Pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan berencana untuk mengubah tarif KRL berdasarkan penghasilan. Nantinya, tarif yang dibayarkan oleh pengguna akan berbeda karena pekerja dengan pengahasilan yang lebih besar akan dikenakan tarif yang lebih besar pula sesuai pendapatannya.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin ikut mengomentari rencana perubahan tarif itu dengan reaksi yang positif. Menurutnya, dengan adanya perubahan tarif itu akan tercipta 'gotong royong', yang mana pekerja dengan penghasilan besar akan menolong pekerja dengan penghasilan yang lebih kecil.
Menurutku, pernyataan Wakil Presiden tidak mempunyai dasar yang jelas, karena jika tarif KRL naik sesuai tingkat penghasilan, artinya pihak KRL sendiri yang mendapatkan untung. Di mana manfaatnya bagi pekerja kelas bawah yang penghasilannya kecil? Justru dengan perubahan tarif ini akan menciptakan masalah baru, serta tidak ada urgensinya sama sekali dengan pendapatan masyarakat.
Kita perlu menggaris-bawahi dulu, bahwa transportasi umum sseperti KRL berarti transportasi semua kalangan. Penggunanya sama, tidak ada beda antara kaya dan miskin maupun tingkat penghasilan. Jika tarif KRL dibedakan, tentu akan terjadi diskriminasi yang berimbas pula pada kelebihan beban yang dialami oleh pekerja dengan penghasilan menengah ke atas.
Setahuku, orang-orang menggunakan KRL tujuannya adalah untuk efesiensi waktu dan juga penghematan biaya. Nah, jika tarif KRL dibedakan, tentu ada pihak yang dirugikan dan akan beralih ke moda transportasi lain. Jika mereka yang beralih dari KRL ke MRT (misal), masih mending. Bagaimana jika mereka beralih ke kendaraan pribadi? Tentu akan membuat jalanan semakin macet.
Selain itu, potensi konflik lain akibat perbedaan tarif itu bisa saja terjadi, misalkan mereka yang membayar lebih banyak merasa perlu diistimewakan, merasa berhak untuk merampas hak orang lain. Konflik horizontal semacam ini bisa saja terjadi, jika perbedaan tarif dilakukan oleh Pemerintah.
Yang jadi pertanyaan yaitu, apa tujuan dari kenaikan tarif KRL ini? Apakah karena Pemerintah kehabisan anggaran? Atau pihak KRL mengalami kerugian? Ataukah sengaja dilakukan agar ada anggaran untuk menutupi defisit anggaran pada proyek/infrastruktur lain?
Transportasi umum sudah seharusnya satu harga, jika ingin dibedakan, kenapa tidak dibuatkan kelas Eksekutif, Bisnis, dan Ekonomi seperti pada kereta api konvensional? Jika perbedaan tarif diberlakukan tapi fasilitas tidak memadai bahkan di bawah standar, tentu masyarakat tertentu yang akan dirugikan.
Menurut informasi  yang Saya baca, perubahan tarif pada KRL dilakukan karena adanya biaya operasional yang membengkak, sehingga subsidi dirasa tidak mencukupi. Nah yang jadi pertanyaan selanjutnya, biaya operasional yang mana? Jika yang dimaksud adalah bahan bakar (listrik), bukankah produksi listrik PLN selalu surplus? Bahkan saking surplusnya, masyarakat dikenakan kenaikan tarif listrik untuk menutupi pembengkakan biaya ke pihak swasta. Apakah sikap negara yang seperti ini dianggap wajar? Di mana peran negara untuk mensejahterakan rakyatnya?
Kenaikan harga BBM sudah membuat beban masyarakat bertambah, terlebih lagi, kenaikan harga BBM juga berimbas terhadap kenaikan harga di produk lain. Lantas, jika tarif KRL ikutan naik, masyarakat akan ditekan seperti apa lagi?