Lihatlah, tiba-tiba kau datang dengan sejuta pertanyaan, badai risalah tentang perjuangan mimpi dan juga angan. Beribu butir air mata jatuh membasahi pipimu yang lucu, menyengsarakan mata yang tak mampu terbuka. Melukai bibir yang tak pernah berdusta, hanya untuk meminta pertolongan.
Begitu rimba isi kepalamu, sukar kurasa dipenuhi rumput liar berduri ketika kubelai rambutmu yang wangi. Katakanlah, kasih, sekejam apa tusukan yang dihujankan ke jantungmu? Pilu meraung, meronta merasakan kesakitan yang teramat dalam, hingga membuat rahangmu memerah dipenuhi oleh tamparan.
Berbait-bait kata mengantarkan kepergianmu, berlari terseok dan terjatuh, lutut dan siku berlumur darah, hatimu berteriak memohon ampun atas ketidakberdayaan. Tapi Aku bisa apa? Tak ada obat yang bisa kuberi, tak ada pelukan yang mampu menidurkanmu. Aku tak punya apa-apa, saking seringnya dilanda lara.
Jika kau ingin mati, Aku tak tega untuk membunuhmu. Jika kau ingin hidup, tak ada asa yang bisa Aku tawarkan. Kesedihan menelantarkan puing-puing kepercayaanku, tak ada lagi yang tersisa walau sekedar berdiri.
Lihatlah, Aku lumpuh tanpa tuan, Aku terpasung tanpa ada manusia yang sudi mengajakku bicara. Aku bahkan heran, kenapa ada malaikat semurni dirimu yang sudi menemuiku, bersimpuh pasrah meminta hati yang tinggal secuil, memohon berlabuh walau sudah Aku kunci ruang rinduku yang sedang sekarat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H