Mohon tunggu...
Nur Cholish Majid
Nur Cholish Majid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berkelana sambil belajar

Seorang Musafir Kelana

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Kompensasi Pendidikan bagi Setiap Investasi untuk Generasi yang Lebih Kuat

31 Juli 2022   18:13 Diperbarui: 31 Juli 2022   18:21 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar bulan Februari lalu, istri saya Rahmawati, S.Pd.I mendapatkan undangan dari rekan sejawatnya sesama guru untuk mengisi acara di tempat rekannya bertugas. Karena lokasinya yang jauh, sayapun diajak untuk menemani, dari Tenggarong kami harus sekali menyeberangi Sungai Mahakam menggunakan feri kayu lalu melanjutkan perjalanan darat melewati jalur tanah yang biasa dilalui truk-truk pengangkut batu bara, kemudian area perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri yang ditempuh selama hampir 6 jam.

Dari keterangan sopir yang menjemput kami, hasil dari perusahaan tambang dan perkebunan yang kami lewati diekspor ke mancanegara. Suatu hal yang membuat saya cukup bangga, bagaimana lokasi yang terpencil dan sulit diakses bisa menjadi salah satu penggerak roda perekonomian global.

Dengan beberapa perusahaan tambang dan perkebunan luas yang mengelilingi, seharusnya daerah itu mendapatkan fasilitas yang layak, terutama di bidang pendidikan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, akses jalan yang sulit, jarak sekolah yang jauh dari pemukiman, hingga fasilitas pendukung yang tidak memadai.

Di lokasi kami menginap, kami disambut dengan padamnya listrik hingga menjelang tengah malam yang menurut warga sekitar sudah biasa terjadi. Internetnya pun lambat dan hanya ada sinyal dari satu provider saja. Padahal listrik dan internet saat ini menjadi kebutuhan mendasar dan penunjang pendidikan.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Isu pendidikan ini sangat penting, karena sangat menentukan kemajuan secara berkelanjutan suatu daerah bahkan Negara. Sehingga sudah sepantasnya dibahas secara serius dalam forum internasional seperti G20, dimana Indonesia dipercaya menjadi Presidensi G20 pada tahun ini.

Dengan tema "Recover Together, Recover Stronger" yang menurut Mendikbud Nadiem Makariem terinspirasi dari budaya gotong royong masyarakat Indonesia. Gotong royong adalah suatu bentuk kerjasama khas yang lebih mengedepankan prinsip tolong menolong dan sosial guna mencapai keuntungan kolektif daripada keuntungan pribadi.

Ada 4 isu dalam bidang pendidikan yang akan dibahas dalam ajang G20 tahun ini, yaitu :

  • Kualitas pendidikan untuk semua
  • Teknologi digital dalam pendidikan
  • Solidaritas dan kemitraan
  • Masa depan dunia kerja pasca pandemi covid-19

Inti dari itu semua adalah pemerataan pendidikan baik dari segi akses, kuantitas maupun kualitas.

Di antara Negara-negara G20, Indonesia adalah Negara dengan tingkat literasi terendah berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara, atau merupakan sepuluh Negara terbawah.

Indonesia menduduki peringkat ke-87 dari 132 negara pada Global Innovation Index 2021. Bahkan untuk riset dan inovasi, Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 11 negara ASEAN.

Meski begitu, selalu saja yang dikedepankan adalah kerjasama ekonomi ataupun investasi yang menghasilkan keuntungan finansial dengan minimnya kompensasi terhadap pendidikan.

Padahal kerjasama dan investasi terbaik adalah di bidang pendidikan dengan transfer ilmu pengetahuan dan mindset. Kerjasama infrastruktur akan using, begitupun kerjasama teknologi akan ketinggalan zaman dan akhirnya tergantikan, kerjasama ekonomi akan berakhir sedangkan kerjasama pendidikan akan selamanya terus berkembang mengikuti kebutuhan zaman untuk terus berinovasi, sesuai dengan sifat dasar manusia yang memiliki akal pikiran.

Pelajaran dari Pulau Kalimantan

Dok. Pribadi: Aktifitas Bongkar Muat Batu Bara di Sungai Mahakam
Dok. Pribadi: Aktifitas Bongkar Muat Batu Bara di Sungai Mahakam

Meski dari tahun ke tahun selalu ada perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Pulau Kalimantan, tapi tetap saja yang dikenal orang adalah daerah tambang dan hutan, seolah-olah daerah terbelakang. Bahkan sempat viral disebut sebagai tempat jin buang anak.

Belum lama ini Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, mengeluhkan sebuah perusahaan tambang besar yang menyalurkan CSRnya di luar wilayah operasi di Kaltim.

Ingatkah dengan novel Laskar Pelangi? Diceritakan terdapat anak pesisir yang jenius bernama Lintang, namun dikarenakan keterbatasan dia tidak bisa melanjutkan sekolah dan mengejar mimpinya. Padahal di sekitarnya terdapat perusahaan tambang besar yang menggerakkan ekonomi pulau dan menghasilkan devisa bagi Negara.

Sejatinya tidak ada wilayah atau Negara yang miskin, yang ada hanyalah Negara yang salah urus. Setiap Negara yang terlalu bergantung pada Sumber daya alam, suatu saat akan habis dan meninggalkan manusianya saja untuk mengolah lahan tandus. Sehingga pendidikan dan transfer ilmu pengetahuan menjadi suatu keharusan.

Seringkali anak-anak pekerja dan yang tinggal di sekitar perusahaan tambang dan perkebunan tidak mendapat akses pendidikan yang layak. Padahal investasi yang dikucurkan untuk tambang maupun perkebunan tidaklah sedikit dan aktifitasnya tak jarang merusak lingkungan.

Seperti pengalaman teman istri penulis yang sempat menjadi guru bagi anak-anak pekerja perkebunan kelapa sawit. Dia harus berkeliling perkebunan yang luas untuk mengajari anak-anak pekerja di setiap mes tempat tinggal kelompok pekerja. Meski gajinya menggiurkan, tapi dia mengeluhkan tentang akses dan fasilitas pendidikan yang tidak memadai.

Kita tidak bisa membiarkan anak-anak kita bermimpi dengan SDAnya saja, seperti dahulu banyak teman sekolah penulis yang putus sekolah karena merasa bisa hidup dengan kayu hutan Kalimantan yang melimpah. Namun seperti kayu yang sekarang meninggalkan hutan kritis, tambang suatu saat akan habis, begitupan dengan berkebunan yang akan tidak lagi produktif.

Masalah inilah yang harus menjadi perhatian, setidaknya setiap investasi terutama yang mengeruk sumber daya alam juga dibarengi dengan investasi atau tepatnya kompensasi di bidang pendidikan, berupa fasilitas yang memadai dan guru yang mumpuni sehingga tidak hanya menjadi asalkan sekolah saja.

Dok. Pribadi: Tumpukan Batu Bara di Pinggir Jalan
Dok. Pribadi: Tumpukan Batu Bara di Pinggir Jalan

Hal ini mungkin bisa disiasati sebagaimana perdagangan karbon. Dimana Negara yang menghasilkan karbon melebihi batas membayar kompensasi pada Negara dengan emisi karbon rendah.

Oleh karenanya setiap investasi yang menguras alam harus dibarengi dengan kompensasi pendidikan sehingga akan ada nilai tambah pada sumber daya alam yang dikelola oleh SDM terdidik setelah kontrak investasi berakhir nantinya, atau bahkan inovasi yang tercipta menggantikan sumber daya alam yang telah habis.

Dukungan Bagi Setiap Negara

Dukungan ekonomi dan politik hanyalah solusi jangka pendek sementara dukungan pendidikan akan membantu suatu Negara untuk berkembang secara berkesinambungan.

Kebanyakan Negara miskin bukanlah Negara yang miskin secara sumber daya alam. Bahkan kalaupun demikian, mereka bisa meniru Negara maju yang meski tidak kaya akan sumber daya alam namun memiliki SDM yang mumpuni.

Kita selalu mengatakan untuk bisa mengelola SDA agar bisa dimanfaatkan oleh anak cucu. Namun kita mungkin lupa untuk mempersiapkan diri sendiri dan anak cucu dengan ilmu pengetahuan agar bisa memanfaatkan sumber daya alam secara efektif dan efisien. Jika tidak, entah di masa kini atau di masa depan SDA itu akan habis juga karena pengelolaan yang tidak efisien dan tidak adanya terobosan terknologi.

