Mohon tunggu...
Holy Ichda Wahyuni
Holy Ichda Wahyuni Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FKIP UM Surabaya

Menulis adalah bekerja untuk keabadian (Pramoedya A. Toer)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Avatar Pengendali Air adalah Kita

28 September 2021   21:50 Diperbarui: 30 September 2021   00:45 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air merupakan elemen yang penting bagi kehidupan makhluk hidup. 

Manusia, binatang, serta tumbuhan membutuhkan air sepanjang hidupnya. Sebagian besar elemen bumi terdiri dari air, sehingga yang terjadi, keberadaan air ini seolah dianggap tak akan habis. 

Anggapan tersebut tampaknya terlalu terburu-buru, karena faktanya kasus kekeringan dan krisis air telah banyak  terjadi di berbagai wilayah.

Mengapa kasus krisis air bisa terjadi? Tentu saja hal ini disebabkan oleh faktor yang tidak tunggal. 

Globalisasi industri, kecepatan pertumbuhan penduduk dan pemukiman, pemanasan global (curah hujan, evaporasi, iklim ekstrim), pencemaran, serta deforestasi hutan adalah beberapa di antara penyebabnya.

Lantas bagaimana upaya untuk mencegah dan mengatasi permasalahan kekurangan air? Banyak sekali rekayasa inovasi teknologi dalam upaya pengelolaan air ini, akan tetapi, satu hal yang semestinya perlu kita sadari dan sepakati bersama.

Bahwa ibarat seorang avatar pengendali air, keberadaan air di bumi ini sangat bergantung kepada kita, tangan manusia. 

Pernyataan tersebut terdengar sebagai slogan klasik, tetapi inilah kenyataan yang ada, bagaimanapun kemutahiran teknologi untuk pengelolaan air agar tetap tersedia, jika sifat eksploitatif masih menjamur dalam diri manusia, maka semua akan musproh.

Pemanfaatan Air di Indonesia

Kebutuhan dan pemanfaatan air khususnya bagi manusia terbagi-bagi menjadi banyak kategori. 

Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk minum dan memasak tentu saja berbeda dengan air yang dibutuhkan untuk mencuci, dari sini kita tahu satu hal, bahwa air yang tersedia di bumi masih perlu dipilah, serta diolah sedemikian rupa agar mencukupi seluruh kebutuhan yang vital.

Bersumber dari BPS-Statistik Air Bersih (2020) kebutuhan air bersih selama kurun waktu lima tahun terakhir meningkat dua kali lipat menjadi 4,1 miliar m3 per tahun. 

Indonesia sebagai negara tropis dengan curah hujan tinggi, maka pemanfaatan air hujan menjadi salah satu alternatif pilihan sebagai solusi penyediaan air bersih bagi masyarakat. 

Selain air hujan, kita juga mengenal air tanah dan air permukaan yang dimanfaatkan dalam kehidupan manusia.

Strategi Pengelolaan Air di Indonesia

Undang Undang Dasar 1945 dalam pasal 33  ayat 3 menyebutkan bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Term "dipergunakan" dalam isi Undang-Undang tersebut tidak seharusnya menjadikan kita akhirnya menghambur-hamburkan air. Kata "dipergunakan" dalam hal ini semestinya dimaknai memanfaatkan dan mengelolah agar tetap terjaga dan tersedia. 

Karena logikanya: bagaimana bisa dipegunakan untuk kemakmuran rakyat jika ketersediannya terancam langka.

Seperti yang kita tahu globalisasi industri, kecepatan pertumbuhan penduduk dan pemukiman, pemanasan global (curah hujan, evaporasi, iklim ekstrim), pencemaran, serta deforestasi hutan merupakan beberapa di antara penyebab terjadinya kekurangan tersedianya air.

Sejauh ini beberapa strategi telah dilakukan oleh pemerintah dan stake holder terkait dalam menanggulangi krisis air akibat permasalahan di atas. 

Di antaranya Pengaturan tata ruang, aspek legal melalui pembinaan dan penegakan hukum, perlindungan sumber air, pemanfaatan teknologi tepat guna seperti rain water harvesting, RO, serta konservasi air (Sukmana, 2021).

Namun, bagaimana dengan implementasinya di lapangan? Sebut saja aspek legal dengan penegakan hukum melalui AMDAL. Nyatanya, fenomena pencemaran yang disebabkan oleh pengolahan limbah terbatas dari pelaku industru masih banyak terjadi. 

Deforestasi untuk tujuan pembangunan fisik juga semakin menjadi. Penegakan hukum yang dilaksanakan hanya sebagai formalitas membuat regulasi perlindungan sumber daya alam ini masih terkesan lemah.

Sehingga kembali lagi pada statemen di awal tulisan ini, bahwa nasib ketersediaan air terletak pada diri kita, manusia. Ibarat seorang avatar pengendali air, melalui hal-hal sederhana hingga gebrakan besar dapat terwujud ketika kesadaran itu terbentuk.

Anjuran-anjuran seperti menggunakan air secukupnya, mematikan kran saat tak digunakan, harusnya masih dan tetap harus dijalankan. Disusul dengan gebrakan-gebrakan besar seperti penemuan teknologi mutahir.

Aliran air adalah kehidupan, apakah ia akan terus mengalir atau hanya bersisa tetes-tetes kerontang? Hanya kita yang bisa menjawab dan bertanggungjawab. 

Prediksi ilmuan bahwa puluhan tahun lagi bumi ini akan gersang tanpa air, adalah peringatan besar yang seharusnya bisa membuat kita berpikir beratus kali untuk menghamburkan air atau mencemari sumber-sumbernya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun