Mohon tunggu...
Husni Fatahillah Siregar
Husni Fatahillah Siregar Mohon Tunggu... Lainnya - Content Writer

Corporate Communication - Tennis Addict

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Budaya Cina Peranakan

10 Februari 2012   08:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:50 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1328860422311927793

Di awal bulan Februari ini saya mendapatkan kesempatan untuk mengenal budaya Cina peranakan yang ada di Singapura, melalui kunjungan ke Katong Antique House. Ketika mendapat ajakan pertama kali saya masih bingung-bingung antara mau ikut atau tidak, tapi dipikir-pikir tidak ada salahnya nambah wawasan. Dan, keputusan untuk ikut membuat saya tidak menyesal, karena ternyata menarik sekali budaya Cina peranakan. Sebagai informasi awal, kelompok cina peranakan merupakan kelompok etnis yang dalam perkembangannya sudah mengalami percampuran perkawinan, dengan orang Melayu, Eropa, Amerika atau suku bangsa non-Cina. Umumnya kaum Cina peranakan sudah tidak lagi menganut agama yang dianut nenek moyang mereka, banyak yang sudah mengikuti agama pasangannya. Namun, kaum Cina peranakan tetap kuat memegang teguh budaya leluhur mereka.Bahkan, di hari raya mereka, mereka melalukan tradisi yang hampir sama dengan orang Indonesia kebanyakan yaitu sungkeman. Beberapa hal menarik yang menjadi catatan saya selama mendengarkan penjelasan langsung dari salah satu keturunan Cina peranakan di Singapura, yaitu : 1. Kaum Cina peranakan menganut sistem yang sama dengan suku Minang, yaitu matrilineal. 2. Peran ibu sangat dominan dalam pendidikan anak, sehingga berdasarkan informasi yang disampaikan narasumber, anak laki-laki terkadang cenderung menjadi agak feminim karena kuat dan dominannya peran ibu. 3. Kaum Cina peranakan merupakan kelompok yang sangat tekun, ulet dan pekerja keras. Sehingga ketika mereka menekuni suatu bidang pekerjaan mereka akan menjadi ahli di bidang tersebut. 4. Pada kaum Cina peranakan jaman dulu, keperawanan menjadi harga mati bagi seorang wanita yang ingin menikah. Jika pada hari pernikahan diketahui si wanita sudah tidak perawan maka dia akan dikembalikan ke orang tuanya. Dan orang tua Cina peranakan sekarang berusaha tetap mempertahankan tradisi ini kepada anak perempuan mereka, walaupun mungkin anak perempuannya sudah tinggal terpisah. 5. Model kain yang digunakan oleh wanita Cina peranakan sama dengan motif kain batik Solo, Pekalongan, Cirebon, bahkan ada songket Palembang dan songket Minang. Saya pun ditunjukkan koleksi kain dan kebaya pemilik Katong Antique House, dan memang motifnya persis sama dengan motif kain Indonesia. Dan yang tidak kalah menarik ketika diberi kesempatan untuk mencicipi makanan khas Cina peranakan, dimana dalam hal rasa dan bumbu banyak kesamaan dengan masakan Manado. Saya yakin budaya Cina peranakan di Indonesia juga ada dan tidak kalah menariknya. Namun, kesempatan untuk mengenal budaya ini ketika saya ada di negeri Singa.

Mudah-mudahan bermanfaat :-)...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun