Malang, sebuah kota di Jawa Timur yang menyimpan berbagai macam keindahan dan kebudayaan di dalamnya. Salah warisan budaya kota Malang yang sangat khas adalah topeng tradisional Malang. Warisan budaya tersebut tidak hanya sekadar sebuah hiasan atau pajangan, namun Topeng sendiri memiliki makna, filosofi, dan cerita didalamnya. Dengan keindahan dan keunikan dari setiap bentuk topeng yang dibuat, topeng tradisional tersebut menyimpan banyak sekali cerita rakyat dan nilai kehidupan di dalamnya. Melalui setiap cerita rakyat yang tersimpan dalam satu-persatu topeng yang dibuat, masyarakat dapat menggunakan topeng sebagai media penceritaan dan salah satunya adalah melalui Tari Topeng.Â
Tari Topeng merupakan salah satu seni pertunjukan yang sangat dikenal oleh masyarakat lokal. Setiap cerita rakyat yang ditampilkan dan dipertunjukkan memiliki kesan dan pesan tersendiri bagi setiap penikmatnya. Salah satu seniman tari Topeng di Kota Malang adalah sosok Drs. Sunari. Beliau merupakan seorang seniman yang lahir pada tahun 1951 dan telah berkecimpung didalam dunia seni pertunjukkan dan seni rupa seumur hidupnya. Saat ini bersama dengan istrinya, Drs Sunari mendirikan sebuah sanggar lukis dan tari yang diberi nama Sanggar Lukis dan Tari Hardina. S. Sunari di Kota Malang. Di Dalam artikel ini, kita akan mempelajari dan menyimak mengenai topeng khas kota malang melalui salah satu tokoh seniman sepuh Kota Malang yaitu Drs. Sunari.Â
Latar Belakang Tari Topeng
Melalui Wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Drs. Sunari, beliau bercerita mengenai kesenian topeng Malang. Beliau bercerita bahwa topeng khas kota Malang awalnya digunakan didalam sebuah seni pertunjukan yang bernama Wayang Topeng. Beliau mengatakan bahwa secara umum Wayang Topeng sendiri merupakan sebuah seni pertunjukan khas Kota Malang yang serupa dengan Wayang Orang, hanya saja pemain Wayang Topeng menggunakan topeng dalam pertunjukan mereka. Dikatakan juga bahwa di Malang sendiri cerita rakyat yang umumnya diangkat dalam pertunjukan Wayang Topeng adalah cerita mengenai sosok Panji. Dikatakan bahwa karena dalam sebuah cerita dalam pertunjukan Wayang Topeng diperlukan banyak pemeran maka seiring berjalannya waktu masyarakat lebih memilih untuk mencuplik tariannya saja. Berdasarkan cerita latar belakang tersebut akhirnya muncul berbagai macam tari topeng seperti Tari Patih, Tari  Krono, Tari Gunung Sari dan sebagainya. Dengan munculnya berbagai macam tari topeng tersebut, setiap tari yang dipertunjukkan tentunya memiliki topeng dan juga busana yang khas dan unik.
Bagaimana Bentuk Topeng Menggambarkan Sebuah Karakter
Pada wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Drs. Sunari, beliau mengajak penulis untuk melihat lihat beberapa koleksi topeng miliknya. Sembari melihat topeng koleksi milik beliau, beliau menjelaskan mengenai bagaimana setiap topeng menggambarkan mengenai suatu tokoh dalam cerita. Beliau menjelaskan bahwa setiap aspek pada topeng dapat menjelaskan tentang status sosial tokoh, gender tokoh, watak tokoh, posisi tokoh pada cerita yang dibawakan, dan karakter dari tokoh tersebut. Berikut merupakan beberapa aspek yang dapat diperhatikan untuk mengerti bagaimana topeng dapat menggambarkan tokoh dalam suatu cerita:
- Warna pada topeng
- Bentuk mata pada topeng
- Bentuk hidung pada topeng
Dalam penjelasan beliau, beliau memberi contoh bagaimana aspek-aspek tersebut dapat membedakan sebuah karakter dalam sebuah cerita. Salah satu contohnya adalah perbedaan antara topeng milik ksatria dan topeng milik raksasa. Topeng yang menggambarkan tokoh raksasa biasanya memiliki mata yang melotot, mulut yang bertaring, dan memiliki hidung yang besar sementara ksatria memiliki mata yang lembut, mulut yang lembut, dan hidung yang kecil sama seperti penokohan pada wayang.
Perbedaan Kualitas Topeng yang Tinggi dan Rendah
Didalam penjelasan beliau mengenai topeng, beliau menjelaskan kepada penulis mengenai perbedaan antara topeng berkualitas tinggi dan rendah. Secara umum sebuah kerajinan topeng dapat dinilai kualitasnya melalui bahan yang digunakan, dan juga tingkat kerapian dalam pengerjaan topeng tersebut. Beliau mengatakan bahwa sebuah topeng yang memiliki kualitas tinggi biasanya memerlukan waktu 2 hingga 3 minggu sementara topeng dengan kualitas yang rendah hanya memerlukan waktu 2 hingga 3 hari saja. Selanjutnya untuk bahan yang digunakan oleh topeng yang berkualitas tentunya adalah kayu seperti kayu Pulai atau kayu Mentaok. Terakhir mengenai kerapian pengerjaan tentunya dapat dilihat sendiri melalui hasil topeng yang telah jadi.
Meskipun begitu, Drs. Sunari juga mengatakan bahwa sebuah topeng tidak hanya dapat dilihat kualitasnya melalui bahan yang digunakan, kerapian pengerjaan topeng saja. Sebagai seorang penari topeng Drs. Sunari mengatakan bahwa topeng yang baik adalah topeng yang memiliki ukuran yang pas dengan penggunanya atau penarinya. Beliau sempat bercerita bahwa dalam sebuah pertunjukan tari topeng, umumnya penari yang telah mencapai tingkat pakar atau ahli akan memesan topeng yang sesuai dengan wajah mereka sehingga topeng yang digunakan tidak terlalu kecil dan terlalu besar dan nyaman untuk digunakan penari tersebut.Â