Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jokowi Dipecundangi Mafia (Lagi)?

20 Februari 2023   10:20 Diperbarui: 20 Februari 2023   10:25 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalian bisa bayangkan sendiri, untuk biaya operasional selama menanam hingga panen, petani mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Para petani tentu berharap biaya operasional yang tidak sedikit itu akan tertutupi dengan harga jual ketika musim panen telah tiba, namun sayangnya harapan para petani tidak sesuai dengan realita yang ada.

Ketika musim panen raya tiba, saatnya para petani memanen dan menjual gabah mereka ke masyarakat dengan harga sesuai break event point ditambah dengan laba yang ingin mereka ambil. Namun tiba-tiba pemerintah melakukan impor beras, yang artinya ada serbuan beras dari negara lain yang akan membuat harga beras mengalami penurunan. Alhasil, petani pun harus menjual gabah maupun beras mereka mengikuti harga yang sedang berlaku. Dan ketika harga itu berada di bawah nilai jual yang sudah ditentukan oleh petani, tentu para petani akan mengalami kerugian imbas murahnya harga di pasar karena terjadi serbuan beras impor.

Gambar/GO News
Gambar/GO News

Usaha yang sangat keras, biaya operasional yang tidak sedikit, dipecundangi oleh kebijakan impor beras dari pemerintah tentu sangat melukai hati para petani. Tanpa tangan yang terampil dari mereka, kita semua bisa apa? Mengandalkan impor justru membuat ekonomi negara tekor. Mengandalkan petani lokal? Mereka saja sering dipecundangi oleh kebijakan impor dari pemerintah.

Berdasarkan pengalaman dulu ketika sedang Kuliah Kerja Nyata, para petani lebih memilih mengonsumsi gabah mereka sendiri daripada harus dijual ke tengkulak yang harga tawarnya sangat rendah. Bulog yang harganya sedikit lebih tinggi pun, ditolak oleh para petani. Kenapa? Karena biaya selama produksi sangat banyak, daripada dijual ke bulog malah rugi, mending dikonsumsi sendiri.

Jokowi Dipecundangi Mafia

Esai ini memuat judul "Jokowi Dipecundangi Mafia" karena Saya sadar dan percaya, kebijakan tentang impor beras ini sangat erat kaitannya dengan mafia impor terutama beras. Jokowi sendiri pun, Saya sangat yakin sudah mengetahui keberadaan dan cara main para mafia ini. Namun apa daya, sepertinya Jokowi kalah telak dari para mafia.

Swasembada Pangan selamanya hanya akan menjadi mimpi indah yang tak akan bisa terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun