Berawal dari tidak punya apa-apa, tidak dianggap siapa-siapa, sekarang menjadi apa-apa dan terkenal di mana-mana. Ya, ini adalah sebuah perjuangan yang penuh penderitaan, untuk melangkah berpindah dari jenjang miskin ke jenjang kaya.
Contoh sederhananya, diimajinasikan dan tentunya sudah banyak di lapangan, cerita dari seseorang yang membuka usaha jual makanan, semisal nasi goreng. Di sini, diasumsikan kemiskinan adalah ketika dia hanya mempunyai modal sedikit dan terbatas hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya. Dalam hal ini, seseorang yang berjualan nasi goreng, dan keuntungan hasil penjualannya hanya sedikit dan cukup memenuhi kebutuhan hidup utamanya, tidak lebih.Â
Dimulai dari jualan nasi goreng dengan gerobak dorong, berjalan kaki dari satu RT ke RT lain, dengan omset pas-pasan setiap hari, dan tidak aman pula ketika hujan menyerang. Terkadang banyak yang beli, terkadang pula sedikit yang laku. Semua tidak bisa ditebak oleh si penjual, kecuali hanya mengharap barokah dari Yang Maha Kuasa dengan kerja keras yang telah dilakukannya.
Perlahan demi perlahan, dengan konsistensi kerja keras, banyak yang berhasil meningkatkan dagangannya dengan membuka warung kecil yang menetap di pinggir jalan.Â
Di sini, dengan menetapnya tempat jualan, pasti berpengaruh dengan potensi meningkatnya omset dagangan. Mengapa? Hal ini karena pembeli tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk mencari-cari keberadaan sang penjual, yang mana dulu kerap sulit mereka temui karena mobilisasi gerobak.Â
Dengan kemudahan ini, kemungkinan besar potensi omset dari pelanggan tetap tidak berkurang. Ini belum lagi ditambah dengan potensi pembeli yang baru. Selain itu, perjuangan melawan hujan yang dialami penjual juga tidak dirasakan kembali dan kelelahan untuk mendorong gerobak ke sana dan ke sini pun sirna.
Ketika keuletan bekerja semakin menjadi, banyak juga yang akhirnya membuka rumah makan berskala besar, yang juga mempekerjakan banyak pegawai sebagai pelayan di restorannya.Â
Omset dagangan semakin besar dan jumlah keuntungan pun mengikutinya. Belum lagi apabila dia membuka cabang dimana-mana. Sudah tidak perlu dipertanyakan lagi bagaimana bentuk rumah yang sekarang dimilikinya. Pastinya lebih baik daripada ketika dia masih berjuang bersama dengan gerobak.
Sudahkah pantas dia disebut kaya? Pantas, dari kedua sisi. Tidak hanya kaya secara materi, tetapi juga telah kaya secara non materi. Dan sebetulnya, kekayaan yang nomor dua inilah modal utama yang lebih penting dalam meraih kekayaan materi.
Kekayaan akan kesabaran dalam menanggung penderitaan dan masa susah ketika sepi pembeli saat berjualan dengan gerobak, kekayaan akan keuletan dan kerja keras serta tidak pantang menyerah dalam berjualan, serta klimaksnya, kekayaan akan kemurahan hati dalam berbagi rezeki, melalui perekrutan orang-orang sebagai tenaga kerja dalam restorannya.Â