Mohon tunggu...
HOLLY
HOLLY Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis berdasarkan apa yang saya lihat dan rasakan, bukan berdasarkan 'Katanya'. Apabila ada yang mau sharing pendapat atau pertanyaan, silahkan chat ke email berikut Email : hollylubis@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalimat 'Magis' di Karya Paulo Coelho (The Zahir)

18 Februari 2015   21:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:56 1342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya senang membaca, klasik kedengarannya, tapi itulah kenyataannya. Berbagai buku-buku sudah saya baca dan selalu ada rasa terpuaskan ketika membaca buku tersebut sampai habis. Tapi, saya belum pernah merasakan perasaan yang luar biasa kagum terhadap sebuah buku sampai saya harus membaca kalimat tiap kalimat secara berulang. Kalimat-kalimat tersebut seperti “Magis”.Buku tersebut berjudul “The Zahir” karya Paulo Coelho. Saya baru pertama kali membaca bukunya, tapi bukan berarti saya tidak pernah mendengar namanya.

Yang membuat saya kagum dengan buku tersebut adalah, makna disetiap kalimat yang sulit dimengerti sehingga harus membaca berulang kali, akan tetapi sarat makna yang begitu dalam dan menusuk. Saya tidak akan membahas isi bukunya mengenai apa dan jalan ceritanya bagaimana.

Disini saya hanya akan berbagi tentang kalimat-kalimat yang membuat saya kagum ketika membacanya, sampai saya harus menandai kalimat-kalimat tersebut untuk dibaca berulang agar dimengerti. Mungkin anda pun harus pelan-pelan membaca setiap katanya agar mudah dimengerti. Sebelumnya saya akan memberikan Sinopsis sesuai yang tertera dibelakang buku, agar anda mempunyai gambaran.

Sinopsis:

Seorang suami ditinggalkan istrinya tanpa alasan, tanpa jejak. Kepergiannya menimbulkan pertanyaan besar yang makin menggerogoti hati dan pikiran, kenangan yang ditinggalkannya tak terhapuskan, hingga menjadi obsesi yang nyaris membawa sang suami pada kegilaan. Untuk menjawa pertanyaan “Mengapa” itu, sang suami menelusuri kembali jejak kebersamaannya dengan sang istri, hal-hal yang terjadi dalam perkawinan mereka, hingga terjadinya perpisahan itu. Pencarian ini membawanya keluar dari dunianya yang aman tenteram, ke jalur yang tidak dikenalnya, dan membuka matanya terhadap makna cinta serta kekuatan takdir.

Saya tekankan kembali, poin-poin kalimat dibawah ini hanya sekedar kutipan—seperti kata-kata motivasi saja, tidak membahas apa maksud isi bukunya.


  • Dimulai dengan pengertian Zahir

“Menurut pengarang Jorge Luis Borges, ide mengenai Zahir berasal dari tradisi islam dan diperkirakan muncul pada sekitar abad delapan belas. Zahir, dalam bahasa Arab, berarti terlihat, ada, tak mungkin diabaikan. Zahir adalah seseorang atau sesuatu yang , sekali kita mengadakan kontak dengannya atau dengan itu, lambat laun memenuhi seluruh pikiran kita, sampai kita tak bisa berpikir tentang  hal-hal lain. Keadaan itu bisa dianggap sebagai tingkat kesucian atau kegilaan.”(Prolog)

Faubourg Saint-Peres,

Encyclopaedia of the Fantastic (1953)


  • Kebebasan

“Sementara aku berjuang, kudengar orang-orang lain bicara dengan mengatasnamakan kebebasan, dan semakin sengit mereka membela hak yang tidak ada duanya ini, semakin dalam mereka tenggelam sebagai budak dari keinginan para orangtua mereka, perkawinan dimana mereka berjanji dalam “ikatan seumur hidup”, timbangan di kamar mandi mereka, diet mereka, proyek-proyek setengah jadi, kekasih-kekasih pada siapa mereka tak mampu mengatakan “Tidak” atau “Semua sudah berakhir”, pada akhir-akhir minggu ketika mereka merasa berkewajiban makan siang dengan orang-orang yang sama sekali tidak mereka sukai. Budak dari kemewahan, dari kesan kemewahan, dari kesan yang mengesankan kemewahan. Budak dari kehidupan yang bukan pilihan mereka, tapi mereka putuskan untuk mereka jalani karena seseorang telah  berhasil meyakinkan mereka bahwa itulah yang terbaik. Dengan begitu berlalulah hari-hari dan malam-malam mereka, hari-hari dan malam-malam yang persis sama dengan hari-hari dan malam-malam sebelumnya, dan hari-hari serta malam-malam setelahnya, hari-hari dan malam-malam dimana petualangan hanyalah sebuah kata di dalam buku atau tayangan televisi yang selalu menyala, dan setiap kali pintu dibuka, mereka akan berkata “Aku tidak tertarik, aku sedang tidak ingin”. Bagaimana mungkin mereka tahu mereka sedang ingin atau sedang tak ingin kalau mereka belum pernah mencoba? Tapi tak ada gunanya menanyakan pada mereka sebetulnya, mereka takut akan perubahan yang bisa menjungkirbalikkan dunia dimana mereka sudah merasa nyaman. (Hlm. 21-22)


  • Ketegaran yang lebih terlihat sebagai keputusasaan dan pelarian diri dari masalah

“Kedengarannya aneh: lebih baik kujalani saja deritaku ini, seperti di masa-masa lalu, ketika orang-orang yang kucintai meninggalkanku. Lebih baik kurawat saja luka-lukaku, seperti yang kulakukan di masa-masa lampau. Untuk beberapa lama, pikiranku akan terobsesi olehnya, hidupku akan terasa pahit, aku akan membuat bosan teman-temanku karena yang kubicarakan tidak lain kepergian istriku. Aku akan mencoba mencari pembenaran atas peristiwa ini, menghabiskan hari-hari dan malam-malam mengingat-ingat setiap saat yang kuhabiskan bersamanya, aku akan mengambil kesimpulan bahwa dia terlalu banyak menuntut, walaupun aku telah berusaha sedapat mungkin membahagiakannya.  Aku akan bertemu wanita-wanita lain. Saat berjalan di jalan, aku akan selalu melihat wanita-wanita yang mirip dia. Aku akan menderita berhari-hari dan bermalam-malam, bermalam-malam dan berhari-hari. Itu bisa berlangsung sampai beberapa minggu, bulan, mungkin tahun, atau bahkan lebih. Sampai suatu pagi, aku bangun dan mendapati diriku, berpikir tentag hal lain, dan aku tahu bahwa yang terburuk sudah lewat. Hatiku mungkin masih sakit, tapi akan pulih, dan akan mampu lagi melihat keindahan hidup. Itu pernah terjadi, dan akan terjadi lagi, aku yakin. Bila seseorang pergi, itu karena seseorang lain sudah waktunya datang—aku akan kembali menemukan cinta. (Hlm.30-31)


  • Pengertian “Bank Budi”

“Apa yang dimaksud dengan Bank Budi?””istilah itu dikenalkan pertama kali oleh seorang penulis Amerika. Bank Budi adalah bank paling kuat di dunia, dan kau bisa menemukannya di setiap aspek kehidupan. Bank Budi sama halnya dengan Bank-Bank lain ada istilah rekening. Rekening di dalam Bank budi bukanlah simpanan uang, tapi kontak. Kontak untuk memperluas jaringan, yang berguna ketika seseorang memberikan kontak-kontak orang yang dikenalnya kepada orang lain dengan tujuan membantu dalam suatu hal. Secara tidak langsung orang yang diberikan kontak akan berutang budi pada yang memberikan kontak. Dalam dialog, Esther berkata, “suatu hari, aku akan minta tolong padamu dan kau bisa saja mengatakan ‘Tidak’, tapi kau sadari bahwa kau berutang budi padaku. Kau lakukan apa yang kuminta, aku terus membantumu, dan orang-orang lain melihat kau orang yang tahu membalas budi, jadi mereka pun mulai menyimpan di rekeningmu—selalu dalam bentuk kontak. Mereka pun suatu hari akan minta bantuan padamu, dan kau akan menghormati dan membantu orang-orang yang pernah membantumu, dan, pada saatnya jaringanmu akan melebar keseluruh penjuru dunia, kau akan kenal semua orang yang perlu kau kenal, dan pengaruhmu akan tumbuh semakin besar.” Apa yang terjadi ketika menolak permintaan? Bank Budi adalah investasi berisiko, seperti bank-bank lain, kau bisa menolak permintaan bantuan tersebut, tapi mulai saat itu, semua orang tahu, tanpa perlu adanya ucapan sepatah kata pun, bahwa kau tidak bisa dipercaya. “potensimu tidak akan tumbuh maksimal, dan pasti tidak sebesar yang kau inginkan. Pada suatu titik, hidupmu mulai menurun.”(Hlm.53-55)


