Indonesia pasca tumbangnya orde baru, oligarki bukan tidak pernah kembali tapi tidak pernah pergi dan belum berhasil dijinakkan sampai sekarang dan mungkin tahun tahun berikutnya. Menurut A. Rahman Tolleng, kaum oligarki di Indonesia terjun langsung dalam dunia politik.Â
Mereka mendirikan dan memimpin parpol dan bila menang dalam pemilu bisa menjadi presiden, menjadi menteri, gubernur, walikota/bupati dan posisi penting lainnya. Akibatnya pemilu menjadi sumber korupsi. Hal ini disebabkan adanya ketergantungan diantara politisi, penguasa dan pengusaha.
Munculnya Dinasti politik dapat dianalisis dari dua hal, pertama, macetnya kaderisasi partai politik dalam menjaring calon kepala daerah yg berkualitas sehingga menciptakan pragmatisme politik dengan mendorong kalangan sanak keluarga kepala daerah untuk menjadi pejabat publik.Â
Kedua, konteks masyarakat yg menjaga adanya kondisi status quo didaerahnya yg menginginkan kepala daerah untuk berkuasa dengan cara mendorong kalangan keluarga atau orang orang dekat kepala daerah menggantikan petahana.Â
Gejala umum munculnya dinasti politik ini menimbulkan adanya sikap pro dan kontra dalam pemehaman dikalangan masyarakat itu sendiri. Disatu sisi, ini merupakan hak asasi manusia untuk menjadi kepala daerah dan tidak perlu dilarang. Sementara dilain sisi juga menginginkan pembatasan dinasti politik dengan cara membatasi sanak saudara kepala daerah untuk maju pemilu.
Menguaknya dinasti politik mengingatkan kita terhadap teori politik Nicollo Machivelli dalam satu magnumopusnya II principle( sang pangeran ) yg berujar bahwa demi kekuasaan segala carapun harus digapai untuk mempertahankan kekuasaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H