Dua pertanyaan inilah yang menurut saya sering ditanyakan oleh publik terkait dengan fungsi dan peran PR di sebuah organisasi.Â
Sejatinya PR saat ini harus bertransformasi dan memainkan peranan strategis yang lebih besar, tidak hanya dalam membangun dan memperkuat citra perusahaan tetapi juga citra sebuah produk.Â
Praktisi PR harus bisa memainkan peran sentral dalam strategi komunikasi di organisasi baik internal maupun eksternal, dan harus memahami bagaimana menerapkan strategi komunikasi yang efektif guna membangun hubungan jangka panjang dengan para pemangku kepentingan sebagai bagian dari strategi organisasi.Â
Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemukan organisasi yang belum menempatkan atau melibatkan PR pada peranan yang strategis. PR seolah ditempatkan sebagai "penggembira" semata.Â
Hal tersebut disebabkan belum adanya pemahaman, khususnya dari manajemen puncak, akan pentingnya peran PR dalam menjalankan strategi komunikasi baik internal maupun eksternal bagi organisasi.Â
Ditambah lagi, praktisi PR yang berada dalam organisasi semacam itu tidak mampu menunjukkan kapabilitasnya, dan merasa "puas" dengan stigma PR sebagai "tukang foto" atau sekedar "penggembira" semata tanpa berusaha mengembangkan kemampuan diri secara pengetahuan dan akhirnya terjebak dalam rutinitas teknis belaka.Â
Disinilah yang menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan bagi seorang PR untuk menunjukkan kapabilitasnya dan meyakinkan manajemen puncak dalam menyusun strategi komunikasi yang sejalan dengan strategi organisasi, terutama dalam mendukung peningkatan keuntungan bagi organisasi.Â
Kalau begitu, pandangan publik bahwa PR hanya "tukang foto" atau "tukang bikin event" tidak salah dong? Saya katakan fifty-fifty, benar dan salah. Benar, hal tersebut terjadi umumnya di organisasi yang belum mature dari sisi penerapan strategi komunikasi.Â
Artinya organisasi tersebut lebih memprioritaskan bisnis semata. Apakah ada divisi atau unit kerja PR? Pasti ada, tapi ya itu tadi, tugasnya hanya sebagai "tukang foto" atau "tukang bikin event" atau "tukang undang media untuk seremonial". Dan kalaupun ada, "suara" PR tidak terdengar hingga ke manajemen puncak.
Di sisi lain, saya katakan salah, karena sudah dapat kita jumpai saat ini organisasi yang memiliki kepedulian yang sangat tinggi akan pentingnya komunikasi, baik komunikasi organisasi terlebih lagi komunikasi ke publik.
Pada organisasi semacam itu, bahkan PR bukan hanya berada pada tatanan divisi atau unit kerja semata, tapi kedudukannya sudah berada sejajar dan berada dalam lingkaran manajemen puncak.