Ada satu lagi kabar tentang arogannya pejabat di negara ini, yang tak lain berasal dari Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo (Bamsoet). Terdapat sebuah petisi tentang protes karena terdapat kulit harimau di kediaman Bamsoet, yang mana petisi itu ditujukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengusut kulit harimau yang ada di kediaman Bamsoet.
Menanggapi petisi itu, Bamsoet pun bersikap "arogan" dengan mengancam akan menggunakan UU ITE kepada pembuat petisi. Karena menurutnya, kulit harimau yang dipermasalahkan bukanlah asli alias imitasi. Bamsoet menjelaskan, bahwa tengkorak kepalanya dibuat dari kayu, yang kemudian dicetak lalu diukir. Bamsoet mengatakan, "Jika ternyata tidak benar, penyebar petisi bisa dikenakan UU ITE.".
Nah sampai sini apakah kalian sudah bisa melihat kesesatan berpikir dari Bamsoet? Jika belum, mari Saya terangkan secara sederhana.
Petisi tadi meminta KLHK untuk "mengusut" tentang adany hiasan harimau di rumah Bamsoet, bukan meminta KLHK untuk menuntut Bamsoet agar dipenjara atas hiasan berbentuk harimau itu. Konteksnya sudah sangat jelas yaitu MENGUSUT, bukan MENUNTUT.Â
Setahu Saya sebagai rakyat jelata, mengusut artinya menyelidiki, melakukan penyelidikan atas temuan hiasan harimau itu. Lantas, kenapa jika terdapat permintaan untuk mengusut, pembuat petisi malah diancam pidana dengan menggunakan UU ITE? Bukankah ancaman itu sangat arogan? Seharusnya Bamsoet mempersilahkan pembuat petisi untuk bertamu ke rumahnya, mengecek sendiri apakah hiasan harimau itu asli atau hanya imitasi. Kenapa? Karena hal itu lebih bijaksana, daripada langsung mengancam dengan UU ITE.
Sejak sah-nya UU ITE, banyak korban yang justru dijadikan pelaku oleh polisi. UU ITE digunakan oleh pelaku untuk menyerang balik korban yang mencari keadilan. Memang benar, jika sesuatu diviralkan terlebih dahulu, itu sudah memenuhi unsur pidana dalam UU ITE. Namun, di Indonesia sendiri seringnya sebuah kasus harus viral terlebih dahulu agar diusut tuntas oleh pihak kepolisian.
Publik tentu bertanya, apakah UU ITE separah itu? Dirancang dan disahkan hanya untuk mengintimidasi serta memenjarakan korban yang sesungguhnya? Jika pejabat negara bertindak seperti Bamsoet, yang mengancam balik dengan menggunakan UU ITE, apakah kita semua butuh sosok pejabat semacam itu?
Nah yang jadi pertanyaan berikutnya yaitu, sebenarnya kekuasaan ada di tangan siapa? Rakyat, atau pejabat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H