Pesan ini bertujuan untuk menyadarkan segenap pihak termasuk kementerian terkait, berdasarkan data dan informasi yang dimiliki, bahwa sanitasi berdampak bagi semua orang, oleh karenanya  "semua harus berbuat, karena semua menanggung akibat !".
Hingga 2010, berdasarkan pilot project di 6 kota, melahirkan pendekatan perencanaan Strategi Sanitasi Kota (SSK) sebagai blueprint pembangunan sanitasi dengan prinsip; 1. skala kabupaten/kota, 2. berbasis data empiris, 3. Mempertemukan pendekatan "top down" dan "bottom up" dan 4. disusun oleh dan untuk kabupaten/kota itu sendiri.
Pada periode 2010-2015, Â lewat program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dengan kata kunci "Sensanitasional", Â dimulailah fase scaling up yang lebih intesif dimana pendekatan SSK dilakukan secara nasional hingga digunakan oleh 444 kabupaten/kota pada saat itu.
Kemudian, pada awal tahun 2015 lewat kata kunci "Universal Access untuk Air Minum dan Sanitasi" Â dimana target Sanitasi Tuntas (Santun) dicanangkan hingga akhir 2019, selain meningkatkan kabupaten/kota yang telah menyusun SSK lebih dari 500, juga mulai permodelan implementasi SSK yang lebih sistematis di 90 kabupaten/kota di 9 provinsi di Indonesia.
Jelang akhir 2019, di tengah tuntutan yang semakin meningkat tidak hanya terkait akses tapi juga kualitas layanan sanitasi, sebagaimana amanat Sustainable Development Goals (SDGs), upaya advokasi perlu diarahkan pada pembentukan persepsi publik; pentingnya "Sanitasi Tuntas  Berkelanjutan dan Berkualitas" (Santun Berkelas).Â
Khusus untuk pengambil keputusan nasional dan daerah pesan kunci advokasi adalah mendorong untuk lahirnya inovasi kebijakan yang memberi kemudahan bagi masyarakat agar mau dan mampu mendukung pencapaian Santun Berkelas.
Peran jurnalisme advokasi sangat besar dalam peningkatan capaian pembangunan sanitasi Indonesia dari masa ke masa. Keberpihakkan media massa untuk mendorong pengambil keputusan pusat dan daerah termasuk swasta dan lembaga sosial, lembaga masyarakat serta lembaga keagamaan, berdasarkan pengalaman yang dilakukan selama ini melalui;
1. Penyediaan akses data dan informasi akurat, mudah, cepat dan tanpa biaya, selainÂ
2. kegiatan-kegiatan tematis yang menarik dan aktual sesuai dengan kondisi terkini, sertaÂ
3. pendekatan khusus baik formal maupun informal dengan media massa, blogger/vloger dan penggiat media sosial, dan
4. pemberian insentif bagi pelaku jurnalistik advokasi untuk pembangunan sanitasi yang dapat berupa award, lomba maupun bentuk lain berupa skema hibah kompetitif.
Tentu kegiatan advokasi melalui media massa tidak dapat efektif tanpa kegiatan advokasi langsung tatap muka  Namun jurnalisme advokasi, baik lewat media massa, media sosial dan media berbasis internet lain, mampu menjangkau khalayak lebih luas dan lebih cepat dengan seketika. Keduanya saling menguatkan dan memberi percepatan dampak dalam konteks difusi (penyebaran) inovasi.
Hony Irawan
Jagakarsa, Sabtu, 23 Maret 2019