Mohon tunggu...
Honing Alvianto Bana
Honing Alvianto Bana Mohon Tunggu... Petani - Hidup adalah kesunyian masing-masing

Seperti banyak laki-laki yang kau temui di persimpangan jalan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Curhat Pemuda TTS tentang Pilgub NTT

3 Juni 2018   20:03 Diperbarui: 8 Juli 2018   22:47 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pesta demokrasi setiap lima tahun sekali hampir tiba. Hari ini, kita diperhadapkan pada pilihan-pilihan politik yang berbeda dengan cuaca politik yang semakin memanas. Meski saya berada diluar daerah, saya pun mengikuti perkembangan politik di pilgub/wagub NTT kali ini, walaupun dgn paket data yang minim serta sinyal yang kadang mengharuskan saya berdiri pada bukit atau tempat-tempat tertentu saja.

Saya semakin bersemangat mengikuti perkembangan politik NTT saat  ada seorang perempuan timor yang ikut meramaikan pesta demokrasi NTT kali ini. Jujur, saya belum pernah bertemu, dan baru mengenal mama emi pada beberapa bulan yang lalu saat nama beliau ikut di munculkan dan di bicarakan pada  pesta demokrasi NTT kali ini.

Saat mendengar nama seorang perempuan timor yang berani ditampilkan pada pilkada kali ini saya sempat terkejut. Saya terkejut karna ini baru pertama kali ada seorang perempuan timor yang berani tampil untuk ikut bertarung dan berdebat soal permasalahan-permasalahan di NTT. Ya, ini sejarah dan babak baru bagi perempuan-perempuan timor.

Pada beberapa bulan lalu, pasangan mama emi (MS) yang terkena OTT oleh KPK sungguh membuat saya miris dan kecewa, bahkan ikut mencela atau mengolok-olok pasangan ini. Jujur, Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang ikut mengolok-olok paket ini.

Setelah kasus OTT tersebut ada banyak orang TTS yg mulai menggantikan pilihan mereka. Ada yang berpindah ke pasangan nomer urut 4, ada yang berpindah ke pasangan nomer urut 1, dan ada juga yg memilih berpindah ke pasangan nomer urut 3. (Tentunya kita patut menghargai dan menghormati setiap pilihan politik yang berbeda)

Setelah mencela paket ini, ada satu kejadian yang membuat hati saya luluh. Ya, kejadian saat penarikan nomer urut di KPU NTT waktu itu. Saya melihat foto mama emi mengangkat nomer urut dua dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya. Saat itu, pertimbangan dan pilihan-pilihan rasional saya seakan melorot sampai ke tanah.

Jujur, Ketika melihat wajah mama emi dgn air mata yang meleleh seperti itu, saya seakan melihat wajah perempuan-perempuan timor pada umumnya. Wajah mama-mama di desa yang menggendong ayam di tangan kiri, dan memegang pisang ditangan kanan untuk di jual ke pasar.

Saya juga seakan melihat harapan adik-adik didesa yang berjalan hampir 15 kilo untuk bersekolah dan melihat anak-anak timor yang putus sekolah lalu memilih bekerja di warung2 makan yang berjejeran di tengah2 kota. Ya, saya juga melihat wajah perempuan-perempuan timor yang sibuk memasak di dalam dapur dengan kepulan asap yang kadang membuat sesak napas.

Sesudah melihat foto dan mendengar peristiwa langka tersebut, hati ini seakan bergejolak. Saya sadar, saya dan mungkin sebagian orang TTS sedang berhadapan dengan pilihan yang sulit. Galau.

Selanjutnya, ada hal lain yang membuat saya terharu saat melihat debat kandidat pada beberapa bulan lalu. Saat itu semua pasangan berdiri dengan lengkap, kecuali mama emi yang hadir sendiri diantara para lelaki. Sekali lagi, beliau menunjukan kepada kita bahwa beliau adalah perempuan timor yang berhati baja, dan bernyali liar. Ya, beliau menegaskan bahwa sekali layar terkembang, pantang mundur ke dermaga.

Setelah mencermati penyampaian visi-misi dan perdebatan itu, saya merasa bangga karena perempuan timor mampu menyampaikan gagasan-gagasannya dengan sistematis dan terukur. Baik itu soal kasus perempuan dan anak, soal permasalahan pangan, soal lingkaran setan kemiskinan di NTT dan lain-lain.

Dalam Pilkada NTT kali ini, sebagai mana kita ketahui bersama. Ada dua orang Anak TTS yang ikut meramaikan pesta demokrasi kali ini. Selain mama emi, ada juga bapak beni litelnoni. Sebagai anak TTS, saya berharap kita perlu mendukung ke dua sosok ini. Kedua sosok yang lahir dari rahim TTS, yang di pilih dan di persembahkan untuk NTT.

Saya rasa kita perlu memastikan bahwa di rumah besar TTS ini mereka tidak ditinggalkan atau berdiri sendiri. Tapi jika ada saudara-saudara yang memilih diluar ke dua paket ini pun, kita harus tetap menghargai dan menghormati pilihan politik tersebut. Hormat diberi.

Setelah mendengar pembicaraan masyarakat serta membaca status-status yang bertebaran di dinding-dinding facebook, banyak teman-teman yg mengatakan bahwa NTT butuh sosok pemimpin yang tegas. tp bagi saya, Ketegasan itu bukan soal berbicara dengan suara yang keras, dan ketegasan itu tidak ada sangkut pautnya dengan tubuh yang kekar atau tegap. Ketegasan itu soal kebijakan-kebijakan yang kedepan akan di buat, di eksekusi dan di kontrol secara terus menerus. Tentunya kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada kesejahtraan serta mampu menjawab permasalahan-permasalahan masyrakat NTT.

Dari sepenggal cerita diatas, Saya secara pribadi mengambil sikap untuk menjatuhkan pilihan kepada mama emi. Entahlah kenapa saya seakan begitu percaya kepada beliau..Tapi yang pasti, saya merindukan serta ingin ikut mencatat sejarah baru di NTT bahwa pada pesta demokrasi kali ini harus muncul seorang pemimpin perempuan yang lahir dari rahim bumi atoin meto. saya ingin ikut memastikan bahwa perempuan timor tidak berdiri sendiri pada pilkada NTT kali ini. Masih ada orang-orang yang terus mendukung Putra-Putri terbaik dari rumah besar TTS ini.

Lalu bgaimana jika mama emi kalah? Kalau mama emi harus kalah, saya pun ingin ikut merasakan kekecewaan dan kesedihan dari perempuan timor ini. Setelah itu, saya akan bercerita kepada adik-adik saya saat kami berjalan menuju sungai untuk menimba air. Saya akan bercerita bahwa kita harus bangga karna pernah ada perempuan timor yang tampil di pilgub NTT, meskipun ia  kalah.

Ya, ia kalah di medan pertempuran yang sulit dengan cuaca politik yang (mungkin) tidak bersahabat. Meskipun begitu kita harus bangga karna beliau tidak pasrah, beliau menunjukan bahwa ia kalah dengan pedang di tangan, kalah di medan pertempuran. Nama perempuan timor tersebut harus di catat dengan tinta emas, dan cerita-cerita tentang perempuan tersebut akan menjadi inspirasi bagi generasi muda timor ke depan. Generasi para petarung.. Salam

Mereka berdua (Mama emi & pak beni) boleh kalah tempat lain, tapi  mereka tidak boleh kalah di dalam rumah sendiri, rumah besar TTS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun