MASYARAKAT POLITIK DI NEGERI MAKSIAT
OLEH: ODORIKUS HOLANG
Kisruh politik di negeri ini belum kunjung usai. Perbenturan politik yang menelurkan kubu problematis dalam negeri menjadi sorotan utama dalam menu media sosial baik online maupun majalah dan surat kabar yang tidak henti-henti mengulas persoalan terkait.
Apa hendak dikata inilah yang terjadi. Masyarakat politik telah menunjuk gigih dan saling berperang antara koalisi. Sebut saja koalisi Indonesia hebat (KIH) dan koalisi merah putih (KMP). Kedua kubu ini hingga sekarang belum atau tidak mau berhenti untuk bermain dadu kekuasaan untuk mendapat prestise dalam lembaga atau singgasana legislatif itu.
Klaim rakyat yang merepresentasikan kedua kubu sekarang adalah dewan perwakilan rakyat di Senayan sekarang mandek. DPR hanya menerima gaji tanpa kerja sesuai dengan amanat rakyat. Kerja dewan hanya membuat kisruh dan minim solusi bahkan tidak pernah menemukan solusi dalam sidang dewan yang notabene mengurus nasib rakyat Indonesia.
Membangun daya saing dalam lembaga parlemen adalah bentuk pengabaian terhadap sakralitas demokrasi dan mendewakan budaya aristokrasi. Pendegradasian nilai demokrasi adalah bentuk anomali penguasa yang haus kekuasaan dengan tidak mempedulikan masyarakat secara umum.
Citra politik Indonesia di mata dunia amat miris dan memprihatinkan. Negara demokrasi yang dieluh-eluhkan dunia ternyata ternoda oleh egoisme para penguasa laknat yang selalu mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok ketimbang kepentingan umum. Pertanyaannya, apa sumbangsih positif negara terhadap rakyat apabila selalu membuat kekisruhan yang naif?.
Kewajiban negara yang mana mewartakan kesejahteraan hampir sirna oleh karena hanya mengedepankan atau memprioritaskan kepentingan kelompok atau pribadi. Negara secara fundamental mempunyai kewajiban untuk memenuhi segala kepentingan rakyat. Terutama sektor pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya. Beberapa sektor ini harus dipenuhi oleh pemerintah atau negara demi tercapainya negara yang sejahtera sehingga predikat kemelaratan yang disematkan kepada rakyat tidak selalu menjadi perhatian publik.
Masyarakat politik di negeri ini membutuhkan revolusi mental. Mengapa demikian?. Sikap infantile yang ditunjukkan anggota parlemen dalam sidang pleno membuahkan kritik tak karuan terhadap lembaganya. Sikap kekanak-kanakan ini seyogyanya tidak boleh dipelihara. Akan tetapi, akhir-akhir ini lembaga terhormat parlemen masih tetap memelihara sikap bobrok ini.
Dengan demikian, masyarakat politik sekarang tidak berada dalam negeri demokrasi tetapi dalam negeri maksiat yang dijejali kebobrokan penguasa yang egoistis dan sarat kepentingan politis di segala bidang kehidupan.
*penulis adalah pemulung kata di dunia Jakarta yang mempunyai kompleks arti dan nilai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H