Mohon tunggu...
Hofifah Fathi Ummi
Hofifah Fathi Ummi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya tertarik dengan dunia kepenulisan baik berupa fiksi ataupun non fiksi, salah satunya artikel. saat ini saya mencoba untuk menulis artikel mengenai peran lembaga sosial dan filantropi untuk membantu serta mengatasi isu kemanusiaan dan bencana alam. Saya harap bisa belajar banyak dan mendapatkan masukan yang membangun mengenai tulisan saya. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pilih untuk pulih

8 Januari 2025   20:53 Diperbarui: 8 Januari 2025   21:06 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Hosh....... Hosh... hosh....haaah....huftt..." gadis dengan khimar dongker itu  mulai mengatur nafasnya, sebelum ia memasuki ruang sekretariat unit kegiatan mahasiswa (UKM) "Assalamualikum......" ia mengucap salam sembari  menyatukan kedua tangan di dada, menggoyang goyangkannya  kedepan dan kebelakang, gayanya persis seperti orang yang sedang sembahyang di kuil. Di ruangan itu  terdapat lelaki dan perempuan, ia bersalaman seperti itu hanya pada lelaki, sedang pada perempuan ia bersalaman  dengan menggengam erat tangan mereka laksana kolega yang akan diajak  bekerjasama.

"kamu kenapa berbeda  bersalaman pada laki laki dan perempuan? " seorang senior bermata elang mempertanyakan tindakanya.

Gadis itu baru saja duduk di pangkuan kursi, tertegun, sudut bibirnya naik dengan canggung, matanya berputar seolah berpikir. Ia melihat ke sekeliling orang orang yang sibuk dengan ponsel dan kegiaatan individualnya.

"Mmmmm..... stay halal ka" jawab yang asal, berharap tak ada pembahasan selanjutnya. Namun naas itu adalah awal dari bingung yang membingungkan.

"hmmm.... kan kita juga cuma tos seperti ini gak papa lah" senior itu menunjukan gerak mengepal tangan. Sorot mata elangnya seolah memburu jawaban.

"bukan begitu kak, bukan kah ada batas yang harus kita jaga?" gadis itu mengkerdil bak kelinci.

"batas untuk apa? Batas seperti itu yang akan menimbulkan jarak, ketika ada batas dalam jarak sulit untuk membangun emosional di lingkungan UKM ini, jika ada alasan lain pun, toh saya tidak akan birahi hanya karena tos seperti  ini " mulai mencengkram jawaban gadis itu bak mangsa

"eeee ..........saya hanya memperkecil kemungkinan saja" mencoba melepas cengkraman dari sang mata elang.

"tindak tanduk mu berdasar pada paham mana?"

"maksudnya kak?"

"mazhab apa yang kau anut?"

"Mmmm....."

"belum tahu ya? Apa belum memutuskan? "

"aku belum memutuskan apapun "

"setiap tindakanmu harus berdasar"

"baik"

"jadi bagaimana?"

"yaaaa, aku akan cari tahu lagi"

"intinya jangan hanya taklid, kau juga perlu landasan kuat"

"baik kak" jawab putus harapan itu menandakan ia kalah, sang mata elang itu sukses memangsa argumen sang gadis

Gadis itu terdiam dalam.... entah mengapa ia teringat perkataan pak cik andrea hirata 'usahamu  seperti menghalalkan segala angka dikalikan dengan nol' nihil, dan tak akan berubah karena memang ia terlalu taklid dalam tindaknya.

"oke nanti cari tahu lebih lanjut ya....." sang mata elang melonggarkan mangsa

"Oke kak"  ia setuju tanpa syarat

"apalagi kau berstatus mahasiswi" memberi sedikit goresan pada buruan, sebagai tanda kemenangan

"laksanakan kak" Merintih argumenya kesakitan.

Pembicaraan itu berakhir dengan sang gadis memberanikan menatap mata sang elang yang coklat menawan, hatinya harus bertahan ini hanyalah tatapan,  dan tepat setelah itu pembicaraan berlanjut pada topik selanjutnya ketika anggota UKM mulai berdatangan.

Sepulangnya dari UKM  ia rebahkan tubuhnya di atas kasur kost, matanya lekat menatap langit-langit, 'memang aku terlalu taklid, tanpa tahu apa apa dan  benarkah aku bisa bersentuhan? Apakah benar syariat menjadi landasanku ataukah aku masih memerlukan waktu untuk pulih?'  suara hatinya bergejolak, tanpa izin memorinya masuk pada waktu yang tak ingin ia kenang.

Hari itu.....  ketika kondisi rumah dalam keadaan sepi nan senyap, hanya ada ia seorang di rumah nan sederhana, ia sedang asyik membaca  buku  hanyut dalam cerita dan tanpa izin...... sesosok laki-laki masuk kedalam rumah yang saat itu tak terkunci, tak  sempat ia berlari mengunci pintu kamarnya, sosok bertopeng itu sudah berhasil mencengkram tangan pintu kamar dan mendorongnya dengan paksa...... adu tenaga yang tak sebanding....... Brakkk.... pintu kamarnya terbuka.... degup jantungnya berdetak kencang.....sangat kencang.... Dan......

 kriiingggg....... Kriiinggggggg... suara ponselnya berdering nyaring didekat kuping, jantungnya masih memompa darah dengan cepat,  ia terlempar kembali pada masa ini, menarik nafas dalam..... dan mengeluarkanya perlahan.... Hufffffff.....Haaaaaahh......."Assalamulikum ....." sura lembut ibu menyapa gendang telinganya, "waalikumsalam bu...."  Ada rasa aman dan nyaman mengalir dalam denyut jantungnya  aiihhhhhh..... saktinya seorang ibu.

Pagi keesokan harinya ia mulai serching'hukum jabat tangan dan bersentuhan dengan lawan jenis', membuka satu persatu ceramah di mulai dari sang penyejuk hati buya yahya, ustadz Khalid dengan ketegasan syariatnya, ustadz adi hidayat dengan beribu referensinya, kini gadis itu tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Mengenai mazhab yang  empat pun setuju akan hal ini,bahwa ada batasan yang harus di jaga antara perempuan dan laki laki yang telah baligh, perlu digaris bawahi bahwa batasan fisik ini berbeda dengan interaksi dan bersosial.

"ini adalah keputusanku, pilih tidak bersentuhan untuk pulih" ucapnya dalam hati  sambil memejamkan mata, dalam posisi duduk, tanganya ia silangkan ke pundak  ujung jemarinya ditepukan secara bergantian antara kanan dan kiri, ia mengizinkan segala emosi ada dalam dirinya, hal-hal yang terjadi di masa lalu atau kini, ia akui dan izinkan yang kemudian ia relakan untuk terjadi dalam hidupnya,  karena semua yang terjadi adalah bentuk dari lesson of life, dan butterfly hug sekali lagi membuatnya nyaman.

Siang itu di sebuah taman ia berjumpa dengan teman lamanya ,berbeda dengan dirinya yang melanjutkan studi temannya ini memilih untuk menimba ilmu dan mengabdi di pondok pesantren.

"nis... aku mau tanya" gadis itu menjukan keseriusan dalam nadanya,

"ada apa gerangan raysa nur azizah...." Temanya menaggapi dengan candaan, dipanggil pula ia dengan nama panjangnya

"bagaimana pendapatmu tentang physical touch dengan yang bukan mahram, maksudku seperti bersalaman atau semacamnya?"

"kau tau persis jawabannya ray" nisa temanya itu menatap kedua mata raysa

"ah.... Rupanya kau perlu penguatan ya, akuuu..... " nisa menjeda ucapanya sambil melayangkan pandangan kesekeliling taman

"aku tak menuntut aku diperlakukan bak ratu yang sangat eksklusif...."

"maksudnya nis?"

"apa kau tau, di britania raya bisakah sang ratu bersalaman dengan siapa saja? Tidak! namun dalam islam hal seperti itu untuk menjaga kehormatan wanita, selama kau yakin dengan syariat ini tak perlu ragu ray...."

"jika ada seseorang menyuruh kita untuk tidak berlebihan bagaimana apakah ia  salah ?"

"bisa jadi ia memahaminya dengan berbeda..... dan jangan langsung mendjudge mereka salah dan kamu benar ray, berhati hatilah karena itu tipu daya setan"

"ohh iya??"

 "aku pernah mendengar kata kata ini Jika setan tidak berhasil membuatmu menjadi jahat dan buruk, maka setan akan membuatmu merasa paling benar"

Bagikan tertusuk beribu jarum raysa merasa jleb dan malu.

"segala tindakan mesti ada alasannya " temannya bernama nisa itu melanjutkan kata katanya

" Aku paham sekarang, tindakan ku selain untuk pulih juga memang syariat yang harus ku genggam" jawabnya mantap

"semua orang memiliki prespektif, kau membuat aksi mereka mengeluarkan reaksi, biarkan saja"

"kulakukan" jawab raysa dengan senyuman mengiringi kata katanya, ia lega dan sedikit kecewa, akankah sang mata elang itu juga mengerti dirinya?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun