Kedua, gerakan sosial telah dibajak oleh neoliberalisme melalui proses formalisasi demokrasi dan restrukturisasi gerakan menjadi serangkaian proyek yang tergantung pada agenda donor. Kampanye tentang demokrasi dan kesadaran tentangnya sudah berlangsung cukup lama dan menjangkau banyak orang. Namun, gerakan sosial yang seharusnya memperjuangkan demokrasi justru terjebak dalam proyek-proyek jangka pendek yang tidak berusaha mengubah struktur sosial, kekuasaan, dan kelas. Gerakan sosial telah menjadi seperti “pemadam kebakaran”, menangani berbagai kasus ketidakadilan tanpa berusaha menangani atau mengubah struktur sosial yang melahirkan ketidakadilan itu. Hal ini menimbulkan kebingungan, kelelahan, dan ketidakpastian di masa depan bagi generasi ini.
Ketiga, Generasi Media Sosial memiliki akses yang sangat luas pada informasi; keterbukaan informasi yang tidak pernah dinikmati generasi-generasi sebelumnya. Namun, tidak ada bimbingan bagi mereka tentang cara menyaring dan mengolah informasi yang diterima. Ditambah lagi, kelas berkuasa (secara langsung atau melalui kaki tangan mereka) menggelontorkan arus disinformasi—yang sekarang populer disebut sebagai berita palsu atau hoaks—untuk mengacaukan dan merancukan arus informasi.
Setidaknya ada tiga hal yang harus dipertimbangkan ketika berkomunikasi dengan Generasi Media Sosial. Generasi Media Sosial memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk memahami kompleksitas masalah, membangun jembatan dialog antara isu dan komunitas, menjadi sebuah gerakan global, bahkan meruntuhkan sistem masyarakat lama yang dipenuhi ketidakadilan.
Namun, seperti pada isu lain, propaganda neoliberalisme telah menang. Melalui berbagai media, termasuk media sosial, neoliberalisme telah berhasil menanamkan citra diri tertentu pada Generasi Media Sosial, yang mendorong mereka untuk fokus pada pencapaian pribadi dan kesuksesan individual. Hal ini menyebabkan mereka kurang peduli terhadap isu sosial dan politik yang lebih besar.
Oleh karena itu, pertama-tama kita harus menciptakan lingkungan di mana Generasi Media Sosial dapat memahami kontradiksi dan kompleksitas masalah sosial dan politik, dan di mana mereka dapat belajar mengembangkan keterampilan kritis dan analitis. Kita harus menempatkan mereka dalam posisi untuk menjadi pemimpin dan penggerak dalam gerakan sosial, daripada hanya menjadi pengikut.
Kedua, kita perlu memperbaiki keterbukaan informasi. Ini bisa dilakukan dengan membantu generasi ini untuk mengembangkan keterampilan saringan informasi dan membedakan informasi yang benar dari yang salah. Selain itu, kita harus bekerja sama dengan mereka untuk memperkuat media alternatif yang menyajikan informasi yang akurat dan tidak bias.
Ketiga, kita perlu memberikan ruang bagi Generasi Media Sosial untuk mengekspresikan diri mereka dan terlibat dalam perubahan sosial dan politik. Kita harus memperkuat dan mendukung gerakan sosial yang memperjuangkan isu-isu yang penting bagi mereka, seperti isu lingkungan dan hak asasi manusia.
Dalam hal ini, penting untuk diingat bahwa generasi-generasi sebelumnya memiliki peran penting untuk memfasilitasi dialog antara generasi yang berbeda. Kita harus membuka diri untuk memahami pengalaman dan perspektif yang berbeda, dan memastikan bahwa generasi yang lebih tua dan muda dapat belajar satu sama lain dan bekerja sama untuk menciptakan perubahan yang positif.
Dalam kesimpulannya, kita harus menyadari bahwa Generasi Media Sosial memiliki potensi besar untuk membawa perubahan positif dalam masyarakat, tetapi juga menghadapi tantangan yang kompleks. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk membuka ruang dan mengembangkan lingkungan yang mendukung dan memungkinkan mereka untuk berkembang dan berpartisipasi dalam perubahan sosial dan politik yang lebih besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H