Mohon tunggu...
Husni Fatahillah Siregar
Husni Fatahillah Siregar Mohon Tunggu... Lainnya - Content Writer

Corporate Communication - Tennis Addict

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Buruknya Komunikasi Pemerintah ke Masyarakat, Siapa Bertanggung Jawab?

13 Oktober 2020   16:19 Diperbarui: 13 Oktober 2020   16:25 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah pandemik Covid-19 yang belum mereda, pemberitaan media dipenuhi oleh informasi mengenai penolakan UU Omnibus Law. Berbagai aksi penolakan yang dilakukan berbagai elemen masyarakat meramaikan jagat media sosial yang disertai dengan seruan untuk menolak UU Omnibus Law dengan tagar yang kemudian menjadi trending di media sosial. 

Yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana sebenarnya pola komunikasi yang dibangun pemerintah ke masyarakat terkait UU Omnibus Law ini?  

Jika kita amati, pemerintahan Presiden Joko Widodo jilid ke 2 ini memiliki permasalahan yang sangat serius dalam hal komunikasi publik. Dalam konteks ilmu komunikasi, bisa dikatakan saat ini negara dalam kondisi krisis, sehingga diperlukan penanganan yang tepat dalam komunikasi publik. 

Hal ini yang tidak terlihat dalam pola komunikasi yang dibangun pemerintah ke masyarakat. Penolakan masyarakat atas UU Omnibus Law tidak bisa dikaitkan akan kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat atas isi UU semata. 

Justru pemerintah sebagai inisiator UU tersebut lah yang harus mengkomunikasikan UU tersebut sebelum disahkan. Bukankah itu yang disebut dengan transparansi publik? 

Jika memang UU tersebut untuk kebaikan masyarakat, sepatutnya lah apa yang menjadi kebaikan-kebaikan tersebut disebarluaskan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab atas komunikasi pemerintah ke masyarakat.

Dalam struktur pemerintahan Kabinet Indonesia Maju ada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mengutip dari situs Kemenkominfo, tugas yang diemban Kemenkominfo adalah "menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara". 

Salah satu fungsi yang diemban Kemenkominfo adalah "Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya dan perangkat pos dan informatika, penyelenggaraan pos dan informatika, penatakelolaan aplikasi informatika, pengelolaan informasi dan komunikasi publik". 

Berdasarkan tugas dan fungsi Kemenkominfo tersebut jelas disebutkan mengenai komunikasi publik. Pertanyaannya, dimana peran Kemenkominfo dalam mengkomunikasikan dan mensosialisasikan informasi mengenai UU Omnibus Law kepada masyarakat?

Selain Kemenkominfo, presiden Jokowi juga dibantu oleh Kementerian Sekretariat Negara, yang bertugas untuk "menyelenggarakan dukungan teknis dan administrasi serta analisis urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara untuk membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara". 

Dan salah satu fungsi yang dilakukan Kemensetneg adalah "dukungan teknis dan administrasi kerumahtanggaan, keprotokolan, pers, dan media kepada Presiden". 

Jika mengacu pada fungsi yang dijalankan, jelas ada fungsi pers dan media yang bisa dilakukan Kemensetneg untuk mendukung pemerintah dalam mengkomunikasikan dan mensosialisasikan kebijakan pemerintah. 

Kembali lagi pada pertanyaan, dimana peran Kemensetneg dalam mengkomunikasikan dan mensosialisasikan informasi mengenai UU Omnibus Law kepada masyarakat?

Yang membuat komunikasi publik pemerintah menjadi sedemikian memprihatinkan, karena dalam struktur pemerintahan terdapat Juru Bicara Presiden. 

Dalam konteks ilmu komunikasi, juru bicara (jubir) adalah seseorang yang diberikan tanggung jawab untuk menerangkan kondisi atau situasi orang lain yang mengutusnya. 

Peranan jubir dalam lembaga negara sangat penting untuk mewakili lembaga yang dipegangnya dalam konferensi pers, ataupun dalam melakukan wawancara dengan wartawan dan media. 

Sementara juru bicara presiden adalah pejabat yang ditunjuk oleh presiden yang berfungsi untuk menyampaikan berbagai komentar resmi yang atas nama presiden. 

Artinya jubir memiliki kewenangan -- atas ijin dan persetujuan presiden -- untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk UU Omnibus Law ini. Lantas, dimanakah peran jubir presiden selama ini?

Belum cukup tiga struktural di atas, presiden Jokowi masih dibantu oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Mengacu pada informasi di situs KSP, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya KSP memiliki lima kedeputian. 

Kedeputian IV bertugas untuk "mengelola strategi komunikasi politik, hubungan masyarakat, pemerintah, media, strategi diseminasi informasi, pengelolaan strategi komunikasi di lingkungan lembaga kepresidenan dan kedaulatan digital". Pertanyaannya, strategi komunikasi apa yang dilakukan KSP selama ini untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikan UU Omnibus Law?

Kurangnya pemahaman masyarakat atas isi UU Omnibus Law tentunya karena minimnya informasi yang disampaikan pemerintah terkait isi UU tersebut. 

Minimnya informasi yang beredar tentang UU Omnibus Law akhirnya membuat tanda tanya besar dengan bagaimana sebenarnya pola komunikasi yang dibangun oleh tim komunikasi pemerintah -- siapapun yang bertanggungjawab atas komunikasi pemerintah ke masyarakat -- khususnya saat menghadapi situasi krisis seperti ini.

Jika kita bicara dalam konteks teori, krisis merupakan suatu kejadian yang terjadi diluar perencanaan yang dapat mengancam keberlangsungan institusi bahkan suatu negara. Krisis identik dengan reputasi dan kepercayaan. 

Penanganan krisis yang optimal dan efektif akan menumbuhkan kepercayaan dari para pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan berdampak pada reputasi. 

Pun sebaliknya, penanganan krisis yang tidak terkendali mengakibatkan hilangnya kepercayaan dari para pemangku kepentingan yang akhirnya merusak reputasi. 

Oleh karenanya dalam krisis diperlukan manajemen krisis dimana komunikasi menjadi bagian yang sangat vital dalam pengelolaan manajemen krisis. Melalui komunikasi segala informasi dikumpulkan, dianalisa secara mendalam dengan data yang valid, untuk kemudian disebarluaskan kepada para pemangku kepentingan. Nah, siapakah yang bertanggungjawab untuk mengelola komunikasi publik ditengah kondisi penolakan UU Omnibus Law saat ini?

Pengelolaan komunikasi publik ini sebenarnya bukan hanya diperuntukkan saat ini saja, tapi seperti yang disebutkan di atas, pemerintahan presiden Jokowi jilid 2 ini perlu memperhatikan soal komunikasi publik. 

Tentu kita masih ingat, bagaimana simpang siurnya informasi ketika wabah Covid-19 masuk ke Indonesia, karena minimnya komunikasi publik yang dilakukan pemerintah. 

Belum lagi perbedaan pernyataan yang disampaikan oleh pejabat publik, yang akhirnya membuat masyarakat makin bingung atas kebijakan pemerintah. Ada tiga hal yang mungkin bisa menjadi masukan bagi siapapun yang bertanggungjawab atas komunikasi pemerintah ke masyarakat:

Pertama, pahami informasi yang dibutuhkan masyarakat. Dengan memiliki pemahaman tersebut, maka akan lebih berhati-hati dalam berkomunikasi. Harus diingat oleh pengelola komunikasi pemerintah, setiap pesan yang dikomunikasikan akan menjadi tajuk utama pemberitaan. Sehingga, stop mengeluarkan pernyataan yang kontroversial yang justru menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat.  

Kedua, komitmen untuk membangun komunikasi yang efektif untuk masyarakat. Komunikasi yang dibangun haruslah mampu menciptakan iklim komunikasi yang kondusif di masyarakat. 

Dalam situasi krisis jangan memperkeruh situasi dan kondisi dengan pernyataan-pernyataan yang akhirnya justru menimbulkan polemik dan kegaduhan di masyarakat.

Ketiga, pahami kondisi yang berkembang di masyarakat. Komunikasi yang berjalan efektif berlandaskan pada pengumpulan informasi, analisa yang mendalam disertai data-data yang valid, dan penyebaran informasi yang terkendali. 

Artinya setiap pesan yang akan dikomunikasikan sudah melalui proses tersebut sehingga tidak akan ada lagi pesan yang justru menjadi blunder bagi pemerintah.

Siapapun yang memerintah saat ini, pastinya dihadapkan pada situasi dan kondisi yang serba sulit. Wabah Covid-19 yang belum dapat diketahui kapan mereda mengakibatkan kondisi ekonomi negara mengalami penurunan pertumbuhan bahkan resesi. 

Sejatinya kondisi yang sudah sedemikian sulit ini tidak diperparah dengan hal-hal yang memicu permasalahan baru ditengah masyarakat. Oleh karenanya komunikasi menjadi sangat penting dan dibutuhkan guna meciptakan suasana ditengah masyarakat menjadi kondusif dan stabil. 

Membanjiri masyarakat dengan informasi yang berlimpah saja tidaklah cukup namun sekali lagi harus dibarengi dengan kejelian dan ketepatan dalam mengkomunikasikan informasi tersebut, apalagi jika berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun