Setelah disahkan, banyak kalangan dari anggota DPR, parpol, dan pejabat pemerintah meminta untuk mengajukan judicial review saja. Menurut mereka, produk hukum tak boleh dicampur dengan politik.Â
Hal itu tercium dari tuduhan yang beredar beberapa hari ini bahwa ada kelompok politik yang menunggani aksi demontrasi di berbagai daerah.
Sayangnya, alasan seperti ini sering kali hanya digunakan sebagai tameng untuk tidak berbuat apa-apa saat ketidakadilan telah terjadi. Hal inilah yang akhirnya membuat kita berpikir ulang soal hubungan antara produk hukum dan politik.
Pemerintahan Jokowi dalam banyak pidato sering kali berpegang pada pandangan, bahwa hukum adalah seperangkat prosedur yang bebas dari campur tangan politik.
Bahkan, ketika keputusan hukum sungguh mencerminkan ketidakadilan, tidak boleh ada yang mencampuri urusan hukum. Pendek kata, hukum hanya soal para ahli hukum dan para penegak hukum semata. Padahal produk hukum adalah hasil dari proses politik.
Politik adalah segala sesuatu terkait dengan pengelolaan hidup bersama, baik di tingkat komunitas kecil, agama, negara ataupun lebih luas. Pengelolaan hidup bersama ini dilakukan dengan berpijak pada nilai-nilai kehidupan yang dianggap berharga di suatu masyarakat.
Oleh sebab itu, jika kita tenang dan merenungi apa yang disampaikan oleh kalangan pendukung Omnibus Law, kita akan menyadari bahwa pandangan mereka jelas salah kaprah, sebab hukum adalah produk dari proses politik.
Di dalam masyarakat demokratis seperti Indonesia, hukum adalah hasil pembicaraan antara pemerintah, wakil rakyat dan masyarakat luas. Setelah menjadi hukum, ia pun tetap berada dalam kendali maupun pengamatan masyarakat luas.
Meski begitu, kita tak bisa menutup mata bahwa politik sering kali justru berseberangan dengan harapan masyarakat pada umumnya. Politik Indonesia selalu berwajah ganda. Setidaknya, ada dua jenis wajah dalam politik. Dua hal tersebut adalah sebagai berikut:
Yang pertama adalah politik predator. Politik predator adalah politik yang menggunakan segala macam cara untuk mencapai kekuasaan, meski dengan mengabaikan semua norma dan aturan yang berlaku.
Jika politik predator ini yang mendominasi dan mengendalikan politik dan hukum, maka kekacauan adalah buahnya. Tak heran, rasa keadilan sering kali diinjak oleh berbagai keputusan hukum yang kotor dan busuk.Â