"Rencananya Juni 2015 mulai diberlakukan," kata Puan Maharani seusai unjungan kerja di Bandung, Jawa Barat, Senin (12/1/2015).
Menurut Puan, pelaksanaan program wajib belajar 12 tahun sesuai janji kabinet kerja. Dengan adanya program wajib belajar 12 tahun, semua anak Indonesia wajib masuk sekolah dan pemerintah wajib membiayai serta menyediakan segala fasilitasnya. Puan mengatakan, hingga saat ini pemerintah terus melakukan berbagai persiapan terkait pelaksanaan program tersebut.
"Pemerintah ingin semua anak Indonesia berpendidikan, minimal hingga tingkat sekolah menengah atas," katanya.
( sumber : Puan Maharani: Wajib Belajar 12 Tahun Dimulai Juni 2015).Â
Bila melihat pernyataan Puan Maharani masih berbanding terbalik dengan kenyataan. Karena "mereka" ( para anak-anak) pelosok masih belum merasakan apa yang namanya pendidikan. Dengan banyaknya Univesitas di Indonesia yang men"ciptakan" calon pendidik sudah seharusnya program seperti bisa berjalan. Jumlah lulusan S-1 pendidikan tiap tahunnya terus meningkat. Bila dihitung-hitung, jumlah pengajar dengan perserta didik bisa disimpulkan bahwa jumlah pendidik melebihi kapasitas dan sangat cukup untuk mengajar para peserta didik yang ada di Indonesia baik di Ibu Kota maupun di daerah pelosok.
UN Bukan standar Keberhasilan Pendidikan
Peringkat pendidikan Indonesia masih terbilang jauh dari Negara-negara lain. Bila kadar pendidikan itu dihitung hasil UN maka itu suatu pembodohan dan bukanlah suatu keberhasilan pendidikan. Dalam ujian UN masih banyak terdapat kecurangan-curangan yang terjadi. Bila ada sekolah yang lulus 100% bukanlah suatu keberhasilan tapi harus dievaluasi terlebih dahulu, apa benar sudah 100% atau ada kecurangan. Bila ada Sekolah yang tidak 100% bukan berarti sekolah itu muridnya bodoh atau gurunya tak bisa mengajar. Itu bisa menjadi bahan pembelajaran, karena dalam setiap pelaksanaan ujian UN kondisi siswa sangatlah penting, baik itu kesehatan jasmani dan rohani.
Untuk menilai pendidikan itu berhasil atau tidak adalah bagaimana melihat perubahan yang terjadi pada siswa. Dan pengaplikasian ilmu itu pada kehidupannya. Perubahan dan pengaplikasian itu penting, baik dari perubahan sikap itu sendiri maupun perubahan yang diperbuat oleh siswa itu sendiri bagi daerahnya. Dan pengaplikasian ilmu tersebut bisa dilihat dari lapangan kerja yang bisa dia ciptakan dengan ilmunya.
Harapan Untuk Aceh
Aceh memiliki lembaga yang "melahirkan" para pendidik, baik itu universitas Swasta maupun Negeri. Sudah sepatutnya Pemerintah mampu mengendalikan sistem pendidikan di Aceh. Dengan lulusan yang bertambah setiap tahunnya, dan penambahan angka pengangguran juga ikut bertambah karena ketersedian lapangan pekerjaan yang berkurang. Untuk menjadi guru kontrak atau mengabdi harus ada orang dalam atau orang yang dikenal. Bila memang masih menggunakan sistem seperti itu jangan harap pendidikan Aceh akan berkembang.Â
Banyak lulusan Aceh yang sukses di Luar Negeri yang merasa kecewa karena diabaikan di daerahnya sendiri. Malahan mereka mendapatkan tempat di Luar Negeri. Terhitung banyak Alumni-alumni Universitas Syiah Kuala atau Swasta lainnnya yang mampu berkembang di Luar Negeri yang sebagaian dari mereka itu "tidak dipakai" oleh Aceh.Â