Mohon tunggu...
HIDAYAH RAHMAD
HIDAYAH RAHMAD Mohon Tunggu... Lainnya - -HnR-

Pekerja Profesional dan Interpreter

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pagar Mangkok

11 Januari 2022   16:34 Diperbarui: 11 Januari 2022   16:36 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: babosarang.co.kr 

Istri saya adalah orang yang sangat alergi dengan keberadaan kucing di rumah. Waktu dia masih tinggal di rumah orangtuanya, adik perempuanya pernah memelihara seekor kucing, dan tentu saja menimbulkan masalah tersendiri. Untuk menghindari terjadinya disharmonisasi antar anggota keluarga, maka disepakati kucing tersebut hanya boleh keluar dari kandangnya di jam-jam tertentu. Tentu pada jam yang sekiranya istri saya tidak sedang beredar di area rumah dan sekitarnya.

Tapi akhir-akhir ini, tingkat ketidaksukaan istri saya terhadap kucing sepertinya mulai sedikit berkurang. Kami sekeluarga kadang justru memiliki kebiasaan baru di luar yang kami perkirakan, memberi makan kucing!! 

Sering kali saya melihat istri saya menyisihkan makanan yang ada di rumah untuk diberikan kepada kucing liar di sekitar rumah kami. Karena frekuensinya bisa dibilang sering, akhirnya setiap ba'da maghrib kucing-kucing liar itu sudah antri di depan rumah dan seolah sedang menunggu jadwal rutin menerima ransum dari kami.  

Kalau berbagi makanan pada tetangga, petugas kebersihan, pemulung, atau satpam panjaga perumahan, itu adalah hal lazim dari kebiasaan istri yang selama ini saya temui, nah kalau berbaik hati pada kucing ini seperti sosok baru yang saya kenal dari dirinya. 

Mungkin saya butuh referensi tentang kajian yang menunjukkan adanya kemungkinan berubahnya preferensi seseorang terhadap hewan peliharaan pasca menikah. Hehhe 

***

Saya mengira, kebiasaan istri saya memberi makan kucing ini berawal dari sebuah niatan membuang makanan sisa yang ternyata tanpa disadari hal itu memberikan kebahagiaan bagi hewan soliter ini. Lambat laun niatan istri saya ketika memberikan makan kepada kucing itu pun berubah. Perilaku yang tadinya hanya sekedar MEMBUANG makanan itu, kini berubah niatnya menjadi BERBAGI makanan kepada kucing-kucing liar itu. 

Dengan niatan berbagi tentunya dia lebih memperhatikan apa-apa yang bisa diberikan dan yang tidak. Kini, mungkin istri saya sudah sampai tahap menemukan kepuasan tersendiri dengan berbagi, meskipun apa yang dia bagikan itu adalah hal-hal yang kecil berupa makanan untuk gerombolan kucing liar.

Saya percaya setiap manusia selalu memiliki naluri kebaikan di hatinya. Dan terkadang kita hanya butuh menemukan pemantik untuk menjadikan satu-dua perbuatan baik kita itu menjadi kebiasaan yang terus terjaga. 

Memang seharusnya setiap manusia dituntut untuk selalu melakukan kebaikan-kebaikan. Baik pada diri sendiri, maupun orang lain, bahkan berbuat baik kepada hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Seperti istri saya yang mungkin tak pernah terpikir olehnya akan rajin memberi makan para kucing, hewan yang tadinya begitu dia hindari. 

***

Kebiasaan berbagi makanan, entah kepada sesama manusia, atau sama hewan liar di sekitar, sepertinya akan kami jadikan value di keluarga ini. Setidaknya dengan demikian kami telah turut ngreksa satu pesan leluhur yang wigati; 

"Luwih kuat pageran mangkok, tinimbang pageran tembok."

Pesan dengan makna filosofis yang begitu mendalam. Sejak dulu pendahulu kita telah mengajarkan ilmu sosial yang begitu penting yaitu berbuat baik kepada sekitar (kesalihan sosial) jauh lebih utama dibanding kebaikan lain yang bisa diamalkan. 

Kita ini makhluk sosial, setiap keterjadian dalam hidup kita ini selalu ada keterlibatan orang lain. Dan perbuatan semisal berbagi makanan ini adalah bentuk kecil dari salah satu cara merekatkan ikatan sosial dalam tatanan kehidupan kita. Dengan begitu sesama tetangga akan terjalin rasa kepedulian, saling menjaga dan mengasihi. Rasa kepedulian dari seorang tetangga akan jauh memberikan rasa aman kepada kita dibanding perlindungan yang tercipta dari balik pagar tembok tinggi yang menjulang ke langit. 

Sebagai gambaran saya harus mengambil contoh dari lingkungan kampung orangtua saya sendiri. Dalam satu periode waktu --hitungan tahun-- rumah keluarga saya itu tak pernah punya kunci (literally memang tidak pernah dikunci) dan alhamdulillah selalu aman. Mungkin salah satu faktor yang membuat lingkungan desa kami di kampung itu aman adalah seringnya kegiatan berbagi antar warga, terutama dalam hal berbagi makanan. Asap yang tercium dari dapur tetangga tak jarang kami pun turut kebagian rasanya. 

Bahkan ibu saya sekarang ini punya satu kegiatan yang katanya bisa membuat hari-harinya menyenangkan selama di rumah adik saya, yaitu memberi makan ikan setiap pagi! 

Ternyata tak perlu menjadi kaya untuk berbagi. Kita bisa berbagi apa saja dan kepada siapa saja serta turut menyambung rantai kebaikan. Seperti memberi makan ikan atau kucing liar. Bahkan dengan melakukan perbuatan sederhana semacam itu telah memberikan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan kita. Sehingga kita pun turut berperan untuk menjaga asa agar dunia ini akan menjadi lebih baik, dan bumi ini tetap nyaman untuk ditinggali. 

***

Kini setelah istri saya mulai menunjukkan sisi afeksinya terhadap kucing dari kebiasaan memberinya makanan, apakah ini saat yang tepat untuk mendatangkan seekor Norwegian Forest di rumah ini? 

Meskipun saya tahu ide ini ibarat mencoba mengais kemungkinan kecil di atas realitas ketidakmungkinan yang ada. HAHAHA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun