Mohon tunggu...
hongcoollia surya titan p
hongcoollia surya titan p Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Mahasiswa PKN STAN yang sedang berproses mendapatkan gelarnya. Memiliki minat yang tinggi untuk mencoba hal baru dengan implementasi senang jajan, memasak walau tidak pandai, dan check-out barang lucu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peningkatan Tarif PPN 12% untuk Barang Mewah: Kebijakan Adil atau Beban Tambahan?

2 Februari 2025   10:20 Diperbarui: 2 Februari 2025   13:55 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, berdasarkan PMK 131/2024 Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), peningkatan tarif ini hanya berlaku bagi Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) yang tergolong barang mewah. Kebijakan ini menimbulkan perdebatan: apakah ini langkah yang adil untuk meningkatkan penerimaan negara atau justru menjadi beban tambahan bagi sektor tertentu?

Tujuan Kenaikan Tarif PPN untuk Barang Mewah

Peningkatan tarif PPN 12% terhadap BKP dan JKP tergolong barang mewah ini bertujuan untuk:

  • Meningkatkan Penerimaan Negara 

Dengan mengenakan pajak yang lebih tinggi pada barang mewah, pemerintah dapat memperoleh tambahan pemasukan untuk negara yang signifikan. Penerimaan pajak ini dapat digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan nasional, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan.

  • Menurunkan Tingkat Konsumsi Barang Mewah

Kenaikan tarif PPN dapat menurunkan daya beli kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi terhadap barang mewah. Ini dapat menciptakan pemerataan konsumsi, di mana pendapatan yang lebih tinggi tidak hanya diarahkan pada konsumsi barang mewah, tetapi juga ke sektor-sektor yang lebih produktif.

  • Menyesuaikan dengan Standar Global

Tidak sedikit negara yang telah menerapkan kebijakan tarif pajak yang lebih tinggi untuk barang mewah, seperti India, Thailand, Filipina, dan beberapa negara di Eropa seperti Prancis dan Inggris . Terobosan ini memungkinkan Indonesia untuk fit in terhadap kebijakan perpajakan internasional serta menghindari kesenjangan kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk penghindaran pajak.

Dampak Kebijakan bagi Pelaku Usaha dan Konsumen

A. Dampak bagi Pelaku Usaha

  • Industri barang mewah seperti otomotif kelas atas, perhiasan, dan properti eksklusif dapat mengalami penurunan permintaan, yang dapat berdampak pada penjualan dan strategi bisnis mereka.
  • Pelaku usaha mungkin perlu menyesuaikan strategi pemasaran atau menawarkan insentif kepada konsumen untuk mengimbangi efek kenaikan pajak.
  • Bisa terjadi pergeseran pembelian barang mewah ke luar negeri jika harga di Indonesia dianggap terlalu tinggi, yang dapat mengurangi penerimaan pajak domestik.

B. Dampak bagi Konsumen

  • Masyarakat kelas atas yang sering membeli barang luxurious seperti mobil mewah, perhiasan mahal, atau properti eksklusif akan merasakan kenaikan harga akibat tambahan pajak ini.
  • Masyarakat umum tidak akan terdampak secara langsung karena barang kebutuhan pokok sehari-hari tetap bebas dari kenaikan tarif PPN.

Pro dan Kontra terhadap Kebijakan Tarif PPN 12% untuk Barang Mewah

Kebijakan tarif pajak 12% tentunya menimbulkan perdebatan di masyarakat, sehingga pendapat pro dan kontra saling bermunculan. Masyarakat yang setuju dengan regulasi ini menilai kebijakan ini tidak membebani kebutuhan pokok masyarakat, karena hanya berlaku untuk barang mewah, yang artinya tidak akan mempengaruhi daya beli masyarakat menengah ke bawah. Selain itu, kebijakan ini dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa menekan ekonomi kelas bawah dan sejalan dengan pajak progresif yang bertujuan menciptakan keadilan sosial dengan mengenakan pajak lebih tinggi pada mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih besar. Di sisi lain, kebijakan ini juga dapat mengurangi konsumsi barang mewah yang kurang produktif dan mengalihkan belanja ke sektor-sektor lain yang lebih bermanfaat bagi perekonomian, seperti sektor industri lokal dan infrastruktur.

Namun, pihak yang tidak setuju dengan kebijakan ini menilai ada beberapa potensi dampak negatif dari kenaikan tarif pajak ini. Salah satunya adalah penurunan daya beli masyarakat kelas atas terhadap barang mewah, yang bisa berimbas pada industri barang mewah itu sendiri serta sektor-sektor terkait, seperti pariwisata kelas atas dan jasa yang bergantung pada konsumsi barang mewah. Selain itu, kebijakan ini berisiko mengarah pada penghindaran pajak, di mana konsumen beralih membeli barang mewah di luar negeri untuk menghindari beban pajak yang lebih tinggi, sehingga dapat mengurangi efektivitas dari kebijakan ini dalam meningkatkan penerimaan negara.

Alternatif Solusi untuk Mengurangi Dampak Negatif

Agar kebijakan ini berjalan efektif dan tanpa memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap ekonomi, beberapa langkah yang dapat diambil pemerintah antara lain:

- Insentif bagi Pelaku Usaha

Pemerintah dapat memberikan insentif bagi industri barang mewah agar tetap beroperasi di Indonesia, misalnya dengan pemotongan pajak pada bahan baku atau biaya produksi tertentu.

- Pengawasan Ketat terhadap Penghindaran Pajak

Pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap praktik penghindaran pajak dan memastikan bahwa pembelian barang mewah di luar negeri tetap dikenakan pajak yang sesuai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun