Namun, di balik popularitas dan pengaruh yang dimiliki artis, terdapat juga risiko yang harus dipertimbangkan oleh partai politik. Sebagai contoh, jika seorang artis melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai partai, maka hal tersebut dapat berdampak buruk pada citra partai politik tersebut.
Selain itu, partai politik juga harus memastikan bahwa artis yang mereka rekrut memiliki pemahaman yang cukup tentang politik dan kepemimpinan, serta mampu memperjuangkan visi dan misi partai tersebut.
Kesimpulan
Dalam dunia politik, penggunaan celebrity politics menjadi semakin marak, termasuk di Indonesia. Banyak partai politik yang tertarik merekrut artis-artis karena popularitas dan pengaruh yang dimiliki. Salah satu contoh adalah Partai Amanat Nasional (PAN) yang merekrut Verrell Bramasta sebagai anggota partai dan bakal caleg pada Pemilu 2024.
Namun, di balik popularitas dan pengaruh yang dimiliki artis, terdapat juga risiko yang harus dipertimbangkan oleh partai politik. Oleh karena itu, partai politik harus memastikan bahwa artis yang mereka rekrut memiliki pemahaman yang cukup tentang politik dan kepemimpinan, serta mampu memperjuangkan visi dan misi partai tersebut. Hal ini penting untuk menjaga citra partai politik dan mencegah kerugian dalam jangka panjang.
Dalam akhir tulisan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa popularitas saja tidaklah cukup dalam dunia politik. Partai politik harus memilih kader yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi untuk memperjuangkan visi dan misi partai tersebut. Dalam hal ini, artis dapat menjadi kader partai yang potensial asalkan memiliki pemahaman dan kompetensi yang memadai dalam dunia politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H