Mohon tunggu...
Pencari Kebenaran Agama
Pencari Kebenaran Agama Mohon Tunggu... -

saya menyukai paham zionis ttapi bukan berarti saya zionis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mukti Ali Membunuh Dewa Gilang Tanpa Sengaja

8 Juni 2012   13:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:14 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Engkau masih terus berjuang, tak pernah bosan atau dikalahkan lelah di dalam setiap perjuanganmu.

Tak pernah mengeluh meskipun hatimu kadang tersakiti oleh buah hatimu sendiri tetapi engkau selalu tersenyum menatap harapanmu yang tak akan pernah engkau nikmati.

Berlutut berdoa dan menangis dihadapan Sang Maha Pengasih, bukan untuk mengasihi dirimu tetapi untuk memberikan hidupnya pada anak yang menyakitimu.

Ayah, aku bangga padamu. Meskipun kadang engkau marah tetapi aku tahu kasihmu jauh melebihi amarahmu.

Aku tak mampu berjanji memberikan harta dunia buatmu tapi aku janji akan selalu berdoa buatmu sehingga Tuhan Yang Maha Esa memberkati engkau, aku juga akan menjadi sepertimu karena aku yakin darahmu mengalir didalam darahku

Seandainya aku meninggal nanti, aku akan sampai pada Tuhan bahwa ayah adalah ayah terbaik di seluruh dunia.

Tak tertahankan air mata mengalir di pipi ayahnya, demikian juga ibu Dewa Gilang yang turut membaca surat tersebut. Ayahnya sadar bahwa sifat pemarah Dewa Gilang merupakan turun dari sifat ayahnya. Dewa Gilang sama seperti ayahnya, ketika muda sangat pemarah walaupun ketika berkeluarga telah terjadi perubahan. Mereka begitu terharu. Mereka malah mengenang Dewa Gilang yang begitu lembut dan penyayang. Dewa Gilang yang pemarah ternyata hanya sebagai topeng akan rasa sayangnya. Ayahnya tahu bahwa ia adalah seorang anak yang tidak mampu mengungkapkan rasa sayangnya dengan suatu tindakan karena ayahnya pun demikian.

Tak berapa lama, keluarga pemuda yang di pasar tersebut mendatangi keluarga Dewa Gilang. Mereka sadar bahwa mereka adalah penyebab kematian Gilang. Mereka juga bersyukur atas respon keluarga Dewa Gilang yang tidak mau mempersoalkan masalah tersebut kepada polisi. Selain itu, mereka juga bersyukur setelah kejadian tersebut hubungan pemuda tersebut dengan ayahnya menjadi baik.

"Bapak dan ibu, kedatangan kami kemari ingin mengungkapkan rasa berduka kami sekeluarga. Kami sadar bahwa kami telah bersalah. Dewa Gilang meninggal akibat pertengkaran kami. Oleh karena itu, saya mau memberikan tempat saya berjualan di pasar untuk keluarga Bapak. Tidak seberapa, namun kiranya bisa menolong perekonomian Bapak. Selain itu, Mukti Ali (nama pemuda tersebut) mengalami trauma mengingat apa yang diperbuatnya, bahkan beberapa malam ini dia sukar tidur dan selalu berdoa kepada Tuhan mohon pengampunan. Selain itu, ia tidak sanggup datang ke kedai karena akan membayangi pikirannya dengan peristiwa tersebut. Maka, kami telah putuskan kalau kami mau pindah dari kota ini. Ingin memulai hidup yang baru dengan hubungan keluarga yang baru", kata bapak pemuda tersebut kepada ayah dan ibu Gilang.

Suasana haru pun kembali terjadi, mereka kembali berpelukan seakan telah menjadi sebuah keluarga. "Terima kasih Pak, semoga keluarga kita semua bahagia dan hubungan di antara orang tua dan anak-anak kita bisa baik. Hubungan itu adalah harta keluarga", jawab ayah Gilang.

Kalimat ayah Dewa Gilang menjadi kalimat penutup untuk mengingat kejadian yang sangat menyedihkan tersebut. Setelah kalimat itu, mereka mulai berbincang dengan topik lain dan makan bersama-sama karena keluarga Mukti Ali membawa makanan untuk dimakan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun