Mohon tunggu...
Honggo Wongso
Honggo Wongso Mohon Tunggu... -

Life Explorer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Janda yang Menjadi PSK, Demi Anak dan Keluarga

11 Juni 2016   23:20 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 3211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Demi anak ku bisa sekolah, demi membantu makan keluarga ku, biarpun harus mencari rezeki seperti ini, aku rela untuk mereka, kata Maya sambil mengusap air mata yang hampir menetes dibalik senyumnya. Raut muka Maya yang pilu pun begitu nampak setelah becerita mengenai keluarga dan anaknya walau mencoba menutupinya dengan tetap tersenyum. Begitulah pengorbanan dan yang menjadi semangat hidup seorang ibu yang menjadi seorang PSK (Pekerja Seks Komersial) yang mencurahkan isi hatinya dan menjadi tulang punggung keluarganya saat ini"

Kala itu siang menjelang sore, namun panas matahari masih terasa dan bercampur dengan gerimis disertai awan mendung (Kamis, 31 maret 2016). Aku berangkat diantar bersama teman ku robbi naik motor untuk observasi mengenai PSK (Pekerja Seks Komersial). Bermodalkan informasi yang ku dapat dari teman ku, aku dikenalkan dengan mbak Devi (aktifis dan sukarelawan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) wilayah DKI Jakarta) dan setelah bercerita mengenai maksud dan tujuan ku kami pun janjian untuk bertemu untuk membantu mempertemukan saya dengan salah satu PSK (Pekerja Seks Komersial). Kami janjian bertemu di Gor Ciracas jam 3 sore dengan perjanjian membawa berserta snack, minum, satu bungkus rokok, serta  amplop berisi uang untuk sumbangan untuk si PSK nanti.

Setelah sampai pada tempat yang dijanjikan kami pun bertemu mbak Devi berserta seorang PSK (Pekerja Seks Komersial). Setelah bertemu dan berkenalan langsung saja kami mencari tempat yang agak jauh dari keramaian demi menjaga privasi dan kenyamanan untuk mewawancari PSK (Pekerja Seks Komersial) tersebut. Kami pun duduk-duduk dilorong yang cukup tenang dan sedikit orang yang lewat, kemudian saya memulai observasi dengan PSK tersebut. Ibu Muda yang ku temui ini namanya Maya, biasa mangkal di Lokalisasi Boker, Ciracas, Jakarta Timur. Maya tinggal dikontrakan daerah Kalisari masih dekat dengan Lokalisasi Boker ini. 

Sedikit gambaran tentang Maya, beliau seorang berparas ayu layaknya wanita jawa walaupun tidak begitu cantik, warna kulitnya sawo matang, beliau memakai kaca mata baca dengan lensa minus 4. Maya yang kini berumur 32 tahun terlihat seperti seorang ibu muda pada umumnya dengan bertubuh ideal dan terlihat lumayan montok dan sintal dibaik kaos celana panjang ketat yang ia kenakan pada saat kita wawancara, dengan olesan lipstik tipis merah muda natural ada bibirnya, serta aroma harum parfumnya yang harum, cukup terbayang saat Maya memakai baju seksi dan bersolek maksimal kala mangkal tentunya cukup menggoda lelaki hidung belang. Maya orang yang ramah dan murah senyum, dan suka becanda, itulah membuat observasi ku begitu luwes dan penuh tawa serta candaan. Maya kini adalah seorang Janda yang dikaruniai dua orang anak. "Alhamdullilah dua anak ku perempuan semua dan orangtua dikampung semua sehat, anak ku ada yang berumur 14 tahun lagi mau masuk SMA, satu lagi 10 tahun masih SD" kata Maya dengan senyum lega diwajahnya.

Tinggal tanpa kehadiran suami (sudah pisah dengan suami dan tidak dinafkahi lagi) mengharuskan seorang Ibu dengan dua orang anak seperti Maya menjadi tulang punggung keluarga. Mengadu nasip di Jakarta sudah menjadi cara pandang yang umum pada masyarakat kita. Begitu juga bagi Maya ibu asal Tegal, Jawa Tengah yang merantau ke Jakarta tahun 2012. Maya meninggalkan anak dan orangtuanya dikampung dengan harapan menemukan rezeki dan peluang yang lebih baik di ibukota. Untuk sementara kedua anaknya tinggal dan diasuh oleh orangtua Maya yang bekerja dari usaha warung kecil-kecilan dikampung.

Awal kisah setelah sampai di Jakarta, bermodalkan info dan ajakan teman yang bekerja di pabrik, Maya pun diterima bekerja sebagai buruh pabrik disebuah pabrik di daerah Yonif Gandaria, Ciracas, Jakarta Timur. Setelah beberapa bulan Maya bekerja dengan baik, cobaan pun datang. Mendadak ia diberhentikan dengan alasan proyek pabrik tempat Maya bekerja sudah tidak terlalu banyak dan ternyata selama ini Maya hanya dihitung sebagai buruh harian lepas, namun pihak perusahaan memberi kesempatan jika Maya ingin menjadi buruh tetap di pabrik tersebut harus menyerahkan ijasah minimal SMP atau SMA. "Padahal saya bekerja baik-baik saja dan tidak pernah ada masalah di pabrik, namun dengan alasan demikian saya diberhentikan",kata Maya dengan sedikit menarik nafas. Maya hanya bisa pasrah akan kejadian itu dan tidak bisa melanjutkan bekerja disana karena beliau hanya lulusan SD dan tidak lulus SMP (hanya sampai kelas 2).

Setelah tidak bekerja Maya bingung sekali dalam mencari pekerjaan yang gajinya cukup untuk dirinya dan kebutuhan anak dan keluarganya di kampung. Karena ketebatasan ijasah dan kemampuan, membuatnya nganggur cukup lama, dan membuat Maya terpaksa numpang sementara dirumah tantenya yang kebetulan kontrakannya masih satu daerah dengannya jadi tidak begitu jauh untuk pindahan. Selama menumpang, Maya hanya tinggal sambil bantu-bantu dirumah tantenya, sambil sesekali mencari info pekerjaan. Dalam kebinggungannya Maya akhirnya mendapat kabar dari temannya kalau ada pekerjaan yang bisa dilakukan dengan latarbelakang pendidikannya, tanpa banyak tanya dan pikir panjang Maya pun datang dan mengiyakan.

Saat datang dan bertemu temannya Maya pun diberitahu akan pekerjaan yang ditawarkan oleh temannya itu dan terkejutlah Maya kala itu. Ternyata tawaran kerjanya adalah sebagai pemijat di Panti Pijat, sontak Maya pun bertanya "Panti Pijat? saya kan ga bisa pijat?" kata Maya yang bingung dan aneh pada saat itu. Lalu sahut temannya "Kamu mau kerja ga? May, gampang kok kerjanya cuma pijat-pijat doang, bayarannya lumayan, bisalah kamu cuma pijat-pijat doang" kata temannya untuk meyakinkan Maya kala itu, dan tanpa pikir panjang Maya pun mengiyakan karena butuh uang dan mencobanya pekerjaan itu. "Yah.. daripada ga ada, lumayan juga uangnya" kata Maya sambil sedikit tertawa kecil pada kami saat menceritakananya. Akhirnya Maya bekerja di Panti Pijat di daerah Pramuka, Ciracas, Jakarta Timur. 

"Aku masih polos banget pada waktu itu ga tau pijat itu apaan aja, eh taunya kaget juga pas pijat minta kok ada pegang-pegang gitu kan kaget banget" kata Maya sambil tertawa geli sambil mengingat kala itu. "Ya biarpun kaget sih awalnya.. saya jalanin aja lumayan uangnya cuma pijat-pijat biar pun biar pun pijatnya pake plus-plus" kata Maya sambil menahan tawa. Mendengar perkataan Maya datanglah sahutan dari Mbak Devi yang menemani ku observasi, "tapi nikmatin kan May?" kata Mbak Devi sambil tertawa geli, dan Maya pun hanya cuma bisa tertawa malu menjawabnya dengan rona muka yang seketika menjadi merah, dan tertawalah kita semua mendengar perbincangan itu. Dan dari panti pijat inilah Maya bisa memiliki penghasilan untuk menghidupi dirinya disana dan kirim uang untuk anak dan orangtua dikampung.

