Mohon tunggu...
Hoja Nasarudin
Hoja Nasarudin Mohon Tunggu... -

Urip kuwi mung mampir ngombe, ora bakal urip selawase ( Hidup itu Cuma ibarat mampir minum , ga bakal hidup selamanya )

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Awas Jualan Terompet, Bisa Disosialisasi Nanti!

24 Desember 2016   09:14 Diperbarui: 24 Desember 2016   09:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hoja, mumpung mau tahun baru, yuk kita jualan terompet, pasti laku itu, kan biasanya ramai kalau tahun baru tiup terompet," ajak Jaka kepada Hoja.

"Kamu yakin mau jualan terompet Jaka, udah kamu pikirin dulu?" tanya Hoja.

" Ya iyalah Hoja, udah aku pikirin, jualan semusim aja, mumpung mau tahun baru, kan warga suka tuh merayakan tahun baru, apa salahnya sih jualan terompet?" tanya Jaka.

"Salah sih gak, fatwanya juga belom ada, tapi sapa tau mendadak MUI  bikin fatwa haram tiup terompet, sebab katanya, konon terompet tu kerjaannya bangsa yahudi waktu tahun baru, jadiiiiiii, bisa aja dadakan ada fatwa haram soao terompet, mirip dengan fatwa haram atribut natal kayak kemarin Jaka," sahut Hoja.

"Ribet amat negara kita ini Hoja, ini haram itu haram kapan majunya negara kita?" Jawab Jaka kesal.

"Gak ribet sih cuma golongan mereka aja yang biasanya akan begitu, menjelang perayaan hari besar, jadi siap siap aja Jaka, kalau di sweeping, he .. he .. he," jawab Hoja.

"Lha kok pake sweeping segala, mang ga ada kerjaan? Pake sweeping?" tanya Jaka.

"Lha kerjaannye mereka gitu, MUI bikin fatwa, gerombolan pendukungnya mensweeping, alesannya sih banyak, sosialisasi kek, audensi kek, intinya maksa fatwa harus dijalankan," gitu lho Jaka.

"Emang  fatwa MUI kudu dijalankan?" tanya Jaka.

"Ada sih fatwa polisi tidur haram, rokok haram, cuma yang gini gerombolan pendukung MUI gak gerak, kincep aja, ga ada tuh sosialisasi," jelas Hoja."

"Kok ga disweeping, polisi tidur ana rokok? gak fair dong?" protes Jaka.

"Sapa bilang hidup harus fair, hidup tergantung kepentingan, kalau kepentingan terganggu nah baru deh gerak, gitu Jaka, paham?" tanya Hoja.

"Kagak paham Hoja, mana bisa gitu, gak adil dong, asal kepentingannya keganggu demo, aksi, maksa, nah kalo ga ada kepentinggannya diem aja, fatwa ya fatwa, semua fatwa harus dikawal, masak ngawal yang mereka mau aja sih Hoja?" tanya Jaka.

"Jangan tanya aku Jaka, tanya mereka, mereka itupun kalau mau mereka jawab, he .. he .. he ...," Hoja meledek Jaka.

"Jadi gak nih jualan terompet, ayo aku anter mborong terompet," tanya Hoja.

"Ya jadilah, aku cuma usaha, ikhtiar cari rejeki, jaman sekarang susah cari rejeki, masak jualan terompet aja jadi masalah?" jawab Jaka.

"Gak takut disweeping atau disosialisasi Jaka," tanya Hoja.

"Gak lah, nanti aku akan suruh mereka mborong terompetku, mereka wajib beli, melarang gak ngaruh sama aku, emangnya mereka yag kasih makan aku dan keluargaku?" jawab Hoja mantap.

"Kalau maunya merampas dan tidak mau membeli?" tanya Hoja.

"Ya lapor polisi lah, enak aja melarang dan merampas, apa hak mereka?" jawab Jaka.

"Cakep Jaka, aku dukung kamu jualan terompet, kan nanti yang dagang bukan cuma kamu aja, ajak mereka kompak lawan gerombolan sosialisasi itu, mantep," ujar Hoja.

"Yuk ah berangkat, mumpung belum sore," ajak Jaka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun