Jika ingin berbicara secara fakta, sebenarnya kasus perundungan yang terjadi di KPI Pusat bukan kasus baru, malah kejadian serupa banyak dijumpai di tempat kerja lain.Â
Entah itu lembaga negara, maupun perusahaan swasta. Bicara masalah perundungan di tempat kerja, Saya pun dulu pernah mengalami dan untungnya tidak sampai ke fisik. Kira-kira, apa yang menyebabkan terjadinya perundungan di tempat kerja?
Senioritas
Senioritas bukan hanya terjadi di dunia pendidikan, tapi juga terjadi di dunia kerja. Umumnya, perundungan dilakukan oleh senior (pegawai kontrak) kepada pegawai (kontrak) yang baru mulai kerja.Â
Sikap senioritas ini sering terjadi, bahkan Saya pun yakin bahwa pelaku perundungan (pegawai kontrak) mendapatkan perlakuan yang sama oleh seniornya.
Sehingga, ketika dia mendapatkan junior baru, maka tibalah saatnya untuk pembalasan. Yang Saya utarakan barusan sebuah fakta, karena Saya mengalaminya sendiri.Â
Belum cukup sampai di situ, ketika Saya mendapatkan junior, Saya pun pernah melakukan intimidasi ke junior Saya (mungkin bisa disebut ospek di dunia kerja). Senioritas ini siklusnya berulang.
Ketika seorang junior mendapatkan tekanan dari seniornya akan menimbulkan rasa trauma dan traumatik, itulah yang memberikan potensi bagi korban perundungan untuk menjadi pelaku perundungan di kemudian hari.
Perundungan yang Saya terima bukan hanya soal kerjaan, tapi menyasar ke hal lain. Misalnya, saat itu Saya masih dengan kebiasaan Saya di rumah, dan ketika senior melihat kebiasaan Saya, dia akhirnya berkomentar tapi tidak di depan Saya.Â
Omongan kurang menyenangkan banyak Saya terima dari senior, dan mendengar omongan yang tidak sedap itu, tentu membuat Saya jengkel.Â
Tapi, cara terbaik bagi Saya untuk mengatasi omongan itu adalah dengan tidak menanggapinya, dam ketika Saya semakin "tuli" untuk mendengarnya, rasa traumatik yang Saya alami semakin pudar.
Menerima dan Melawan
Ketika kita mendapatkan intimidasi di tempat kerja, ada dua opsi yang bisa kita lakukan.Â
Pertama, kita menerima intimidasi itu dengan menganalogikannya sebagai sebuah tes, sama halnya dengan mos maupun ospek. Kita harus menganggap bahwa setiap bentuk omongan dari senior adalah untuk kebaikan kita, terutama dalam kaitannya dengan job desk.Â
Dengan begitu, kita bisa meminimalisir traumatik yang diterima oleh alam bawah sadar, dan dengan adanya batasan itu, kondisi mental kita akan tetap sehat.Â
Kedua, kita bisa melawan jika intimidasi itu sudah tergolong insane, nonsense, atau di luar akal sehat. Misalnya kita disuruh untuk membeli makanan (seperti kasus yang terjadi di KPI), kita bisa melawan dengan beralasan "aduh maaf perutku sedang sakit" atau alasan apapun untuk menolak permintaan itu.
Saya pun melakukan hal yang sama. Ketika senior menyuruh Saya untuk membelikan sesuatu, atau apapun di luar urusan pekerjaan, Saya selalu mempunyai banyak alasan untuk menolaknya.Â
Kenapa? Karena jika kita "nurut" saja ketika disuruh-suruh, senior akan menganggap kita sebagai junior penurut yang gampang untuk disuruh-suruh.Â
Dan anggapan dari senior tentang kita tentu imbasnya tidak baik, nantinya "suruhan" itu akan menjadi sebuah kebiasaan yang mereka lakukan.
Dekati Senior yang lebih Tua
Salah satu trik Saya yang lain agar tidak mendapatkan intimidasi adalah, dengan mendekati senior yang lebih tua (karyawan tetap). Kebetulan kami berasal dari Jawa, atas dasar kesamaan itulah yang membuat kami menjadi akrab.Â
"Apakah senior yang tua itu pernah menyuruh?", Pernah, bahkan lumayan sering. Tetapi Saya tidak pernah mempermasalahkannya, karena beliau menyuruh Saya untuk membuat kopi dan itupun untuk dinikmati bersama.Â
Selain itu, suruhan dari beliau juga seringnya dengan urusan pekerjaan, sehingga Saya dengan suka rela melakukannya.
"Kenapa beda sikap dengan senior (karyawan kontrak)?"Â
Jelas beda, senior (karyawan kontrak) tidak bisa menolong Saya jika terjadi perselisihan dengan atasan, sedangkan senior (karyawan tetap) selalu membantu Saya ketika sedang ada perselisihan dengan atasan.Â
Itulah mengapa Saya melakukan dualitas dalam menyikapi dua senior yang berbeda.Â
Selain itu, kita harus pintar mencari peluang, dan mendekati senior yang lebih tua tentunya memberikan Saya lebih banyak keuntungan. Terutama jika terjadi crash sesama tenaga kerja.
Mudah Bergaul
Trik berikutnya yaitu kita harus menjadi orang yang tidak anti sosial, karena jika kita sering menyindiri, tentu kesan "orang aneh" akan ditujukan kepada kita. Bergaul dengan sesama tenaga kerja sangat perlu, kalian tidak perlu banyak basa-basi hanya untuk membuka topik obrolan.Â
Kalian cukup bergabung dengan sesama rekan kerja yang sedang berkumpul, diam mendengarkan ketika mereka sedang ngobrol, sudah lebih dari cukup. Atau, kita bisa sedikit pencitraan dengan ikut tertawa ketika ada rekan yang sedang melawak.
Ketika kita sudah dikenal oleh sesama rekan kerja, kita pasti akan dilibatkan oleh mereka dalam urusan lain. Misalnya, bermain futsal sehabis pulang kerja menjadi salah satu rutinitas para pekerja, tidak ada salahnya kita ikut bermain. Atau, jika kita tidak bisa bermain futsal, kita cukup menonton saja.
Kita harus pandai-pandai dalam menjalin relasi antar rekan kerja, karena percaya atau tidak, kita tetap membutuhkan rekan kerja ketika sedang terjadi konflik atau masalah. Kita juga bisa melakukan liburan bersama rekan kerja, dan tentunya hal itu sangatlah menyenangkan.
Kendali Atas Diri Kita Sendiri
Kita mempunyai kendali atas diri kita sendiri, dan ketika kita mendapatkan perundungan, kita berhak untuk melawan.Â
Jika kita tidak pintar dalam urusan adu otot, kita bisa menyingkir dari perundungan itu. Karena bentuk perlawanan bukan hanya soal kekerasan, kita bisa menyingkir untuk beberapa saat untuk menghindari perundungan.Â
Karena jika kita diam saja, mereka akan semakin mengintimidasi kita, dan ketika hal itu sudah terjadi tapi kita membiarkan saja, perundungan itu lambat laun akan semakin parah.
Contohnya Saya, ketika sedang mendapatkan intimidasi dari senior, Saya selalu melawan balik (kata dilawan dengan kata). Misalnya Saya menjawab, "terserah gua lah, idup gua kok elu yang repot", "ya bodo amat, bukan urusan gua", dlsb.Â
Kenapa Saya melawan? Karena Saya mempunyai kendali atas diri Saya sendiri, Saya tidak ingin ada orang lain yang berkuasa atas diri Saya. Berangkat dari perlawanan itulah yang akhirnya membuat Saya populer dengan sebutan "anak pembangkang" di lingkungan kerja. Ya, Saya tidak masalah dibilang keras kepala, pembangkang, asalkan stigma itu tidak berkaitan dengan urusan pekerjaan.
Apakah Saya tidak mempunyai teman di tempat kerja? Tentu punya, yaitu sesama rekan tenaga kontrak (satu angkatan) dan rekan-rekan yang lebih tua (karyawan tetap).Â
Saya bisa bersikap keras kepada orang yang tidak menyukai Saya, dan Saya bisa bersikap manis kepada orang yang menyukai Saya.Â
Itulah kenapa Saya mengatakan bahwa kita mempunyai kendali atas diri kita sendiri, karena kita pasti sudah tau mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang merugikan dan mana yang menguntungkan.
Saya pun tidak masalah jika dibilang sebagai orang bermuka dua, asalkan tidak dibilang "mencari muka" terhadap atasan. Lagian, sikap dualitas yang Saya jalani hanya berlaku antar bawahan, dan Saya termasuk orang yang anti menjadi penjilat atasan.
Tips dan trik di atas bisa kalian praktekan jika posisinya sebagai junior, tapi jangan pernah melakukan intimidasi ketika kalian sudah menjadi senior. Semoga bermanfaat.