Mohon tunggu...
Nur Cholish Majid
Nur Cholish Majid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berkelana sambil belajar

Seorang Musafir Kelana

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kisah Cinta Terindah dalam Kemasan Mini

31 Maret 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana cara menumbuhkan perasaan cinta kepada negara yang tercinta ini?

Cinta, yah cinta, sudahkah kita sebagai warga Negara Indonesia memiliki perasaan cinta terhadap tanah air seperti yang tertuang dalam lagu kebangsaan, Indonesia Raya? Ataukah kita sudah lupa akan perasaan itu, bahkan mungkin lagu Indonesian Raya saja masih banyak warga Negara yang tidak hafal.

Orang bilang tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Jadi bagaimana bisa mencintai bila tak mengenal, itupun sepertinya berlaku terhadap Negara. Jadi sudahkah kita mengenal Negara Indonesia agar tumbuh perasaan cinta negara?

Indonesia sungguh adalah sebuah Negara besar yang takkan habis waktu untuk mengenali dan mengaguminya. Gugusan nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke memerlukan waktu berhari-hari untuk menjelajahinya, apalagi untuk mengenalinya lebih dalam akan memakan lebih banyak waktu lagi. Terlebih lagi setiap pulau, setiap daerah dan setiap suku bangsa memiliki karakteristik uniknya masing-masing, mulai dari adat istiadat, bahasa, rumah, tempat ibadah hingga makanan dan pakaian semuanya berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Mereka memiliki ciri khasyang dari setiap ciri khas itulah Bangsa Indonesia dengan keragamannya dibangun.

Tapi biar bagaimanapun negeri ini memerlukan cinta yang besar. Cinta yang menyeluruh dan tulus kepada setiap jengkal tanah airnya. Meski tak mampu untuk menjelajah dan mengenali hingga jauh ke pelosok negeri, tapi cinta harus mampu menggapainya dan menjaganya dalam satu bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan untuk tujuan menumbuhkan perasaan cinta dan sekaligus pula sebagai ungkapan perasaan cinta tanah air itulah Taman Mini Indonesia Indah (TMII) hadir. Mencoba mengenalkan setiap jengkal tanah Indonesia dan memperlihatkan betapa beragamnya bangsa Indonesia yang seolah-olah mengabarkan kepada para pengunjung bahwa inilah Kebhinekaan Tunggal Ika itu, beragam tapi terikat satu dalam wilayah, dalam damai dan saling menunjang dalam keindahan suatu harmoni keramahan bangsa yang terkenal santun dan terhormat.



Perjalanan TMII

Taman Mini Indonesia Indah atau TMII mulai dibangun tahun 1972, tapi baru diresmikan tiga tahun kemudian atau tepatnya 20 April 1975. Ibu Tien Soeharto, ibu Negara yang kedua merupakan pencetus ide untuk didirikannya sebuah miniatur Indonesia dalam bentuk bangunan-bangunan berupa rumah-rumah adat daerah yang dilengkapi dengan pergelaran kesenian, kekayaan flora dan fauna serta unsur budaya lainnya dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia.

Ide dari ibu Negara itu muncul untuk merealisasikan gagasan presiden soeharto akan keseimbangan pembangunan antara bidang fisik-ekonomi dan bidang mental-spiritual. Oleh karenanya perlu suatu wadah yang mampu menjaga mental dan spiritual rakyat Indonesia sebagai perekat budaya bangsa yang beragam. Karena tidak bisa dipungkiri pembangunan di bidang fisik-ekonomi yang mengalir deras dan menyerap banyak tenaga dan pikiran bisa berdampak negative bagi bidang mental-spiritual yang menyebabkan masyarakat akan menjadi jauh dan lama kelamaan akan lupa dengan akar budayanya.

Contohnya adalah Jakarta sebagai sebuah ibu kota Negara dan cerminan bangsa ini merupakan tempat tujuan urbanisasi, saat ini sudah dipenuhi dengan berbagai macam sarana rekreasi dan hiburan yang mau tak mau mulai mengikis budaya lokal dan bahkan masyarakat aslinya. Belum lagi gempuran budaya dari luar negeri yang seakan hendak melanyapkan identitas budaya bangsa. Banyak masyarakat yang lebih mengenal kebudayaan bangsa lain dibandingkan dengan kebudayaan bangsanya sendiri. Dan lebih miris lagi mereka mulai melupakan akar budaya itu, sehingga tak ada yang melestarikan. Hal ini mengakibatkan keberanian Negara-negara lain mengklaim kebudayaan bangsa Indonesia karena budaya itu tak mendapat tempat di rumahnya sendiri.

Modernisasi, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sebagai wujud dari kemajuan di bidang fisik-ekonomi memang berjalan dengan pesat. Akan tetapi akhirnya mulai memakan korban di mana salah satunya adalah budaya dan kearifan local bangsa. Sisi mental-spiritual generasi bangsa yang hidup di era modern ini telah mengalami pergeseran budaya di mana mereka lebih berkhayal untuk menari dan berlenggak lenggok ala bangsa lain. Demikianpun lagu, makanan,pakaian bahkan hingga gaya hidup. Hal ini mengakibatkan budaya dan kearifan local bangsa sendiri menjadi kurang diperhatikan dan lambat laun ditinggalkan. Menjadi sesuatu yang asing di negeri sendiri..

Untuk tujuan mengantisipasi hal tersebutlah TMII didirikan, sebagai sebuah bentuk rasa cinta terhadap budaya dan keberagaman Indonesia. Sebagai sebuah miniatur Indonesia yang mewariskan gambaran kepada para anak cucu akan bangsa yang besar dan memiliki kekayaan budaya yang beragam. Bagaimana tidak? Di dalam TMII pengunjung bisa mengunjungi anjungan-anjungan tiap-tiap provinsi di Indonesia yang berupa rumah adatnya. Dalam anjungan juga menyajikan pakaian adat, busana khas pengantin daerah bersangkutan, artefak etnografi seperti senjata khas, perabot, kerajinan tangan, dan banyak lainnya. Pada anjungan-anjungan itulah digelar pertunjukan budaya dari masing-masing daerah. Sesuatu yang mungkin di daerah asalnya pun sudah sangat jarang terlihat.

Selain anjungan rumat adat masing-masing provinsi, Taman Mini Indonesia Indah juga menampilkan representasi dari agama yang ada di Indonesia melalui rumah-rumah ibadah masing-masing agama yang diakui oleh pemerintah. Bangunan ini dididirkan pada satu zona khusus, berjajar satu dengan yang lain sebagai wujud toleransi antar penganutnya.Terdapat Masjid Pangeran Diponegoro, bersebelahan dengan Gereja Katolik Santa Catharina. Menyusul Gereja Protestan Haleluya dan Pura Penataran Agung Kertabhumi. Bagi pemeluk agama Hindu terdapat Wihara Arya Dwipa Arama, dan umat Konghucu dengan Kuil Konghucu Kong Miao. Serta pada zona yang sama, terdapat bangunan Sasana Adirasa Pangeran Samber Nyawa.

Dan tak ketinggalan bangsa yang besar ini juga memiliki sejarah yang panjang dengan berbagai macam peninggalan yang menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa. Untuk itu TMII menyediakan berbagai macam museum sebagai wadah untuk mencintai bangsa ini semakin dalam dengan mengenali sejarahnya. Total ada 16 museum yang memamerkan sejarah, budaya, flora dan fauna serta teknologi yang merupakan saksi bisu perjalanan bangsa.

Lalu untuk menarik lebih banyak minat pengunjung dan inovasi dalam bersaing dengan berbagai sarana hiburan dan rekreasi lainnya, TMII juga dilengkapi dengan fasilitas bermain dan taman berupa, Kolam Renang Snowbay, Istana Anak-anak Indonesia, Desa Wisata, Kereta Gantung, Taman Ria Atmaja, Perahu Angsa Arsipel Indonesia, Taman Among Putro,Taman Anggrek, Taman kaktus, Taman Apotek Hidup, Taman Melati, Taman Bunga Keong Emas, Taman Bekisar, Taman Burung, Akuarium Ikan Air tawar, Taman Budaya Thionghoa Indonesia.

Seperti halnya kasih sayang seorang Ibu, TMII ibarat representasi Ibu Pertiwi yang dengan setia memberikan kasih sayangnya dengan menyajikan petuah akan kebudayan dan harmonisasi bangsa yang mejemuk. Tapi sebagai anak bangsa sudah berapa kali kita mengabaikannya, melupakan kebudayaan yang merupakan akar budaya bangsa. Dan lebih parah lagi ada segolongan anak bangsa yang tega merusak harmoni dan kedamaian bangsa ini.

Jikalau tidak mampu menumbuhkan rasa cinta dengan menjelajah nusantara dan mengenali keragaman bangsa. Bolehlah kiranya TMII dijadikan sarana untuk menjadi jembatan perantara perekat rasa cinta tanah air. Tidak terasa sudah 40 tahun TMII menjadi perekat budaya bangsa, selama perjalanannya itu sudah banyak cerita pahit manis yang dialami TMII di tengah persaingannya dalam menghadapi gempuran tempat hiburan dan rekreasi lainnya.

Semoga dengan dirgahayunya yang ke 40 TMII tidak semakin renta dalam menceritakan kisah cintanya akan sebuah bangsa besar dan beragam. Meskipun dalam bentuk mini tapi nyatanya TMII merupakan kisah terindah akan toleransi dan harmoni sebuah bangsa yang sejak lama diidam-idamkan oleh segenap bangsa Indonesia. Sebuah mimpi yang semakin ke sini semakin menguap menjadi angin lalu. Tapi TMII kembali menyadarkan bahwa mimpi itu harus tetap dijaga dan jika sudah mulai lelah bermimpi, bertamasyalah ke TMII untuk merasakan semangat harmoni bangsa itu lagi.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun