Mohon tunggu...
cholid baidaie
cholid baidaie Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Menulis untuk menghidupkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Selebriti di Politik: PAN

12 Maret 2023   23:36 Diperbarui: 12 Maret 2023   23:43 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Selebriti di Politik: PAN

Politik dan dunia hiburan semakin bergabung dalam era modern saat ini. Selebriti kini semakin sering menjadi sorotan di dunia politik, termasuk di Indonesia. Salah satu partai politik yang tampaknya memanfaatkan popularitas selebriti untuk menarik perhatian publik adalah Partai Amanat Nasional (PAN).

Baru-baru ini, PAN merekrut selebriti Verrell Bramasta sebagai anggota partai dan berencana mencalonkannya sebagai caleg pada Pemilu 2024. Namun, apakah pemanfaatan popularitas selebriti ini dapat menjamin keberhasilan PAN dalam pemilu?

Sebagai contoh, kutipan lirik dari lagu "Holy Grail" karya JAY-Z dan Justin Timberlake menggambarkan hubungan yang kompleks antara selebriti dan ketenaran. Selebriti seringkali hanya dianggap sebagai "penghibur" dan kepopuleran mereka hanya diandalkan untuk menarik suara pemilih.

Namun, apakah itu benar-benar cukup? Apakah popularitas selebriti dapat menghasilkan pemimpin yang kompeten dan mampu memimpin negara dengan baik? Masih ada banyak pertanyaan yang perlu dijawab terkait fenomena selebriti di politik.

Dalam buku "Celebrity Politics: The Politics of Late Modernity?" karya David Marsh, Paul 't Hart, dan Karen Tindall, dijelaskan bagaimana industri hiburan dan politik semakin terkait erat dalam dunia media. Namun, hal tersebut tidak selalu menghasilkan hasil yang positif dalam hal kepemimpinan.

Sebagai sebuah partai politik, PAN perlu menunjukkan bahwa mereka lebih dari sekadar "Partai Artis Nasional". Kualitas kepemimpinan dan visi politik yang jelas adalah hal yang lebih penting daripada popularitas selebriti semata. Kita harus berfikir lebih kritis dalam memilih pemimpin kita, tidak hanya dipengaruhi oleh popularitas dan nilai hiburan semata.

Mengapa Parpol Memilih Artis?

Memiliki seorang artis dalam partai politik bukanlah hal baru. Di Amerika Serikat, sejumlah selebriti pernah terjun ke dunia politik, seperti Arnold Schwarzenegger, Ronald Reagan, hingga Donald Trump. Bahkan, Oprah Winfrey pernah disebut-sebut bakal mencalonkan diri sebagai presiden Amerika Serikat pada 2020.

Di Indonesia, sejumlah partai politik juga pernah merekrut artis-artis untuk menjadi kader partai atau bahkan caleg. Ada beberapa faktor mengapa parpol tertarik merekrut artis-artis, di antaranya adalah popularitas, pengaruh, dan kekuatan media sosial yang dimiliki oleh artis tersebut.

Artis memiliki popularitas yang tinggi di mata masyarakat, sehingga dapat menarik perhatian pemilih. Selain itu, artis juga dapat mempengaruhi opini publik melalui media sosial dan platform-platform online lainnya, yang dapat berdampak pada popularitas partai politik yang mereka dukung.

Namun, di balik popularitas dan pengaruh yang dimiliki artis, terdapat juga risiko yang harus dipertimbangkan oleh partai politik. Sebagai contoh, jika seorang artis melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai partai, maka hal tersebut dapat berdampak buruk pada citra partai politik tersebut.

Selain itu, partai politik juga harus memastikan bahwa artis yang mereka rekrut memiliki pemahaman yang cukup tentang politik dan kepemimpinan, serta mampu memperjuangkan visi dan misi partai tersebut.

Kesimpulan

Dalam dunia politik, penggunaan celebrity politics menjadi semakin marak, termasuk di Indonesia. Banyak partai politik yang tertarik merekrut artis-artis karena popularitas dan pengaruh yang dimiliki. Salah satu contoh adalah Partai Amanat Nasional (PAN) yang merekrut Verrell Bramasta sebagai anggota partai dan bakal caleg pada Pemilu 2024.

Namun, di balik popularitas dan pengaruh yang dimiliki artis, terdapat juga risiko yang harus dipertimbangkan oleh partai politik. Oleh karena itu, partai politik harus memastikan bahwa artis yang mereka rekrut memiliki pemahaman yang cukup tentang politik dan kepemimpinan, serta mampu memperjuangkan visi dan misi partai tersebut. Hal ini penting untuk menjaga citra partai politik dan mencegah kerugian dalam jangka panjang.

Dalam akhir tulisan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa popularitas saja tidaklah cukup dalam dunia politik. Partai politik harus memilih kader yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi untuk memperjuangkan visi dan misi partai tersebut. Dalam hal ini, artis dapat menjadi kader partai yang potensial asalkan memiliki pemahaman dan kompetensi yang memadai dalam dunia politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun