semakin berkurang, atau dua, berita baik tidak laku di pasaran, alias tidak mendatangkan pundi-pundi bagi media massa yang memberitakannya.