Pendidikan di Indonesia merupakan hal terpenting yang wajib dimiliki setiap masyarakat. Dengan memperoleh pendidikan, masyarakat bisa mendapatkan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk meraih masa depan. Sebab itu pemerintah memberikan berbagai fasilitas agar setiap masyarakat dapat memperoleh pendidikan.
Dalam menempuh pendidikan, terdapat proses belajar mengajar yang terjadi sehingga terdapat pertukaran pengetahuan yang dapat disebut dengan proses pembelajaran. Pendidikan dapat ditempuh secara formal maupun informal. Pendidikan formal merupakan jalan yang umun digunakan pada masyarakat Indonesia.
Pada pendidikan formal, proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas pada suatu sekolah dengan kondisi murid yang cukup banyak dalam satu kelasnya. Waktu belajar pada pendidikan formal juga sudah diatur oleh negara sehingga pesertanya harus mengikuti aturan tersebut. Pada pendidikan informal biasa terjadi di rumah pribadi, badan kursus atau gedung tertentu dengan jam belajar yang lebih fleksibel.
Pada pendidikan formal, terbagi menjadi beberapa fase menyesuaikan umur dan kemampuan dari masing - masing anak. Fase tersebut dimulai dari Playgroup, Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) maupun sederajat , Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat. Aturan di Indonesia mengenal sebuah sistem yaitu wajib sekolah 12 tahun yaitu SD selama 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun.
Setelah menempuh pendidikan selama 12 tahun, terdapat pilihan untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi yaitu Diploma, Sarjana, Magister, dan Doktor. Tidak sedikit anak muda di Indonesia yang ingin meraih pendidikan tinggi hingga berkuliah di luar negeri. Hal ini menunjukkan antusias masyarakat Indonesia dalam menempuh pendidikan.
Pada fase pendidikan tinggi ini, peserta didik dikenal dengan sebutan mahasiswa dan tenaga pengajarnya dikenal dengan sebutan dosen dimana proses belajar mengajar dilakukan di kampus/universitas. Level pendidikan dan ilmu pengetahuan pada fase tidak seperti pada fase sebelumnya. Mahasiswa dituntut untuk aktif dan berpikiran terbuka dalam menemukan masalah dan mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Pada masa perkuliahan, banyak juga mahasiswa yang berkeinginan menjadi asisten dosen. Berbagai faktor melatarbelakangi mahasiswa untuk menjadi asisten dosen baik  faktor finansial, edukasi maupun masalah asmara. Faktor - faktor tersebut tidak menjadi masalah selama tanggung jawab sebagai asisten dosen tetap terpenuhi.
Perlu dipahami bahwa menjadi asisten dosen bukan untuk beradu gengsi atau hanya sekadar untuk mengincar adik tingkat. Asisten dosen merupakan tangan kanan dari dosen yang dipercaya untuk membantu proses belajar mengajar dan praktikum yang ada di kampus. Asisten dosen memiliki tanggung jawab yang besar dan ikut berperan penting dalam kemajuan pengetahuan mahasiswa baru.
Apabila asisten dosen tidak kompeten maka yang akan menjadi korban adalah adik tingkat yang menjadi peserta didik dari asisten dosen. Asisten dosen yang tidak memahami materi pembelajaran, metode praktikum yang harus dikerjakan serta tidak memiliki kemampuan mengajar yang baik akan menyulitkan peserta didik/praktikan dalam mempelajari materi. Asisten dosen perlu memahami kondisi seperti ini agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara mahasiswa dan dosen ketika mereka ditanya.
Tidak hanya masalah teknis dalam sistem pengajaran dan praktikum, asisten dosen juga bertanggungjawab dalam memperhatikan pembuatan laporan praktikum dari peserta didik/praktikan. Asisten dosen harus mampu memberikan pemahaman dalam pembuatan laporan sehingga praktikan memiliki pengetahuan dasar dalam pembuatan laporan praktikum. Asisten dosen harus mampu memberikan penjelasan terkait pendahuluan, tujuan praktikum, hingga membuat pembahasan.