Sebelum kita melangkah lebih jauh lagi mengenai pembahasan tentang upah, lebih baik nya kita ulas dulu mengenai tenaga kerja dan apa sih hak-hak tenaga kerja yang berhak menerima upah dengan layak, masuk akal dan tentunya sesuai dengan syariat2 islam.
Tenaga kerja ? kata yang mungkin sudah tak asing lagi di telinga. Apa sih tenaga kerja itu ? . yang di maksud tenaga kerja di sini ialah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.Â
Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang di maksud tenaga kerja ialah segala usaha dan keistiqomahan yang di lakukan oleh orang yang bersangkutan untuk mendapatkan imbalan yang pantas dari suatu usaha yang di lakukannya.Â
Termasuk semua jenis kerja yang di lakukan ialah terkait fisik dan fikiran. Tenaga kerja juga menjadi salah satu faktor utama bagi kelangsungan hidup populasi, karna tanpa tenaga kerja semua kekayaan alam yang ada di indonesia sendiri maupun di luar indonesia tidak akan berguna bila tidak di eklploitasi oleh manusia dan di olah oleh buruh, yang mana buruh tersebut juga bisa di katakan tenaga kerja.Â
Demikian apa sih hak-hak pekerja dalam perspektif islam ? yang pertama ialah kemerdekaan manusia, bahwa islam disini tidak mentolerir sistem perbudakan sebagaimana yang pernah ada pada masa jahiliyah, dimana pada masa itu budak tidak akan mendapatkan sepeser upah pun bahkan ia diperlakukan tidak sepantasnya seperti halnya hewan peliharaan yang bisa di perlakukan sesuai keinginan.Â
Yang kedua ialah prinsip kemuliaan derajat manusia, bahwa islam menempatkan setiap manusia, apapun jenis provesinya, ia akan tetap dalam posisi yang mulia dan terhormat, karena manusia adalah salah satu ciptaan allah yang paling sempurna. Salah satunya ialah akal yang telah menyatu pada diri manusia dan menjadi pembeda antara manusia sebagai ciptaan paling sempurna dengan hewan yang semenjak diciptakan memang sudah tidak memiliki akal. Islam juga sangat memuliakan nilai kemanusiaan setiap insan.Â
Yang ketiga ialah keadilan dan anti-deskriminasi. Dan yang terakhir ialah kelayakan upah pekerja. Yang di maksud kelayakan upah itu bahwa si pekerja wajib menerima upah sesuai dengan keringat ataupun pikiran yang telah ia berikan demi memenuhi pekerjaan yang di sandangnya tersebut. Dan pemberian upah sesuai dengan kesepakatan diantara keduanya, entah itu per bulan ataupun per hari.
Nah, dari sedikit ulasan di atas pasti yang kita tau bahwasanya bila seseorang sudah memenuhi pekerjaan yang di lakukan sesuai dengan konteksnya maka ia berhak mendapatkan gaji atau bisa kita sebut juga sebagai upah. Â
Dimana, tenaga kerja dan upah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat di pisahkan lagi. Â Pembagian upah di sini ada 2 golongan. Yang pertama ialah upah yang telah disebutkan (ajrul musamma) yaitu upah yang telah di sebutkan pada awal transaksi, syaratnya adalah ketika disebutkan harus disertai adanya kerelaan(diterima) oleh kedua pihak.Â
Dan  yang kedua upah yang sepadan (ajrul mistli) adalah upah yang sepadan dan kerjanya sepadan dengan kondisi pekerjaannya. Afzalur rahman juga mendefinisikan upah sebagai harga yang di bayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja di beri imbalan atas jasanya yang di sebut upah. Dengan kata lain, upah adalah harga dari tenaga yang di bayar atas jasanya dalam produksi.
Pengupahan tenaga kerja didasarkan pada nilai produk margin (value of marginal product) juga didasarkan pada nilai keberkahan dan intensitas efisiensi. Berkah akan didapat jika berdasarkan prinsip-prinsip islam. Tenaga kerja dalam perspektif islam, selalu di tuntut untuk terus belajar agar memperoleh perbaikan termasuk dalam hal bekerja.Â
Karna sejatinya pekerja akan mendapatkan dua imbalan, yang pertama ialah dari yang memberi pekerjaan atau si majikan yaitu berupa sesuatu yang berguna di dunia(Upah), sedangkan yang kedua ialah pekerja akan mendapatkan pahala dari allah sesuai dengan keikhlasannya dalam melakukan pekerjaan tersebut guna kelak di akhirat.
Allah juga mengharamkan bagi siapapun yang menunda pemberian upah kepada pekerja padahal ia mampu menunaikannya tepat waktu. Sesuai dengan hadits nabi yang artinya "Berikanlah kepadamu seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering"(HR. Ibnu Majah, shahih). Nah, maksud dari hadits tersebut ialah untuk bersegera menunaikan hak si pekerja yaitu memberinya upah atas apa yang telah ia kerjakan sesuai dengan ketentuan yang telah di sepakati bersama.
Menunda penurunan gaji semisal kepada pegawai padahal ia mampu untuk membayarnya adalah termasuk kezholiman. Sebagaimana dengan sabda Nabi saw. yang artinya "Menunda penunaian kewajiban  (bagi yang mampu) termasuk kedholiman" (HR. Bukhori no. 2400 dan Muslim no. 1564). Bahkan orang seperti itu halal kehormatannya dan layak mendapatkan hukuman, sebagaimana sabda Nabi saw.Â
Yang artinya "Orang yang menunda kewajiban, halal kehormatannya dan pantas mendapatkan hukuman"(HR. Abu Daud no. 3628, An Nisa-i no. 4689, Ibnu Majah no. 2427, hasan). Maksud halal kehormatannaya, boleh saja kita katakan pada orang lain bahwa majikan ini biasa menunda kewajiban menunaikan gaji dan dzolim.
Masalah upah ini sangatlah penting dan berdampak sangat luas. Upah pekerja akan berdampak pada kemampuan daya beli yang akhirnya mempengaruhi standart kehidupan pekerja dan keluarganya, bahkan masayarakat umum. Jatuhnya daya beli masyarakat dalam waktu panjang sangat merugikan industri-industri yang menyediakan barang-barang konsumsi.Â
Di samping itu, ketidak adilan terhadap golongan pekerja akan menyebabkan kekacauan dan menimbulkan aksi terhadap industri berupa pemogokan kerja. Nah, itu akan berdampak sangat luas dalam konteks ekonomi. Bila mana suatu industri bahan pangan ataupun sandang sudah tidak bisa diolah kembali akibat mogoknya para pekerja, itu akan berdampak pada warga sekitar yang masih mebutuhkan produk-produk tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H