Mohon tunggu...
HOIRUNNISSA SUCI ARDIYANTI
HOIRUNNISSA SUCI ARDIYANTI Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

hobi bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Luka yang Mendidik

12 November 2024   08:51 Diperbarui: 12 November 2024   09:25 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

    Ku kirim salam untuk masa lalu. Aku katakan pada masa lalu kalau dia salah tentang masa depan. Dia mengatakan "Masa depan adalah jalan yang sangat terjal, jurangnya amat curam dan ia katakan aku tidak akan mampu menghadapinya, jika mampu pun hanya bisa setengah jalan.

    Hujan turun deras, membasahi jalan-jalan yang sunyi dan menyisakan aroma tanah yang menyengat di udara. Kilatan petir sesekali menyambar, menerangi pohon-pohon yang berdiri tegak di sepanjang jalan. Di balik bayang-bayang yang gelap, sebuah pintu tua berderit perlahan, seolah menyimpan rahasia yang tak ingin dibangunkan. Angin dingin membawa suara samar, mungkin hanya desiran dedaunan, mungkin juga sesuatu yang lain. Dalam gelap dan dingin yang membungkus kota kecil itu, sesuatu sedang menunggu, seolah waktu sendiri menahan napas.

    Aku melamun dan teringat kembali pada kejadian itu, saat kenangan-kenangan itu menyeruak di benak, seperti bayangan yang tak diundang, mengisi ruang-ruang sepi dalam hati yang selalu kukira sudah terlupakan. Namun, waktu berjalan, dan aku mulai menyadari sesuatu. "Luka ini tak bisa terus-menerus mengontrol hidupku. Jika aku terus membiarkan masa lalu menghantuiku, aku tak akan pernah menemukan kedamaian. Maka, aku memutuskan untuk berubah." batinku.

    "Kak, kenapa belum tidur?" Suara lembut itu membuyarkan lamunanku.

    Aku menoleh perlahan ke arah pintu. "Petirnya terlalu keras, aku jadi susah tidur," jawabku sambil memaksakan senyum kecil.

    Dia berdiri di ambang pintu, menatapku sejenak sebelum berkata dengan nada tegas, "Kalau hujannya sudah reda, coba tidur ya. Jangan terus begini."

    Tanpa menunggu balasanku, dia berbalik dan meninggalkan kamar, meninggalkan jejak ketenangan yang entah mengapa membuatku merasa sedikit lebih baik.

    Aku berbalik menghadap jendela sambil memandangi jalan yang basah terkena air hujan, tidak lama kemudian aku tertidur lelap ditemani suara rintik hujan yang menghantam kaca jendela kamarku.

    Cahaya matahari yang terik menembus jendela kamar dengan intensitas yang kuat, mengisi setiap sudut ruangan dengan kehangatan dan sinar yang terang benderang, memantulkan bayangan halus di dinding dan memberikan suasana yang tenang namun menyengat.

     Pagi itu, aku bangun dengan sedikit malas, tapi segera bergegas membersihkan diri. Setelah mengenakan seragam, aku duduk di meja makan, menikmati sarapan sederhana sambil memastikan semua perlengkapan sekolah sudah siap.

    Di sekolah, aku berusaha mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian. Saat istirahat, tawa dan cerita bersama teman-teman membuat suasana semakin hidup. Dalam setiap kegiatan kelas, aku berusaha aktif, menikmati momen-momen kecil yang menyenangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun