Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Jokowi "Menelanjangi" Indonesia? (Bagian 1)

22 Desember 2022   22:09 Diperbarui: 22 Desember 2022   22:11 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh Hara Nirankara

Selain itu, fakta bahwa harga tiap tahunnya mengalami kenaikan memang benar adanya. Tapi ketika para buruh menuntut kenaikan gaji, para buzzeRp dengan semangat menghujat para buruh. Padahal jika gaji naik, para buzzeRp juga akan menikmati hasilnya. Kenyataan saling tikam yang terjadi di antara masyarakat inilah yang membuat keadaan semakin miris, bahkan di dalam masyarakat sendiri sudah tercipta polarisasi.

Naiknya harga BBM dan harga pada sektor lain tentu sangat memberatkan masyarakat kelas bawah, misalnya saja ada satu keluarga miskin yang harus menanggung kenaikan harga Rp 2.000 untuk dua liter beras.

Bagi kita yang terbilang mampu, Rp 2.000 mungkin terlihat kecil, tapi tidak bagi mereka yang hidupnya susah. Dengan naiknya harga beras, berarti ada hal lain yang dikorbankan, misal yang sebelumnya bisa membeli 2 butir telur, sekarang hanya bisa membeli sebutir saja imbas dari kenaikan harga beras.

Bantuan Sosial Sebuah Solusi?

Selain kenaikan harga BBM, Presiden Jokowi juga memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. Namun jadi jadi pertanyaan, "Apakah bantuan sosial sebuah solusi?".

Pemberian bantuan sosial tentu membuat RAPBN bertambah kompleks, anggaran diambil untuk memberikan bantuan sosial. Sedangkan di sisi lain, Pemerintah kembali mengambil utang karena kekurangan anggaran. Bukankah ini sebuah kelucuan? Ibaratnya Pemerintah melakukan tutup lubang dan buka lubang.

Bantuan sosial bukanlah solusi, justru pemberian bantuan ini menimbulkan masalah baru bagi negara. Lantas, apa yang menjadi solusi?

Menurut Saya, Jokowi harus memangkas alokasi dana ke tiap pos pada RAPBN Tahun 2023. Saya rasa tidak ada yang salah jika tiap kementerian anggarannya dipotong 30% (misalkan), hal itu dilakukan demi menghindari defisit anggaran. Contoh, Kementerian A pada 2022 diberikan anggaran Rp 100 triliun, pada tahun 2023 anggarannya dipotong sehingga menjadi Rp 70 triliun. Sedangkan Kementerian Z anggaran tahun 2022 sebesar Rp 40 triliun, pada tahun 2023 dipotong 15% sehingga menjadi Rp 34 triliun.

Pemotongan anggaran dalam RAPBN tahun 2023 tentu akan membuat tiap Kementerian geram, namun apa salahnya sesekali berkorban demi rakyat? Masa iya harus rakyat yang selalu dikorbankan melalui kenaikan harga? Di sinilah sikap tegas Jokowi diperlukan, apakah benar Jokowi membela rakyat atau justru sebaliknya.

Dengan cara menaikkan harga dan dengan cara memanjakan oligarki lah Jokowi membunuh rakyat kecil. Akan sampai kapan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun