Mohon tunggu...
hony irawan
hony irawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat Advokasi dan Komunikasi Isu Sosial, Budaya dan Kesehatan Lingkungan

pelajar, pekerja,teman, anak, suami dan ayah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Revisi UU ITE atau Revisi Penggunaannya?

27 April 2021   11:56 Diperbarui: 27 April 2021   12:17 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada gagasan besar yang ingin diwujudkan dalam UU no. 11 tahun 2008 tentang  Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang kemudian direvisi melalui UU No. 19 tahun 2016.  Menurut yang saya tangkap, bahwa transaksi elektronik sebagai bagian dari perkembangan jaman harus memiliki payung hukum sehingga kegiatan yang bersifat perdata melalui media berbasis internet memiliki kepastian hukum.

Yang kedua, dengan maraknya penggunaan media sosial dan media online serta berbagai platform perangkat elektronik perlu adanya pengaturan untuk memastikan tegaknya kebebasan menyampaikan pendapat, dimana hak individu dan badan hukum dibatasi oleh hak individu dan atau badan hukum lain.

Ketiga, UU ITE bertujuan untuk melindungi kepentingan Indonesia di dunia internasional. Yuridiksi UU ITE berlaku bagi setiap orang dengan jangkauan sangat luas tidak hanya yang berada di wilayah hukum Indonesia tetapi juga bagi yang berada di luar wilayah hukum Indonesia. Selama perbuatan hukum memiliki akibat hukum yang berpengaruh merugikan Indonesia.

Selain itu ada situasi yang mendorong segera disusun dan diberlakukannya UU ITE ini diantaranya:

1. Indonesia berada diurutan keenam di dunia atau keempat di Asia dalam tindak kejahatan di dunia maya (AC Nielsen, 2001).
2. Indonesia berada diurutan kedua setelah Ukraina sebagai negara tempat pembobol kartu kredit terbanyak (ClearCommers 2002).
3. Kejahatan dunia cyber lain seperti kesusilaan, perjudian dan kejahatan lain juga sangat meresahkan masyarakat.

Maraknya kasus pidana terkait dengan UU ITE ini tentu tidak serta merta mengindikasikan bahwa undang-undang ini telah melenceng dari tujuan awal untuk mengatur perkara perdata sesuai dengan namanya informasi dan transaksi elektronik. Kendati demikian dengan adanya wacana revisi UU ITE ini yang sempat disampaikan presiden Jokowi beberapa waktu lalu mendapat tanggapan dari sejumlah ahli dan politisi.

Menilik latar belakang pelaporan kasus hukum terkait UU ITE ini yang paling populer adalah berkenaan dengan;

  • Pasal 27 ayat 1 dan 3 tentang membuat dan atau mendistribusikan konten yang melanggar kesusilaan, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
  • Pasal 28 ayat 1 dan 2 tentang menyebarkan berita bohong yang merugikan dan yang menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.
  • Pasal 29 tentang konten yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Jika dilihat pasal dan yang paling sering menjerat netizen itu nampaknya sulit untuk mencegah pasal-pasal tersebut digunakan secara tidak produktif. Karena berdasar delik aduan, maka kerap masyarakat sendiri yang menggunakan untuk melaporkan pihak lain. Salah satu diantaranya adalah karena pasal-pasal tersebut sangat fleksible untuk diartikan.

Pelaporan kasus hukum terkait UU ITE tercatat meningkat yaitu  4360 kasus sejak 2018 menjadi 4790 pada 2020. Dengan kasus pencemaran nama baik mendominasi laporan polisi, disusul kemudian ujaran kebencian dan berita hoax.

Oleh karena itu agar UU ITE tidak kontradiktif dengan prinsip kebebasan berekspresi termasuk menyampaikan pendapat, maka Polri mengeluarkan surat edaran SE/2/11/2021yang berisi pedoman dalam menangani dugaan pelanggaran UU ITE. Diantaranya adalah dengan menekankan prinsip bahwa hukum pidana adalah upaya terakhir dalam penegakan hukum.

Kendati demikian, redaksi terkait dengan tiga hal tersebut (pencemaran nama baik, ujaran kebencian dan berita bohon atau hoax) sudah selayaknya juga dikaji lebih jauh sehingga tidak menimbulkan multi tafsir yang rentan bisa digunakan untuk menjerat pihak tertentu, namun membebaskan pihak yang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun