Segala hal yang kita lihat, kita dengar, dan kita rasakan, itu semua adalah serangkaian masukan yang diproses oleh akal dalam aktivitas berpikir kita. Sehingga hampir tidak ada kejadian yang kita jalani terlewat begitu saja tanpa melibatkan fungsi kognisi manusia. Dan itulah kenapa manusia itu istimewa dan berbeda dengan makhluk lain yang diciptakan Tuhan di jagat ini.
Dalam konteks religious service (ritual peribadatan) kemampuan bertafakur adalah tingkat ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah. Bahkan dalam ajaran tasawuf dijelaskan, barang siapa merenungi hikmah kebijaksanaan Ilahi dengan segala kesungguhan untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, maka baginya nilai yang lebih baik daripada bertahun-tahun ibadah.
Jika dulu Descartes pernah berhasil menggugah orang untuk berpikir dan merubah cara pandang dunia dari abad pertengahan dengan kalimat "cogito ergo sum", maka sekarang kita boleh meminjam kata-kata ampuh itu  untuk memperbaiki kualitas diri kita sebagai manusia dengan sedikit memodifikasinya, "aku manusia maka aku berpikir".Â
Jika kita sanggup menggunakan potensi luar biasa yang Allah telah anugerahkan, maka dapat dikatakan bahwa eksistensi kita 'sebagai manusia' betul-betul ada.Â
Pun sebaliknya, jika seorang manusia enggan menggunakan daya pikirnya, dikatakan ia layak mendapat 'empat takbir' karena sejatinya ia telah mati.Â
Maka berpikirlah karena itu bentuk syukur yang terbaik karena Allah telah ciptakan kita sebagai manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H