Mohon tunggu...
Husni Fatahillah Siregar
Husni Fatahillah Siregar Mohon Tunggu... Lainnya - Content Writer

Corporate Communication - Tennis Addict

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Sepenggal Kisah dari Praha

3 Maret 2020   19:46 Diperbarui: 3 Maret 2020   19:50 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dobry den
Na shledanou

Ketika Anda mengunjungi Ceko, Anda akan sering mendengar dua kata tersebut. Ya, kata yang bermakna "Halo" (Dobry den) dan "Sampai jumpa" (Na shledanou) menjadi standar kebiasaan bagi masyarakat Ceko untuk diucapkan ketika bertemu orang lain, bahkan orang yang baru dikenal sekalipun. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Praha dan melewati proses adaptasi, saya melihat standar kebiasaan tersebut menjadi sesuatu yang menarik dari karakteristik masyarakat Ceko.

Satu tahun menjalani kehidupan di Praha, menurut saya masyarakat Ceko -- tentu tidak semuanya, tapi sebagian besar -- sangat "dingin". Mungkin karena saya "orang asing" dan tidak berbahasa Ceko sehingga kesan sikap dingin itu sangat kentara. 

Namun, jika melihat dari beberapa literatur yang membahas tentang karakteristik masyarakat Ceko, sebenarnya sikap dingin ini dilatarbelakangi oleh sejarah masa lalu Ceko -- waktu itu masih Cekoslovakia -- yang menganut paham komunisme dan menutup diri dari dunia luar. 

Sepanjang paham komunisme berkuasa, masyarakat Ceko tidak memiliki kesempatan untuk banyak berinteraksi dengan orang asing yang akhirnya membuat mereka menjadi tidak mudah untuk menerima kehadiran "orang baru" di lingkungannya. Ketika paham komunisme runtuh, barulah secara perlahan Ceko dan juga masyarakatnya "membuka diri" terhadap dunia luar.

Namun, bertahun sejak keruntuhan komunisme, tidak dapat dipungkiri sikap tertutup terhadap orang asing tersebut masih menjadi karakter yang kuat di masyarakat. Bahkan misalnya ketika bersentuhan dengan orang-orang yang bekerja di sektor jasa, dimana seharusnya hospitality menjadi kunci dalam melayani setiap pelanggan baik itu masyarakat lokal atau orang asing, saya mendapatkan sikap dingin tersebut masih kental terasa. 

Ketika Anda berkunjung ke bank misalnya, jangan membayangkan layanan penuh senyum dan keramahan para frontliners sebagaimana yang menjadi standar di Indonesia. Memang masih dapat dijumpai layanan dengan hospitality yang baik khususnya dari generasi milenial, dimana menurut saya mereka sudah lebih terbuka dan percaya diri untuk berkomunikasi dengan orang asing.

Kembali ke dua kata yang disebutkan di awal, menurut saya dengan karakteristik masyarakat Ceko yang dingin, menjadi menarik bahwa mereka senantiasa menjalankan standar kebiasaan untuk tetap menyapa orang lain bahkan ke orang yang baru dijumpai sekalipun. 

Karena penasaran, saya mencoba mencari beberapa referensi dan bertanya ke beberapa teman Ceko mengenai hal ini. Dari berbagai sumber, saya menemukan bahwa alasan dibalik pengucapan Dobry den dan Na shledanou menjadi standar kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Ceko, adalah sebagai bentuk apresiasi terhadap kehadiran orang di sekitar kita.

Tentu saja dua kata tersebut tidak serta merta diucapkan dimanapun Anda berada, misal ketika Anda masuk ke sebuah supermarket tidak perlu semua orang Anda sapa, namun ketika Anda ingin bertransaksi di kasir maka gunakanlah "kata sakti" tersebut. 

Ketika kita mengucapkan kata tersebut berarti kita mengakui kehadiran dan keberadaan seseorang di dekat kita, yang dapat diartikan untuk meluangkan waktu sejenak guna berinteraksi atau berkomunikasi. Dan ini yang saya rasakan di apartemen tempat tinggal saya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun