Opini ini ditulis oleh Hara Nirankara.
Pernyataan Menteri Luhut beberapa hari terakhir menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat, terutama tentang ketidaksetujuannya atas Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK. Menurutnya, OTT hanya mencoreng citra Indonesia di mata dunia. Sedangkan negara yang bermartabat tidak melakukan OTT namun lebih ke arah digitalisasi, kira-kira seperti itulah pernyataan Pak Luhut.
Menurutku, ada dua poin yang tidak dipahami oleh Luhut tentang pernyataannya sendiri.
Pertama yaitu fakta bahwa Indonesia masih negara berkembang, belum menjadi negara maju. Jika membandingkan strategi 'pencegahan' bagi perilaku korupsi antara negara maju dan berkembang, tentu tidak balance. Kenapa? Karena pada kenyataannya, pelaku korupsi di negara maju tidak sebanyak dan seburuk yang ada di negara berkembang maupun miskin, khususnya Indonesia.
Di negara maju dan berkembang maupun miskin, tentu tingkat serta kualitas sumber daya manusianya berbeda, intelektualitasnya berbeda, serta mempunyai kesadaran yang berbeda pula.
Di Indonesia, SDM-nya masih di bawah standar, pola berpikirnya masih berada di bawah standar, maupun tingkat kesadarannya yang masih di bawah standar pula. Tidak perlu jauh-jauh membahas korupsi jika bicara soal kesadaran, masalah sampah saja masyarakat Indonesia masih minim kesadaran. Bahkan, untuk urusan literasi yang mempengaruhi intelektualitas pun, masih jauh dari kata kesadaran.
Maka dari itu, membandingkan Indonesia yang melakukan OTT dan negara maju yang tidak melakukan OTT adalah cacat logika yang dimiliki oleh Menteri Luhut.
Kedua yaitu soal digitalisasi, yang dikatakan Luhut bahwa negara maju lebih mengedepankan digitalisasi untuk menindak koruptor. Pernyataan ini mungkin benar, tapi tidak tepat sasaran. Loh, kenapa? Karena pada faktanya, digitalisasi di Indonesia masih sangat kurang, bahkan terlihat berantakan.
Beberapa situs pemerintah terkena serangan cyber, pencurian data penduduk yang dilakukan oleh hacker kemudian datanya dijual di dark web, merupakan contoh nyata tentang buruknya digitalisasi yang ada di Indonesia.
Bagaimana Indonesia bisa siap digitalisasi untuk para koruptor jika cyber-nya tidak aman dan sering kena serangan bahkan dibobol? Permasalahan cyber security ini bukan masalah sepele, karena pada faktanya, saat ini sudah berjalan Revolusi Industri 4.0 dimana teknologi informasi harus dimanfaatkan secara maksimal oleh semua negara.
Saya rasa Pak Luhut mengerti tentang dua poin yang Saya bahas, sehingga harusnya Luhut lebih bijaksana dalam mengeluarkan statement agar tidak menjadi polemik yang baru.
Dengan Luhut yang tidak pro kepada OTT, bisa saja membentuk persepsi baru bahwa Luhut pro terhadap pelaku korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H