Dok. Pribadi: Truk Batu Bara Melintas di Depan SD
Dok. Pribadi: Truk Batu Bara Melintas di Depan SD

Kita memang tidak bisa mencetak semua anak seperti Habibie, namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peraih nobel yang meneliti tentang SD Inpres, pendidikan memberikan pengaruh peningkatan pendapatan (kesejahteraan) bagi masyarakat. Sehingga fasilitas pendidikan sangat penting sebagai kompensasi bagi setiap investasi sebagai salah satu investasi hijau. Ini sesuai dengan semangat Presidensi G20 Indonesia yang ingin bergotong royong dan meningkatkan pemerataan di dunia.

Pendidikan merupakan estafet ilmu pengetahuan. Dunia menyaksikan sejarah pergantian pusat peradaban dengan kemajuan ilmu dan teknologinya bahwa setiap wilayah di dunia memiliki potensi dan bahkan memiliki sejarah kejayaannya masing-masing.

Jika kita melihat daftar perguruan tinggi dan sekolah-sekolah terbaik hampir seluruhnya berada di Negara maju. Ini tidak mengherankan karena pusat peradaban dan sistem terbaik saat ini memang ada disana. Namun yang harus dipikirkan adalah bagaimana semua ilmu itu bisa tersebar ke seluruh dunia.

Tingkat Inovasi negara maju jauh di atas negara miskin, meskipun inovasi yang dibuat berguna secara umum. Namun secara khusus lebih banyak menjawab tantangan dan kebutuhan Negara-negara maju. Oleh karenanya pendidikan bagi negara miskin adalah mendorong inovasi yang menjawab berbagai macam kebutuhan mereka seperti pangan, air bersih dan pertumbuhan ekonomi.

Ketika berbicara tentang sejarah kemajuan peradaban manusia, hal-hal apa yang berhasil dicapai oleh manusia, seperti pendaratan di bulan. Beberapa dipandang sebagai keberhasilan kolektif manusia seluruhnya daripada hanya kemajuan peradaban suatu bangsa.

Pendidikan hadir untuk membuat peradaban yang dicapai oleh suatu bangsa bagi umat manusia bisa terasa merata, sehingga pencapaian itu bisa menjadi kebanggaan seluruh manusia semesta. Pada gilirannya ini akan menghapuskan jurang pemisah antar bangsa dan rasisme yang selama ini masih ada.

IKN Sebagai Pilot Project

Kompensasi pendidikan adalah salah satu cara untuk membantu Negara-negara miskin dan Indonesia bisa menjadi pilot project dengan sistem ini diterapkan di bagian timur Indonesia yang kaya akan sumber daya alam namun sedikit tertinggal SDMnya dibandingkan saudara dari Barat. Sehingga pembangunan dan pemerataan yang kita impikan dengan pemindahan IKN bisa terwujud.

Proyek IKN nantinya bukan hanya memeratakan ekonomi tapi juga pendidikan. Infrastruktur yang dibangun bukan hanya untuk proyek mercusuar tapi juga pendidikan yang bisa diakses banyak lapisan masyarakat, tidak hanya kalangan atas.

Investasi dalam jumlah ratusan triliun pada proyek IKN nanti sejatinya akan membabat dan menghabiskan beberapa sumber daya alam. Indonesia bisa lebih dahulu menerapkan kompensasi pendidikan berupa fasilitas pendidikan maupun beasiswa bagi siswa dan guru yang berkualitas.

www.bi.go.id
www.bi.go.id

Menurut Bank Indonesia salah satu isu prioritas pada pertemuan G20 adalah transisi menuju energi yang berkelanjutan. Selama dua juta tahun sejarah umat manusia, energi manusia adalah yang paling banyak digunakan melalui daya pikir dan innovasi untuk menemukan sumber daya baru. Dan cara paling sederhana untuk mengolah daya pikir adalah melalui ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan pendidikan yang terstruktur terutama dari bangku sekolah.

Program Merdeka belajar harus memiliki makna bahwa setiap peserta didik memiliki mindset untuk bebas dalam belajar setinggi-tingginya yang dibarengi dengan pemerataan akses pendidikan yang  berkualitas bagi semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun