Mohon tunggu...
Ko Angga Febriano
Ko Angga Febriano Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Seorang pelajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Integrasi Indonesia: Perceraian Yang Disatukan

9 September 2024   20:03 Diperbarui: 9 September 2024   20:09 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Semua untuk satu dan satu untuk semua, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh." - Alexandre Dumas. 

Sejak kemerdekaan Indonesia, bangsa Indonesia telah melalui banyak masalah melawan musuh tetapi juga telah megnhadapi masalah internal yaitu berhubungan dengan integrasi, seperti berbagai kelompok etnis, agama, budaya, dan bahasa. Perjuangan ini tidak hanya untuk mewujudkan kedaulatan dan kemerdekaan, tetapi juga untuk menjaga kesatuan dalam keberagaman yang sangat kaya. Pada masa-masa awal setelah kemerdekaan, pemimpin bangsa menyadari bahwa keberhasilan Indonesia sebagai negara tidak hanya ditentukan oleh aspek politik dan ekonomi, tetapi juga oleh kemampuannya menjaga integrasi nasional.

Integrasi dalam konteks Indonesia tidak sesederhana itu. Ini bukan hanya soal penyatuan wilayah geografis, tetapi lebih dari itu, integrasi adalah tentang bagaimana berbagai kelompok dalam masyarakat dapat hidup bersama dengan damai, meskipun memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam keberagaman ini, ada kebutuhan mendesak akan pemahaman yang mendalam tentang konsep integrasi.

Dalam konteks Indonesia, integrasi berarti bagaimana berbagai suku, agama, ras, dan golongan dapat hidup berdampingan dengan saling menghormati. Bhineka Tunggal Ika yang berarti "berbeda-beda tetapi tetap satu" menjadi landasan dalam membangun integrasi ini. Namun, integrasi nasional bukan sesuatu yang terjadi secara otomatis. Integrasi nasional memerlukan kesadaran dan berkelanjutan dari setiap elemen masyarakat dan negara.

Tetapi permasalahan dengan integrasi tidak berhenti sejak Indonesia merdeka. Permasalahan dalam mewujudkan integrasi nasional di Indonesia berkaitan dengan beragam faktor, seperti ketidakmerataan pembangunan, kesenjangan sosial, pengaruh asing, dan yang paling menonjol adalah intoleransi. Intoleransi sudah berada di antara bangsa Indonesia sejak dahulu kala.  

Intoleransi menjadi hal yang lebih mengkhawatirkan seiring dengan perkembangan zaman, terutama di era globalisasi dan digital saat ini. Media sosial sering kali menjadi media penyebaran informasi yang mempercepat tersebarnya intoleran dan kebencian, yang semakin memperburuk situasi. Masyarakat yang memiliki prasangka terhadap kelompok lain cenderung lebih mudah terpengaruh oleh ucapan yang menguatkan intoleransi, baik itu melalui agama, suku, atau ras.

Selain itu, intoleransi juga mengganggu upaya pembangunan bangsa yang berkeadilan. Masyarakat yang terpecah karena prasangka dan kebencian antar kelompok akan sulit bekerja sama untuk membangun kesejahteraan bersama. Semua ini menimbulkan tantangan serius bagi pemerintah dalam mewujudkan persatuan dan integrasi yang kuat di tengah masyarakat.

Meskipun Indonesia memiliki sejarah panjang pemberontakan dan gerakan separatis sejak kemerdekaannya, intoleransi semakin meningkat. Misalnya, ketidaksepakatan ideologis antara kelompok Islamis dan pemerintah pusat yang mendukung negara kesatuan mendorong pemberontakan DI/TII pada akhir 1940-an hingga 1960-an. Demikian pula, gerakan separatis PRRI/Permesta pada akhir 1950-an menunjukkan ketidakpuasan daerah terhadap sentralisasi kekuasaan di Jakarta; konflik regional dan kurangnya pengakuan terhadap identitas lokal memperburuk hal ini.  

Selain itu, gerakan separatis di Papua yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menunjukkan bagaimana intoleransi terhadap perbedaan budaya, identitas, dan ketidakadilan ekonomi dapat memicu konflik. Memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang berbeda dari wilayah lain di Indonesia, Papua dan Aceh merasa tidak dihargai dan terpinggirkan oleh pemerintah pusat. Ketidakpuasan ini, bersama dengan ketidakmerataan pembangunan, meningkatkan ketegangan dan mendorong gerakan separatis. Semua ini terus menghambat proses integrasi nasional yang kuat.  

Perjuangan kita untuk mempertahankan persatuan bangsa kita masih jauh dari selesai setelah mengalami kesulitan masa lalu. Ketidakadilan sosial, intoleransi, dan disparitas ekonomi adalah beberapa bahaya yang masih berpotensi menyebabkan kerusakan. Akibatnya, sebagai generasi penerus, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keutuhan negara ini.  

Salah satu cara paling penting untuk menghindari kesalahan yang sama adalah dengan mempelajari apa yang telah terjadi sebelumnya. Dengan memahami akar masalah yang pernah terjadi, kita dapat membangun Indonesia yang lebih kuat dan  menghargai perbedaan.  

Peningkatan pendidikan yang mendorong toleransi dan penghargaan terhadap keragaman harus menjadi langkah pertama untuk menghadapi ancaman disintegrasi di masa depan. Agar tidak ada lagi daerah yang merasa terpinggirkan, pembangunan harus didistribusikan secara merata di seluruh negeri. Untuk menumbuhkan kesadaran nasional yang kuat, mendukung keadilan, dan mempertahankan persatuan, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama. Oleh karena itu, kita dapat memastikan bahwa Indonesia akan tetap kuat saat menghadapi berbagai tantangan yang akan datang.


Selain itu, pemerintah harus berkonsentrasi pada penguatan kelembagaan dan peningkatan kualitas pendidikan di seluruh wilayah, terutama di wilayah yang rentan terhadap konflik. Pemerintah dapat mengurangi ketimpangan yang sering menyebabkan ketidakpuasan dengan memberikan akses yang sama ke pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pemberantasan korupsi dan transparansi dalam pembagian anggaran pembangunan sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mengurangi peluang untuk gerakan separatis.  

Sebaliknya, sebagai masyarakat, kita harus berpartisipasi secara aktif dalam menjaga kerukunan sosial. tidak hanya berpegang pada Pancasila sebagai pedoman hidup, tetapi juga memperkuat solidaritas masyarakat dan menghormati perbedaan. Sebagai pelajar, kita tidak hanya diharuskan untuk memperoleh pengetahuan tetapi juga untuk menanamkan rasa toleransi dan nilai-nilai nasional. Dengan demikian, kita membantu menjaga persatuan bangsa dengan menghindari sikap ekstrem yang dapat mengancam kestabilan negara. Kita harus menjadi generasi yang tidak hanya memiliki pemahaman tentang sejarah, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan bertindak bijaksana dalam upaya menciptakan masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.

Sebagai masyarakat, kita bisa memulai dari lingkungan sekitar kita. Lingkungan kita dipenuhi dengan perbedaan yang sangat amat beragam. Sebagai pelajar, teman satu kelas adalah awal mula penerimaan perbedaan itu. Di setiap kelas pastinya ada perbedaan latar belakang, etnis, suku, agama, rambut, dan masih banyak lagi perbedaan yang kita dapat lihat. Tetapi, dengan perbedaan itulah yang dapat kita gunakan untuk kita jadikan keistimewaan bangsa Indonesia yang berdasarkan dengan Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun di kelas kita memiliki perbedaan, tetapi kita dapat tertawa bersama tanpa memandang perbedaan tersebut.

"Semua untuk satu dan satu untuk semua, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh," menjadi landasan penting bagi persatuan Indonesia. Negara kita telah mengalami banyak kesulitan dari luar dan dalam sejak kemerdekaan, terutama dalam hal integrasi nasional. Perjuangan ini belum berakhir, ketidakmerataan pembangunan, kesenjangan sosial, dan intoleransi masih menjadi ancaman bagi kerusakan integrasi nasional. Kita sebagai masyarakat memiliki peran yang sangat penting untuk menghadapinya. Dengan kebersamaan, pemahaman, dan penghargaan terhadap perbedaan, kita bisa memastikan bahwa Indonesia akan tetap teguh dan tidak terpecah belah oleh tantangan di masa depan. Kita sebagai pelajar, akan memulai integrasi tersebut dari sekolah, hingga di masa depan, kita lakukan kepada orang-orang di luar sana yang tidak pernah kita temui.

Sumber:
1. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6418306/integrasi-nasional-definisi-hakikat-dan-faktor-faktornya 

2.  https://nu.or.id/nasional/media-sosial-jadi-platform-paling-berpengaruh-sebar-intoleransi-di-kalangan-gen-z-nL4rm 

3. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6909039/latar-belakang-pemberontakan-di-tii-di-seluruh-daerah-dan-penyelesaiannya 

4. https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/02/130000979/gerakan-aceh-merdeka-latar-belakang-perkembangan-dan-penyelesaian#google_vignette 

5. https://kumparan.com/berita-update/5-cara-meningkatkan-kualitas-sumber-daya-manusia-1wk6dbSlYzt/2 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun