Seni memang bukan sekedar hiburan. Seni adalah hasil karya cipta manusia bernilai tinggi. Ketika seni bertemu dengan nilai-nilai dan kebiasaan yang berkembang di tengah masyarakat, maka jadilah karya cipta yang mengandung nilai-nilai luhur suatu peradaban.Â
Seni budaya adalah terbentuk dan sekaligus membentuk dari dan untuk nilai-nilai yang terus beradaptasi dengan perubahan jaman. Tak terkecuali di masa pandemi.
Dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membatasi ruang gerak dan kerumunan, berbagai pertunjukan mustahil dilakukan. Seni budaya tradisional kian mendapat tekanan berat.Â
Sanggar-sanggar Seni budaya Betawi yang sudah sebelum pandemi sulit mendapatkan panggung, kini harus berjuang lebih keras mempertahankan eksistensi.Â
Sebut saja anak muda  Firman, selaku pewaris sanggar lenong Betawi yang kini bernama Puja Betawi. Dengan jumlah pemain 25 sampai 30 orang masing-masing personil tentu harus mencari sumber penghasilan lain selain dari berkesenian.Â
Begitu juga Mulyadi yang mendapat amanah "warisan" sanggar Gambang Kromong Cahaya Subur dari ayahnya. Dengan segala keterbatasan coba bertahan untuk tetap dapat panggung di jaman yang serba digital.
Di sinilah peran pemerintah perlu dihadirkan. Bukan sebagai penyelesai semua masalah, namun memberi iklim yang mendukung tumbuh berkembangnya seni budaya yang mengandung nilai-nilai luhur dan jati diri sebuah bangsa.
Terobosan dalam produksi dan distribusi seni budaya Betawi harus senantiasa disesuaikan dengan pola konsumsi masyarakat. Jangkauan media digital yang tidak sebatas lokal, membuka peluang yang sedemikian lebar.Â
Menarasikan Seni budaya Betawi di tingkat global menjadi sebuah keniscayaan yang harus diimbangi dengan semangat kerjasama, profesionalitas dan tak cukup sekedar dengan semangat kepedulian.