Jam kerja Maya selama di Panti Pijat ini dari jam 10 pagi sampe kira-kira jam 9 malam, "kalo soal tarifnya wah lumayan, cuma pijat-pijat aja 100 ribu rupiah untuk 1 jamnya tiap sekali pijat biasa, 150 ribu rupiah untuk 1 jamnya untuk pijat plus-plusnya, lalu kalo mau paket kamar 200 ribu rupiah, walau bagitu semua dipotong 50 ribu perpelanggan yg pijat sama kita oleh pemilik Panti dan untuk paket kamar ini setiap pelanggang yang main sama Maya juga bayar kamar lagi yang untuk punya 50 ribu sama yang punya Panti” kata Maya, lalu disana tiap bulan kita ada iuran ngasih 50ribu perbulan untuk yang punya toko untuk kebersihan dan uang keamanan. Suka dukanya dalam sebuah pekerjaan tentulah sesuatu yang tidak bisa kita hindari, begitu juga bagi Maya yang bekerja di Panti Pijat, "Aku pun pernah mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan yaitu ada yang pernah ga bayar, terus ada yang kasar main tangan, ada yang bentak-bentak pula ya namanya juga hidup", kata maya sambil tertawa kecil dan garuk-garuk kepala. "Tak terasa kurang lebih dua tahun aku jalani pekerjaan ini, cape sekali ternyata biarpun cuma pijat-pijat saja" kata Maya sambil menarik nafas diikuti tawa kecil. Lalu karena dirasa melelahkan dan kurang mencukupi biaya makan Maya yang sering ia relakan untuk memilih kirim uang ke kampung, dalam benak Maya pun tersirat untuk menjadi PSK saja dan akhirnya beliau memutuskan berhenti jadi tukang pijat. "Dipikir-pikir aku sama aja kerjanya, lalu tidak ada potongan serta iuran lagi, rasanya akan lebih lumayan" kata Maya. Dari situlah Maya mulai memutuskan menjadi PSK.

Ketika orang-orang kebanyakan sudah tertidur, beberapa sisi dunia malam ibukota pun mulai menampakan wajahnya. Salah satunya Lokalisasi Boker, yang semakin malam semakin menampak pesonanya. Dari lapak-lapak minuman keras, lapak judi yang semakin malam semakin ramai, lalu PSK (Pekerja Seks Komersial) yang mulai menampakan pesonanya kemolekan tubuh untuk yang menggoda lelaki hidung belang menjadi salah satu yang mewarnai dunia malam ibukota ini mulai menampakan dirinya. Kira-kira jam hampir tengah malam, Maya sudah bersolek maksimal dan tampil menggoda dengan baju seksi dan mangkal mencari pelanggan sampe subuh tiba. "Aku merasa lebih untung menjadi PSK, dengan tarif 150-200 ribu sekali ngamar denganpelanggan dengan durasi biasanya 5 – 10 menit lebih paling lama lalu dipotongdengan sewa kamar sebesar 20ribu saja untuk sekali pakainya, kalau ada yangsemalaman beliau mematok harga 500ribu. Dalam hal servis Mbak Maya maunya hanyayang normal aja ga mau main yang foreplay, blowjob atau main anal, dan beliaubiasanya akan memilih juga kalo soal pelanggan mabuk, kalo maboknya masih sadarbeliau mau tapi kalo parah beliau pasti nolak takut kasar sama ngamuk karena yanamanya juga mabuk berat ujarnya. Kadang Mbak Maya suka dapet pelanggan yangbawa mobil, dan tarifnya beda lagi ujar Mbak Maya mematok tarif 350-500 ribuuntuk short timenya lalu untuk kamar hotel tentu Mbak Maya tidak perlumengurusi karena kamar sudah ditanggung sama pelanggan yang ingin bermain lalutentu biasanya Mbak Maya akan minta dianterin lagi sama pelanggan ke tempatlokalisasi selesai main dalam perjanjiannya. “Selain lebih untung dan cepatsaya sambil nikmatin lagi haha” ujar Mbak Maya sambil tertawa. Dalam semalambisa 2-3 Pelanggan permalamnya, kalo lagi sepi 1-2, pernah sih sampe ga dapettapi Mbak Maya merasa mungkin lagi belom rezeki, penghasilan sebulan kira-kiramendapat 2,2 juta – 3 juta perbulannya. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun