Indonesia memang unik. Bukan saja karena beragamnya suku, budaya, agama dan bahasa, namun juga beragam upaya yang harus dilakukan untuk menangani masalah air minum dan sanitasi (air limbah domestik, persampahan dan drainase lingkungan).
Dengan rata-rata pertumbuhan pembangunan sanitasi sebesar 2% pertahun, sebetulnya selama satu dekade ini, lewat berbagai upaya segenap pihak, Indonesia telah meningkatkan investasi 40 kali lipat, yang semula hanya Rp. 200 perkapita hingga 2006, menjadi Rp. 8.000 perkapita hingga akhir 2016.
Namun angka pertumbuhan yang diperlukan untuk mencapai Universal Acces air minum dan sanitasi masih sangat besar yaitu mencapai hingga 8% pertahun. Sehingga perlu 4 kali lipat lagi upaya dan alokasi pendanaan dan atau pembiayaan dari yang telah ada saat ini.
Sesungguhnya banyak pembelajaran yang dapat ditarik dari sejumlah kabupaten/kota dan provinsi dalam hal pendayagunaan berbagai sumber pendanaan dan pembiayaan untuk air minum dan sanitasi.
Diantara sekian banyak Kabupaten/Kota yang telah melaksanakannya, pada KSAN 2017 yang diselenggarakan pada Selasa 7 November 2017 ini, Kabupaten Karanganyar diberi kesempatan untuk menyampaikan tentang upaya yang dilakukan.
Sebagaimana yang disampaikan Bupati Karanganyar dalam workshop hibah layanan air limbah setempat di Jakarta beberapa waktu lalu, Karanganyar telah mengeluarkan paket kebijakan untuk menuntaskan akses sanitasi menyeluruh dan berkelanjutan bagi warganya.
Paket kebijakan ini intinya memberi kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh akses sanitasi layak, dari layanan jamban dan tangki septik individual, layanan komunal, penyedotan tinja terjadual, hingga layanan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Kemudahan yang diberikan kepada masyakat tidak hanya bersumber dari anggaran pemerintah. Meski masih perlu ditingkatkan, Karanganyar telah mampu memanfaatkan dana desa, dana  ziswaf (zakat, infak, sedemah dan wakaf) dan dana CSR/swasta untuk pembangunan air minum dan sanitasi.
Selain tentu saja pendanaan dari masyarakat perlu terus ditingkatkan melaui pemicuan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yang pada akhir tahun 2017 ini, Karanganyar mendeklarasikan Bebas Buang Air Besar Senbarangan atau Open Defecation Free (ODF) di seluruh wilayahnya.
Pembelajaran dari Kabupaten Karanganyar tersebut menjadi salah satu model dalam rangka mencapai target akses sanitasi menyeluruh yang mungkin dapat menginspirasi daerah lain.
Berbagai pembelajaran dari proses pendampingan di 8 provinsi oleh Urban Sanitation Development Program (USDP) dalam rangka Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) telah dijadikan dasar penyusunan panduan fasilitasi Implementasi Pembangunan Sanitasi Menyeluruh dan Berkelanjutan.
Panduan ini dapat digunakan oleh Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Nasional maupun penggiat air minum dan sanitasi lain untuk dapat mempercepat implementasi dan keberlanjutan layanan sanitasi di daerah.
Momentum KSAN 2017 ini sangat tepat untuk sejumlah kementerian yang tergabung dalam Pokja AMPL Nasional duduk bersama untuk kemudian bersinergi dengan pendekatan fasilitasi yang tepat berdasarkan pembelajaran yang telah ada di daerah. Mengingat KSAN 2017 bukan hanya ""mid  term" bagi target universal access air minum dan sanitasi  2019, namun juga pondasi target Sustanable Developmen Goals (SDGs) tahun 2030.
Mari sukseskan KSAN 2017... !
#KSAN2017 #pokjaAMPLnasional
Penulis :
Communication and Advocacy Specialist untuk Urban Sanitation Development Program (USDP) yang mendukung Pokja AMPL Nasional dalam rangka mensukseskan program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H