Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Tanah adat

16 Januari 2022   12:54 Diperbarui: 16 Januari 2022   12:58 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. Habis

setiap kali hujan turun
kenangan itu kembali memenuhi dadamu:
padang memberikan tubuhnya untuk para gembala, hutan mempersilakan kau berburu
dan sungai sungai jernih menghapus bau keringat anak-anakmu. 

tetapi kini hanya kenangan yang tersisa
sejak anak-anakmu berburu rupiah di negri negri nun jauh. sebab di sini, kau tahu sendiri: buruan kehilangan hutan, anak anak kehilangan padang, dan sungai kehilangan jernih. 

setiap kali hujan  turun
kau kenang lagi kejadian tempo hari
tetapi kau telah kehabisan banyak air mata. 

Oenasi, Januari 2022

II.  Tabah 

Ke alamat rumahmu,
Saya mengirim rindu dan doa
Semoga sampai pada tujuan.

Karena tanah dikotamu
Adalah luka yang senantiasa menampung resah dan air mata
Menyimpan lagu-lagu melankolis
Dari tanah leluhur yang selalu tabah.

Oenasi, Januari 2022

III. Pulang

Pulanglah ke Mollo
belajarlah tentang cara
perempuan Mollo menenun amarah

"Memangkas kepala-kepala manusia serakah dan harapan-harapan mereka"

Soe, Januari 2022

IV. Hujan 

Orang-orang pulang ke rumah, sambil memungut  senyum yang sejak pagi ditelan warna kesibukan. Dan hujan baru saja berhenti,
di pertengahan musim dingin yang basah. 

Diluar, burung-burung berkicau bersahutan. Berebut rindu diujung rambut pohon kaliender. Dan Kota Soe baru saja mengahapus pipinya. Dari guyuran hujan yang sejak pagi menjelma air mata. 

Soe, Januari 2022

V. Tanah adat

Cinta adalah tanah, tempat rindu dan kenangan bertumbuh. Ia itu rahim, tempat para leluhur menitipkan kehidupan. maka jagalah dengan seluruh amarahmu. Lawanlah dengan apapun yang kamu bisa. Sampai cinta kembali mekar pada setiap luka dikisahmu yang rupa-rupa.

Dan setelah semua kemarahan ini berlalu,
Ijinkan saya berjanji : saya akan tertidur dengan matamu yang penuh kupu-kupu.

Soe, Januari 2022

VI. Sopi

kita melingkar berdua
meneguk sopi hingga mabuk
kita lalu berbicara banyak perkara
sejak tanah leluhur disabit keserakahan
orang-orang berkata mereka melihat plato dan socrates, tadi

Oenasi, Januari 2022

VII. Kelopak 

Matamu akan selalu kukenang, pada gemercik air di bulan desember. Juga, pada air yang mengenang disepanjang jalan.

Matamu akan selalu kubaca, pada sapaan senja yang mega menjingga disuatu sore. Juga, pada semilir angin sepoi-sepoi diatas tanahku.

Sebab matamu adalah kompas, saya akan berjalan mengikutinya, dan berhenti berpijak tepat dikelopak matamu.

Oesao, November 2021

VIII. Kenangan

Aku mengingatmu pada setiap helai rumput di dada padang.
Rindu padamu adalah ranting-ranting rindang pohon ampupu.
Aku memelukmu pada cinta tulus yang telah membatu.
Cintaku mengalir pada arus sungi-sungai yang jernih.
Kenaganku tentangmu ialah api yang hingga kini tak ingin padam.

Soe, Januari 2021

IV. Tanah para usif

Enam tahun berlalu
masih tentang dirimu
dibawah langit merakit rindu
terkenang jelas, begitu manis.

Berharap kembali
menuangkan rindu tak bertepi
sayang, raga harus mengabdi
pada tanah para Usif.

Oenasi, Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun