Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mimpi Basah LGBT di Indonesia

15 Juli 2023   17:07 Diperbarui: 15 Juli 2023   17:11 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arus informasi pada saat ini semakin kecang seiring dengan perkembangan teknologi informasi, segala macam bentuk informasi di media sosial pun semakin beragam dan bisa dengan mudah kita jumpai. Tak terkecuali informasi tentang kampanye LGBT yang sengaja disebarkan oleh kelompok tertentu, sehingga menimbulkan bias di dalam kalangan masyarakat itu sendiri. Bias yang Saya maksud di sini yaitu, masyarakat dibuat bingung harus membela orientasi seksualnya, perilakunya, atau hak-nya. Di satu sisi, jika mereka membela hak kaum LGBT namun sikap serta perilaku kaum LGBT sendiri sudah melebihi batas, tentu akan menimbulkan stigma negatif dari orang yang tadinya membela hak-hak kaum LGBT.

Propaganda LGBT di Indonesia sendiri sudah berlangsung selama bertahun-tahun silam, dan semakin masif pada abad ini dengan kelompok pelopor seperti Indonesia Feminis dan Konde. Saya pun awalnya kagum dengan aspirasi dari akun indonesiafeminis, awalnya mereka sangat getol menyuarakan hak-hak perempuan, mengutuk ketidakadilan yang dialami oleh kaum perempuan. Namun, beberapa waktu belakangan ini, akun indonesiafeminis dan konde(dot)co justru semakin gencar mempromosikan LGBT serta menyerang pendapat yang tidak sepemikiran dengan mereka. Alhasil, dengan adanya femonema seperti tadi, Saya pun melabelkan "Feminis Setengah Matang" kepada mereka.

Kenapa Feminis Setengah Matang?

Awalnya mereka menuntut kesetaraan antar gender, lalu mulai memprotes pilihan wanita lain yang memilih untuk patuh kepada suami dan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Kemudian, mereka mulai sensitif dengan istri yang pintar memasak dan memamerkan hasil masakannya di media sosial. Katanya, wanita tak harus pintar memasak bahkan, menjadi seorang ibu tak harus menyusui. Ketika pendapat mereka ditentang, mereka selalu menggemborkan soal patriarki, misoginis, bla bla bla, dan bla bla bla.

Ketika mereka disodorkan fakta berupa sekelompok ibu-ibu di pedesaan yang sanggup berjalan belasan kilometer untuk mencari kayu, yang sanggup menggendong kayu, sekaligus menjadi ibu rumah tangga seperti pada umumnya, mereka langsung marah-marah dengan segala fafifu pembelaannya.

Nah, atas fenomena cacat logika seperti di ataslah yang akhirnya membuat Saya melabelkan "Feminis Setengah Matang", karena mereka akan menjadi "feminis" hanya berdasarkan sudut pandanganya saja. Sederhananya, mereka hanya melakukan yang mereka sukai dan memprotes hal-hal yang tidak mereka sukai.

Di sisi lain, jika mereka tidak bisa memasak, mereka bisa belajar bukannya malah membela diri dengan segala teori feminisme-nya. Dan jika mereka menolak untuk menyusui, bukankah mereka seharusnya tidak ada niatan untuk membuat keturunan? Karena, jika mereka sudah konsen dan niat untuk membuat keturunan, maka sudah menjadi kewajiban seorang ibu untuk menyusui bayinya. Kasus ini akan berbeda jika sang istri tidak bisa menghasilkan asi, maka ia diperbolehkan untuk memilih opsi susu formula. Nah yang paling sering dijadikan tameng yaitu, istri yang berkarir dianggap tidak wajib memberikan asi karena kesibukannya. Padahal, mau sesibuk apapun istri yang berkarir, tetap harus memberikan asi kepada bayinya karena itu sudah menjadi sebuah tanggung jawab sebagai seorang ibu, dan bayi pun berhak mendapatkan asi dari ibunya.

Propaganda Legalisasi LGBT di Indonesia

Akun instagram seperti indonesiafeminis dan konde(dot)co semakin lantang menyebarkan propaganda LGBT di Indonesia, dan ketika ada orang yang menentangnya, mereka menyebatkan "homophobia" kepada orang itu. Contohnya seperti pada kasus batalnya agenda LGBT se-Asean di Indonesia, kedua akun itu menyematkan label homophobia imbas batalnya acara itu. Saya sendiri pun menjadi salah satu yang menolak aksi itu, kenapa?

Indonesia terdiri banyak suku dan bangsa, dan tak menampik fakta bahwa ada beberapa suku di Indonesia yang sudah menerima eksistensi LGBT. Namun yang perlu menjadi perhatian yaitu, apakah suku yang "mengakui" LGBT setara dengan suku yang menolak? Jika jumlah penentang lebih banyak, tentu jumlah pendukung harus legowo dengan keputusan bersama. Lagi pula, sejak dulu eksistensi LGBT di Indonesia aman-aman saja sebelum munculnya akun indonesiafeminis dan konde, contohnya yaitu acara Srimulat dan beberapa film Warkop DKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun