Mohon tunggu...
odorikus holang
odorikus holang Mohon Tunggu... -

Senang menulis dan membaca, lulusan sekolah tinggi filsafat ledalero Maumere NTT

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rakyat Ingin Mengumpulkan yang Tercecer

1 Oktober 2014   18:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:47 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

RAKYAT INGIN MENGUMPULKAN YANG TERCECER

(PESAN UNTUK PARA WAKIL RAKYAT TERPILIH)

Oleh : ODORIKUS HOLANG

Welcome Oktober. Frasa ini yang pastinya terjejal dalam pikiran semua orang pada hari ini. Tentunya, semua orang menginginkan sesuatu yang baru pada bulan yang baru ini walaupun masih terbersit prahara namun biarlah hal itu menjadi pelajaran untuk membenah diri dalam menyambut suasana bulan baru.

Bagi negara Indonesia, terlepas dari kesibukan pribadi bahwa hari ini negara kita melantik para wakil rakyat terpilih yaitu DPR, MPR dan DPD periode 2014-2019 untuk menakodai parahu nusantara ini lima tahun kedepan. Karena itu, sebagai wakil rakyat yang terpilih berdasarkan keputusan hati nurani rakyat maka diharapkan dan seyogyanya melaksanakan kewajiban dan bukan untuk menghiasi singgasana terhormat belaka.

Berhubungan dengan hal ini, penulis mempunyai cerita dan kiranya cerita ini benar-benar terjadi dalam dunia riil. Akan tetapi, memang hal ini sudah terjadi dan akan terjadi kalau wakil rakyat kita tidak membenah diri. “Alkisah, suatu hari paman Nasarios pergi ke kota metropolitan. Cita-cita untuk menginjak kota metropolitan baginya sejak dia berumur tujuh belas tahun. Harapan ini pun kesampaian karena kala itu ada salah seorang keluarganya yang telah sukses di kota tersebut. Dia pergi pada liburan musim panas sehingga dalam benaknya hanya terbersit kata cerah dan panas. Akan tetapi, menuai fakta ironis dan amat memprihatinkan.

Mengapa????

Hal ini dikarenakan oleh langit yang cerah tidak tampak sesuai dengan perkiraannya sebelum dia datang ke kota metropolitan itu. Kekaosanlah yang dia saksikan baik dari aspek sosial, ekonomi apalagi politik. “Sungguh mengerikan negeri ini”. Imbuhnya. Sampah akibat kehancuran politik berserakan di mana-mana. Inikah yang disebut dengan republik ternama?.

Kisah di atas merupakan proyeksi secara fenomenologis kehancuran dan kengerian hempasan gelombang perahu nusantara yang tak terbendung oleh nakoda pemerintahan kemarin. Tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan perpolitikan pada masa pemerintahan Bapak Presiden Susilo Bambang Yudoyono sebagai bentuk evaluasi bahwa amat merugikan negara. Sebab tidak sedikit kader-kader politik baik orang yang duduk di parlemen, eksekutif maupun yudikatif melakukan hal yang sama yaitu korupsi. Kepentingan bersama (bonum comune) dereduksi menjadi kepentingan pribadi.

Rakyat hanya didoping dengan janji dan politik transaksi. Alhasilnya, apatisme terhadap nasib rakyat semakin meraja tanpa solusi sebab suara rakyat telah ditransaksi dengan uang atau lebih menterengnya sistem barter yaitu rakyat memberikan suara kemudian mendapat uang sedangkan pemerintah memberi uang supaya dapat suara. Kedaulatan rakyat dipasung oleh kelompok yang berduit.

Oleh karena itu, amat relevan teori politik seorang ahli sastra dan filosof Adam Heinrich Muller (1779-1829) jika dikaitkan dengan keadaan negara kita yang tercecer saat ini. Sekarang saatnya untuk meramu kambali organ negara yang terfragmentaris oleh karena ulah para politisi busuk yang haus kekuasaan. Dalam paham Adam H Muller, negara merupakan organisme yang hidup, bagaikan individu agung yang memuat dan mengatasi individu kecil. Jiwa negara adalah roh bangsa negara itu. Masyarakat dan individu mencapai tujuan dan keluhuran mereka dalam kesatuan dengan negara. Golongan-golongan sosial merupakan organ-organ negara, mereka menemukan tujuan mereka yang sebenarnya dalam negara.

Adam H Muller menyarankan bahwa negara itu seyogyanya negara korporaif dimana masing-masing kelas sosial mempunyai peranannya yang khas. Dalam hal ini, negara itu harus organistik. Individu baru mencapai tujuannya apabila menyatu dengan semua individu lain dalam negara sebagaimana organ-organ tubuh menyatu dengan seluruh organisme.

Pandangan filsuf ini kiranya mendapat pencerahan bagi para wakil rakyat yang di lantik pada hari ini. Sekiranya, kegalauan epistemologis dalam mencari pendasaran teoritis untuk mengatasi ketidakpastian manuver politik praktis selama ini bisa terjawab berkat teori mentereng ini. Meramu yang telah tercecer adalah kehendak rakyat sehingga rakyat berdaulat untuk mengutus wakilnya masing-masing supaya tabula rasa negara tercinta ini tidak selalu terisi dengan tinta merah kebobrokan para penguasa yang haus kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun