Mata udah mulai senyap-senyap, gonggongan anjing bersahutan di sudut kebun menambah syahdu dini hari yang senyap. Meneguk segelas kopi strong yang di seduh ala Vietnam Drip 4 jam sebelumnya, membuat mata ini menyala terang bak handphone full charge, dalam kegamangan, teringatlah percakapan antara saya dan Efa Zeppellini, seorang teman berkebangsaan Italia yang tinggal di rumah kami sejak tiga minggu silam bersama dua orang anak manisnya.
Kami banyak membicang topik-topik pendidikan anak, termasuk beberapa metode belajar untuk anak yang populer di kalangan pendidik anak usia dini, sebutlah Montessori yang ditemukan oleh Dr. Maria Montessori dari Italia pada tahun 1900, dan pendidikan Waldorf yang digagas oleh Rudolf Steiner, seorang filsuf asal Austria pada tahun 1919, termasuk sesekali membahas sistem pendidikan di beberapa negara di Asia Tenggara dan di Jerman tempat Efa bersama keluarganya menetap.Â
Kemudian terbersitlah saya mencari beberapa film pendidikan anak yang bisa menambah wawasan pikir sebagai seorang pendidik yang berkecimpung di dunia anak, beberapa judul film pendidikan yang telah beberapa kali saya tonton seperti, Inside Out, Every Child is Special, Captain Fantastic, Gifted, Freedom Writer, Monalisa Smile, kesemuanya adalah sumber referensi dari film yang sangat memudahkan saya memahami sisi-sisi menarik dunia pendidikan dari berbagai belahan dunia.Â
Pencarian berlanjut dengan key word "Film Wajib Tonton 2019", dan top rating selalu muncul di laman paling top yaitu "Bohemian Rhapsody". Sebenarnya saya tidak begitu tertarik dengan film-film keluaran Hollywood dengan karakteristik heroik futuristik yang minim rasa. Namun film ini agak membuat saya penasaran melihat traillernya, padahal perasaan under-estimate itu sudah membayangi, "ah palingan kalau udah nonton traillernya udah tahu keseluruhan ceritanya", dan lagi-lagi perasaan penasaran bertambah saat mengingat lirik bismillah di dalam lagu Queen, dan lirik "mamamia" yang tak lagi asing ditelinga karena setiap hari mendengarnya dari Efa bersama anak-anaknya.Â
Awalnya menasar lama-lama menaksir, mungkin ini yang membuat mata terang saya bertahan hingga pagi hari pukul 05:00 demi menyelesaikan film keren ini, Rami Malek  yang memerankan Freddie Mercuri pun saya anggap tak memiliki cacat barang secuil, sejak awal hingga akhir seluruhnya apik dan sempurna. Satu-satunya film hollywood yang mampu membuat mata saya bercucur air mata hingga tiga kali. Karena rasa yang ditinggalkan begitu kuat, pula inspirasi yang saya dapat dengan melihatnya dari sudut pandang pendidikan, maka saya merasa perlu  menarasikannya menjadi memori indah yang akan saya kenang.Â
Freddie yang lahir dari keluarga India yang kemudian pindah ke Inggris, dibesarkan oleh seorang Ibu yang penuh cinta menerima keunikannya. Dengan 4 gigi depan yang menonjol tak menjadikan dirinya hilang rasa percaya diri, dan menjadikan keunikannya sebagai berkah yang pada akhirnya mengantar dirinya menjadi seorang legenda dunia. Meski ejekan, cercaan sebagaimana dia ungkapkan di dalam lirik lagu "We Are The Champion" malah mampu dia lahap menjadi energi sempurna menjadi seorang juara.Â
Keputusannya mengorbankan cinta tulus seorang Mary demi pemenuhan hasrat seksualnya yang menyimpang sebagai seorang Gay, yang pada akhirnya karena keserakahan, ketenaran, keangkuhan, dan kepuasan seksualnya yang menyatu padu menjadi penyebab dirinya harus meninggal muda karena penyakit AIDS. Di titik inilah, saya tak mampu membendung air mata saat dirinya merasa ingin kembali kepada sang Ibu, di mana seorang pecinta bernama Mary yang selalu setia meski dikhianati tetap mendukung dan menjadi pengetuk jiwanya yang gersang dalam gelimang kemewahan dunia, "Mereka tak tulus mencintaimu, maka kembalilah, kembalilah ke rumah Freddie". Kata Mary.Â
Dia gamang tak berkutik, bahwa rumah tempat kembalinya adalah mereka yang senantiasa tulus tanpa pamrih mencurahkan kasih sayangnya melintas ruang dan waktu. Â Sang Ibu dan keluarganya akan menunggu kembalinya jiwa-jiwa yang lelah mengejar dunia. Kekosongan jiwanya pun dilampiaskan melalui lirik penuh makna, yang masih bingung akan kehidupannya nyata ataukah hanya fantasi, yang kecewa pada dirinya sendiri dan tak tega melihat ibunya menangis karena ketersesatanya dalam lingkaran syaitan yang tak mampu dirinya membebaskan diri, emosi meluap dalam lagu Bohemian Rhapsody, berikut liriknya.
