Mereka (pria) yang operasi kelamin, berpenampilan seperti perempuan, adalah mereka yang mengalami delusi mengenai jati diri, seolah-olah memang seperti itulah jati diri dan takdir mereka. Padahal, dalam mengambil keputusan (misalnya melakukan operasi kelamin) tentu kita harus mempertimbangkan dengan baik, karena pengambilan keputusan yang gegabah akan menciptakan penyesalan.Â
Mungkin benar mereka tidak menyesal atas pilihan mereka, tapi itu berlaku untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan. Sedangkan biasanya penyesalan itu akan dirasakan dalam belasan hingga puluhan tahun yang akan datang. Inilah sebabnya kita harus cermat dalam mengambil sebuah keputusan, karena kita harus berpikiran panjang agar tidak terjadi penyesalan.
Tulisan ini merupakan kritik sosial, Saya menggunakan teori kritik dalam mengamati fenomena cowok tulang lunak. Jujur saja, konten joget mereka di media sosial, dengan busana yang seperti perempuan secara tidak langsung mengusik perhatian Saya. Memang benar Saya tidak merasa terganggu dengan ekstensi mereka, Saya tidak kontra dengan apa yang mereka lakukan.Â
Tulisan ini adalah kritik sosial, yang artinya bertujuan untuk memberikan pandangan lain mengenai fenomena itu dalam budaya populer dan postmodernisme. Dan Saya pun tidak menghakimi pilihan mereka, tapi Saya mengingatkan mereka agar tidak terjadi penyesalan dalam waktu jangka panjang atas pilihan mereka.
Teori kritis adalah sebuah aliran pemikiran yang menekankan penilaian reflektif dan kritik dari masyarakat dan budaya dengan menerapkan pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Sebagai istilah, teori kritis memiliki dua makna dengan asal-usul dan sejarah yang berbeda: pertama berasal dari sosiologi dan yang kedua berasal dari kritik sastra, di mana digunakan dan diterapkan sebagai istilah umum yang dapat menggambarkan teori yang didasarkan atas kritik. Dengan demikian, teori Max Horkheimer menggambarkan teori kritis adalah, sejauh berusaha "untuk membebaskan manusia dari keadaan yang memperbudak mereka" (Wikipedia).
Kebebasan berekspresi tetaplah sebuah kebebasan, tetapi jangan sampai kebebasan itu menutupi diri kita dari sebuah kritik yang dilayangkan oleh orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H