Mang Dedi, tukang somay yang biasa lewat depan rumah, dan mangkal di ujung jalan kampung kami paham betul, apa yang harus disiapkan ketika saya pesan satu porsi buat saya, atau buat istri saya, bahkan untuk anak-anak saya.
Meski jarang beli, dia sudah menghafal racikannya seperti apa. Kalaupun ia bertanya, sifatnya konfirmasi saja "Biasa kan?!". Ketika kita bilang " ya" dia akan jawab "Siap...!".
Begitu istimewanyakah keluarga kami ? Tentu saja ! Pada saat kami menikah, Mang Dedi inilah satu-satunya pedagang jajanan yang kami minta untuk mengisi salah satu stand makanan di resepsi pernikahan kami. Senang dan bangga pasti...
Tapi tunggu dulu, bukan karena itu dia melayani kami dengan istimewa... Karena nyatanya bukan kami saja, beberapa acara resepsi tetangga tak lengkap rasanya tanpa kehadiran somay Mang Dedi. Bahkan pernah Mang Dedi saya jumpai di salah satu stand resepsi pernikahan yang jauh dari rumah kami.
Jadi jelas, dia melayani dengan baik bukan karena pernah diorder di acara resepsi kami. Tapi selain rasa, pelayanannya yang baik dan perhatian pada pelanggan-lah yang membuatnya "diundang" di acara resepsi !
Hal-hal yang nampak sepele seperti itu (yaitu mengingat betul racikan kesukaan tiap pelanggan) dapat menyentuh nurani pelanggan sehingga merasa istimewa.
Intuisi, spontanitas dan senantiasa berimprovisasi hadir secala alami tanpa landasan teori apapun. Justru tiga hal itu yang lahirkan teori-teori baru yang tak akan mampu digilas pemain besar sekalipun. Itulah mengapa somay Mang Dedi bisa menangkan persaingan meski harus bersaing dengan somay catering.
#NungguSomayKelamaan #GakDagangKali
#OffBeatMarketing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H