Is this the real life?
Is this just fantasy?
Caught in a landslide, No escape from reality
Open your eyes, Look up to the skies and see,
I'm just a poor boy, I need no sympathy
Because I'm easy come, easy go, Little high,Â
little low Any way the wind blowsÂ
doesn't really matter to me, to me
Mama, just killed a man,Â
Put a gun against his head
Pulled my trigger, now he's dead
Mama, life had just begun
But now I've gone and thrown it all away
Mama, ooh, Didn't mean to make you cry
If I'm not back again this time tomorrow
carry on, carry on as if nothing really matters .
Film ini menjadi inspirasi bahwa kasih sayang seorang Ibu akan menjadi pelipur lara bagi anak-anaknya yang terbang mengepak sayap demi mencapai cita dan hasratnya, dengan segala pilihan hidup yang akan dilakoni anak-anaknya, ibu tetaplah ibu, yang siap menengadahkan tangganya, dekapannya menunggu anak-anak tercinta mereka pulang setelah tersesat dengan hasrat tanpa batasnya, di mana titip klimaks pencapaian dunia, Ibu senantiasa hadir dalam cinta yang melimpah untuk membantu anak-anaknya menemukan Tuhan. Yang bahkan seorang Freddie saja merasa tak pantas dilahirkan ke dunia, sebagaimana luapan rasanya di lirik selanjutnya:Â
Goodbye, ev'rybody, I've got to go
Gotta leave you all behind and face the truth
Mama, ooh, I don't want to die
sometimes wish I'd never been born at all
Dia lelah, alur musik yang mendayu di awal, sebagai seorang awam ingin menggambarkan perasaan Freddie yang awalnya tenang, kemudian mencapai klimaks karir musik bersahut seriosa, kemudian irama kembali melemah seolah ingin menyampaikan kepada dunia, bahwa saya lelah dan ingin membebaskan diri dari jeratan syaitan terkutuk di dalam diri.
(Oh mama mia, mama mia.)Â
Mama mia, let me go
Beelzebub has a devil put aside for me, for me, for meÂ
Yang akhirnya dirinya menyadari bahwa kesuksesan dan limpahan hartanya tak pula mampu menghalangi kematian menjemputnya, dan Tuhan boleh jadi sedang dicarinya melalui agama-agama yang ingin coba dipelajarinya termasuk ketika dirinya membuat dunia bingung dengan arti kata "Bismillah". Dia yang unik, dia yang cerdas, dia yang jujur mengakui penyimpangannya, tetap menjadi legenda yang menyimpan banyak misteri. Namun Ibunya menjadi pemeluk jiwanya yang mungkin lelah menemukan siapa Tuhannya, sebagaimana menjadi penutup di dalam lagu sepanjang masa miliknya, berikut ini:Â
So you think you can stone meÂ
and spit in my eye
So you think you can love me and leave me to die
Oh, baby, can't do this to me, baby
Just gotta get out, just gotta get right outta here
Nothing really matters, Anyone can see
Nothing really matters
Nothing really matters to meÂ
Belopa, 29 Maret 2019
Mazra Yasir Ashar Sabry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H