  • Arti Kebahagiaan yang sebenarnya

“Sebagian orang tampak  bahagia, tapi mereka sebetulnya tidak pernah memikirkan hal itu dengan sungguh-sungguh. Sebagian lain membuat rencana; aku ingin punya suami, rumah, dua orang anak, rumah peristirahatan di luar kota. Selama mereka sibuk dengan itu, mereka bagaikan banteng yang mencari matador: mereka bereaksi secara naluriah, mereka menabrak-nabrak, tanpa mengetahui tujuan mereka. Mereka bisa punya mobil, kadang-kadang bahkan Ferrari, dan mereka mengira itulah arti hidup ini, dan mereka tidak pernah mempertanyak hal itu. Tapi mata mereka menyorotkan kesedihan yang bahkan tidak mereka sadari ada di dalam jiwa mereka.”

“ Aku tidak tahu apakah semua orang tidak bahagia. Aku tahu mereka semua sibuk kerja lembur, kuatir tentang anak-anak mereka, suami mereka, karir mereka, gelar mereka, apa yang akan mereka kerjakan besok, apa yang perlu mereka beli, apa yang perlu mereka miliki agar tidak merasa rendah diri, dsb. Sedikit sekali orang yang betul-betuk berkata padaku, ‘Aku tidak bahagia’. Sebagian besar berkata ‘aku baik-baik saja, aku punya yang kuingini.’ Lalu aku tanya, ‘apa yang membuatmu bahagia?’jawabannya, ‘aku sudah memiliki segala sesuatu yangmenjadi keinginan siapapun—keluarga, rumah, pekerjaan, kesehatan.’aku bertanya lagi, ‘pernahkah kau berpikir apakah hidup ini hanya berisi hal-hal itu saja?’jawabannya, ‘ya, itulah semuanya’. Aku mendesak, ‘jadi, arti hidup adalah kerja, keluarga, anak-anak yang tumbuh dewasa dan meninggalkanmu, istri atau suami yang lambat laun lebih terasa sebagai teman daripada kekasih. Dan tentu saja, suatu hari kerjamu akan berakhir juga. Lalu apa yang bakal kau lakukan?’jawabannya: tidak ada jawaban. Mereka megalihkan topik pembicaraan.”(Hlm.59-60)


  • Bangkit dari Putus Asa

“Aku punya perasaan bahwa jika aku berhenti, hidup bakal tak berarti”(Hlm.61)


  • Potensi “Magis” dalam diri setiap orang

“Mengetahui itu tidak mengubah apapun. Orang berusaha keras untuk lupa, dan tidak mau menerima kenyataan bahwa sebetulnya mereka memiliki potensi ‘magis’yang sangat kuat, karena hal itu akan menjungkirbalikkan jagat raya mereka yang sempit.”

“Tapi kita semua memiliki kemampuan itu, kan?”

“Betul sekali. Hanya saja tidak semua dari kita punya keberanian untuk mengikuti impian kita dan mengikuti isyarat-isyaratnya. Mungkin dari situlah datangnya semua kesedihan itu.”(Hlm.66)

Jika anda belum mengerti maksudnya, bacalah lagi sampai mengerti—jika anda mau.

Saya akan mem-publish kembali part 2-nya, mungkin akan ada part berikutnya lagi.

Selamat membaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun